Minggu, 29 Januari 2023 | By: namakuameliya

qiyas

 

BAGIAN KEEMPAT

Qiyas dalam bahasa arab terbagi menjadi empat bagian pertama hamala furu’ ala asli ( memuat beberapa bagian dari kata asli) , yang kedua hamala asli a’la furu’ (kata asli yang diinduksi dari bagian-bagian kata) , yang ketiga hamala hadir ala nadir  (yang diinduksi dari sinonim terhadap sinonimnya ), yang keempat  hamala diddu ala diddu (diinduksi dari kata antonym terhadap antonimnya). Dari keempat bagian tersebut kemudian dibagi kembali menjadi beberapa kategori bagian pertama dan ketiga termasuk kedalam qiyas musawa’ ( qiyas yang sama kedudukannya )  yang kedua termasuk kedalam qisay ula ( qiyas utama) dan yang ke empat termasuk kedalam qiyas adwan (qiyas bawah).

Adapun contoh dari qiyas yang pertama adalah I’lal zami   dengan kata lain mengi’lalkan seluruh lafadz dan mentashihkan  mufrodnya contohnya qiym dan diym dari kata qiymatun dan diymatun contoh lain jiwajah dan tsiwaroh dari zauj dan tsaur. Contoh yang kedua adalah ilal masdar ( di ilal pada bagian masdarnya) untuk mengilal masdar  fiil  dan mentashihkannya karena ke shahihannya seperti  qumtu qiyaman dan qomat qowaman. Dan dalam kekhususanya apa yang terdapat pada lafadz aslinya kedalam bagian bagian yang kemudian ma’na tersebut ditasbihkan. Maksudnya dalam bagian ini ada beberapa bagian yang ditasbihkan dari lafadz aslinya. Menurut imam sibawaih hal ini lebih baik jika saja huruf jar menjadi wajhu sibhi seperti contoh doroba rojulin dimana pada ungkapan tersebut  dibolehkan adanya jar ( menjarkan) dengan posisi yang baik, dikatakan bahwasanya apa yang telah diungkapkan dan ditashihkan ( dibenarkan) oleh imam sibawaih ` ini bukan seperti kebiasan orang arab karna kata-kata tersebut merupakan ungkapan yang telah diriwayatkan dan di’ilalkan. Dikatakan bahwasanya  apa yang biasa orang arab ungkapan biasanya merupakan sebuah tasbih atau mengumpamaan terhadap sesuatu hal saja dalam hal ini ketika orang arab melihat sesuatu yang sama dengan sesuatu mereka cenderung mengungkapkan hal yang sama. Mereka  tidak menghiraukan ketika fiil  mudhori  dengan huruf la, kemudian di I’rab maka munculnya makna tersebut  sama halnya dengan mentasbihkan isim lafadz terhadap fiil  maka begitulah. Sama halnya dengan waqof yang menyerupai wasal  dalam sabda Nabi Muhammadn SAW ( Sesungguhnya Allah sebaik-baiknya penolong) begitu juga  dalam lafadz sabba saban, kalan. Dan seperti pendapat agir biasanya jar dalam ungkapan ( faqultu iha surtu am ala hilmi ) dan ungkapan ( barang siapa yang beriman maka sesungguhnya Allah bersamanya)  begitu juga dijarkan dan biasanya mengalir dan lainnya seperti Firman Allah Ta’ala ( ala ana yahya wal mauta / sesungguhnya hidup dan mati)  jar dinasabkan dan menjar kan rafa dalam kalimat ( tidak diwajibkan dalam jar dan majrur jazm yang)  tidak diwajibkan didalamnya terdapat huruf asli, seperti halnya menasabkan huruf jar dalam mustana dan jama’ menjadi nasab pada lafadz-lafadz yang tidak bisa ditasrif.  Sama halnya seperti mentasbihkan ya’ terhadap alif dalam ( kanna aydiyahinna bilqa’ al quruq)  huruf alif menjadi ya’ contohnya ( wala tardoha wala tamliku) seperti menaruh dhomir munfasil menjadi mutasil seperti ( qod domantu ayahum larodo)  menaruh dhamir mutasil kedalam dhamir munfasil contoh ( alaka diyar) dalam hal ini imam sibawaih menegaskan bahwasanya orang arab apabila mentasbiihkan sesuatu dengan sesuatu maka kemudian hal tersebut menjadi suatu kebiasan dan dimasukkan kedalam hukum juga kemudian yang lainnya juga mengikutinya . maksudnya pada akhirnya kebiasan orang arab mentasbihkan sesuatu terhadap sesuatu menjadi suatu kebiasaan turun temurun  dan menjadi bahasa asli. Ditegaskan  pula bahwasanya bentuk yang benar terdapat dalam doroba rojulun, bahwasanya tata bahasawan arab biasanya didasari oleh kebiasaan, percakapan dan pendengaran dan biasanya dibolehkan asalkna menjadi kebiasaan dan bisa dimengerti. Dikatakan pula bahwasanya menginduksi lafadz asli terhadap bagian kemudian   membuang huruf menjadi jazm  dan lafadz asalnnya mengandung pembuangan harakat contohnya zawaidu, dan menginduksi  isim terhadap fiil  dalam pencegahan  tasrif dan huruf terhadap bina’nya dan keduanya merupakan asli.  Dalam hal ini lafadz laysa dan asa merupakan lafadz yang tidak bisa ditasrif dengan ma dan la’la  seperti halnya laysa dalam penggunaaannya. Tamat.

Mengingat kembali pendapat abi hayan sebagiannya menjelaskan bahwasanya  ada campur tangan isim zaman dalam mengathafkan fiil  terhadap fiil   karena athaf merupakan  teori tasniyah sama halnya tidak boleh tasniyah  lafadz mukhtalifin dan  tidak boleh mengatofkan mukhtalifin dalam isim zaman. Abu hayan menjelaskan  ini merupakan contoh dari hamala asli ala furu’, karena athaf aslnya adalah tasniyah bahwasanya pendapat tentang fiil  merupakan teori tasniyah pada isim.

Adapun yang ketiga dilihat dari teori baik itu dalam lafadz, makna atau pada keduanya,  adapun contoh dari ula  tambahan sesungguhnya setelah masdar dorof dan mausul karena keduanya terdapat lafadz-lafadz yang tidak bisa dinafikan (diganti/ dibuang), dan kemudian masuklah huruf lam ibttida’ terhadap huruf yang tidak bisa dibuang kemudian huruf tersebut ditaruh kedalam lafadz mausul. Dan mentaukidkan mudori  dengan nun setelah huruf yang tidak bisa dibuang  dipindahkan kehuruf yang terakhir. Kemudian  membuang fiilnya  af’ala karena ta’jub  karena mentasbihkan fiil  amar dalam lafadz,  dan menaruh bab hadzam  terhadap kasroh mentasbihkan dengan daroka dan taroka. Dan menaruh isim hasa mentasbihkan menjadi lafad hasa secara harfiyah. Dan diantaranya mendengungkan/ mengidghomkan huruf  dalam kedekatannya dengan makhroj.

Dan dari contoh kedua membolehkannya selain qoimun  zaidani yang diinduksi dari lafadz qoma zaidani karena dalam  ma’nanya walaupun tidak begitu tidak dibolehkan mubtada walaupun menjadi khobar , atau rofa’ yang menyingkirkan khabar, bagaimanapun juga masdar  serta mudhori diinduksi Dari masdar.  Dan dari contoh ketiga  isim tafdil dan fiil -fiil  dalam seruan keduanya merupakan melarang fiil  tafdil menjadi rafa secara terang-terangan  karena serupanya/tasbihnya dengan fiil  fiil   dalam seruan baik itu wajan atau asli dan bermanfaat terhadapa pembicara dan dibolehkan meminimalkan fiil  dalam seruan karena samanyan dengan fiil  tafdi ( fiil  keistimewaan) dalam hal iotu. Jauhir berpendapat  bahwasanya beliau tidak pernah mendengar peringkasan kecuali dalam lafadz amlaha dan ahsana  akan tetapi 2 lafadz tersebut keras dalam pengungkapannya/ jumlahnya.

Yang keempat contohnya adalah  nasabnya lam yang dibawa/ diinduksi dengan  jazm  dengan an  yang pertama untuk menafikan/ membuang madhi dan kedua untuk menafikan mustaqbal.

Dan dalam kitab juruliyah ( jurumiyah) menjelaskan bahwasanya menunjukkan sesuatu terhadap  muqobalah kepada maqobala maqobalahu dan terhadap maqobala maqobil maqobalah, contoh pertama  lam yadribu  rojulun memasukkan jazm kedalam jar, contoh kedua idrib  rojulun memasukkan jazm terhadap kasroh yang merupakan penunjuk jar dalam  sisi kasroh dalam bentuk  yang sesuai dengan jar dalam I’rabnya. Dan contoh ketiga adribu rojulun berisi sukun sebelum kasroh yang menunjukkan jar yang menun jukkan jazm dan jar yang ditandai dengan sukun

BAB KELIMA

 Berbeda Pendapat apakah boleh mengumumkan/ mempluralkan  dasar-dasar qiyas terhadap hal tersebut dalam satu bagian ?  dan pendapat yang paling benar adalah boleh, adapun contohnya adalah baik itu dalam istifham , isim syarat  keduanya bisa diirab tergantung penginduksian sebagian teorinya  dan terhadap pertentangan keseluruhannya.

 

 

PASAL KEDUA DALAM MAQIS

Apakah hal tersebut didasari dari perkataan orang arab ataukah tidak ?

Mazani berpendapat bahwasanya apa yang telah diqiyaskan terhadap perkataan orang arab  itu merupakan perkataan orang arab, ia berkata bahwasanya bagaimana mungkin kamu tidak mendengar tidak juga yang lainnya nama-nama ( isim ) tidak juga  fiil ataupun maf’ul, dan ketika mendengarkan sebagian kemudian di qiyaskan kepada yang lainnya maka ketika aku mendengarkan qoma zaidun , dhoroba basir dan karoma khalidun.  Begitu pula pendapat Abu ali bahwasanya diperbolehkan mengambil/ menganut dengan  ditambahkan lam sesuai keinginan seperti contoh khorjaja , dakhlala, dhorbaba dari kata  khoroja, dakhola, doroba,  contoh lainnya samlala dan so’roro. Ibnu jinni berpendapat begitu pula, contohmya somhamham dari doroba dorbarba , dari qotal menjadi qotaltala , syariba menjadi syarbarba, dari kharaja khorjarja dan  itu semua merupakan dari perkataan arab tanpa perlu diragukan lagi orang arab tidak berbicara dengan menggunakan  salah satu dari huruf tersebut. dikatakan pula bahwasanya  kholil telah menolak pendapat-pendapat tersebut dikarenakan pendapat ( tarofa’a alazbuna farfanaan/ menemani para bujangang – bujangan maka menemaninya ) yang diqiyaskan dari perkataan ijaj ( taqo’asa azbuna faqa’ansasa/  para bujangan tertinggal maka ketinggalan)  maka menunjukkan  terhadap  penahan qiyas dalam bait contoh ini maka jawabannya adalah tidak mungkin bmengikari hal tersebut karena didalamnya tidak terdapat konteks harfiyah dan orang arab tidak mengadopsi contoh ini yang memangkas konteks huruf khususnya dan huruf yabg dihilangkan didalamnya berulang – ulang dan itulah  pengaduan menurut mereka berat berkata maka akhirnya sepakat jika segala sesuatu yang diqiyaskan terhadap perkataan mereka merupakan perkataan mereka.  Dalam hal ini bekata sesorang yang berkata dalam ijaz wa ru’bat bahwasanya keduanya merupakan qiyasan bahasa yang ditasrif  yang  bersumber kepadanya  apa-apa yang belum ada sebelumnya. Abu bakar perpendapat  bahwasanya manfaat  yang berasal dari sahabatnya/ rekannya  agar mendengarkan seseorang  suatu lafadz maka kemudian bingung terhadapnya maka apabila pendapat/ dilihat dari asal sebelumnya  oleh budayawan  dan akhirnya hilang dasar-dasarnya  inilah dasar dari penentuan bahasa dengan cara qiyas. Dan dalam pendapat lain mengenai pembahasan keutamaan kekuaktan qiyas mereka perbendapat  keyakinan para ulama nahwu bahwasanya apa yang diqiyaskan  dalam bahasa arab itu merupakan ucapan mereka/ berasal dari kebiasaan mereka, contohnya  pendapat mengenai pembentukan contoh ja’far dari doroba dorobaba dan ini merupakan kalam arab ( ungkapan arab)  walaupun dibentuk dari dhuruba atau dhoyroba tidak  terdapat dalam ungkapan arab karena itu merupakan qiyas sedikitnya penggunaan dan pendeknya qiyas. Selesai.

 


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar

Introduction