Minggu, 29 Januari 2023 | By: namakuameliya

PENGERTIAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

 

PENDAHULUAN

Manusia sebagai mahluk social tidak mungkin hidup sendiri  dalam arti luas-, akan tetapi memerlukan bantuan orang lain. manusia selalu hidup berkelompok, bekerjasama dan berinteraksi diantara sesamanya. Interaksi merupakan perwujudan dari naluri setiap orang untuk memenuhi kebutuhannya, dan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan bekerja sama dan bergaul, saling tukar menukar informasi serta pangalaman. Oleh karena itu untuk menyatakan isi gagasan atau perasaan batinnya manusia mutlak memerlukan alat pengungkap yang sempurna, dan alat itu adalah bahasa.

 Dengan alasan memenuhi kebutuhan, seseorang tidak hanya merasa cukup mengerti dan menguasai bahasa ibunya namun juga mempunyai keinginan untuk menguasai bahasa asing lainnya, dan untuk menguasai bahasa asing itu sendiri dibutuhkan proses pembelajaran. Menurut Suwarna Pringgawidagda, ada dua tipe pembelajar bahasa dalam menguasai bahasa target (bahasa yang ingin dikuasai. Kedua tipe itu adalah bahasa yang ingin dikuasai secara formal (pembelajaran) dan bahasa yang ingin dikuasai secara informal (pemerolehan). Setting formal ini dilakukan didalam kelas dan salah satu lingkungan belajar yang memfokuskan pada penguasaan secara disadari terhadap kaidah atau aturan - aturan bahasa target.

Dalam proses kegiatan belajar, pembelajar berusaha menguasai bahasa target (bahasa asing) seperti halnya penutur asli. Pembelajar yang berhasil secara ideal dapat menguasai bahasa target menyamai kecakapan penutur asli orang dewasa. Akan tetapi pada kenyataan nya tidaklah selalu demikian, bahasa pembelajar sering ditandai oleh  penyimpangan – penyimpangan yang meliputi semua tataran bahasa. Tataran bahasa yang dimaksud adalah morfologi, sintaksis, semantik, fonologi, leksikon dan wacana.

Penyimpangan ini dapat terjadi ketika pembelajar ingin mempelajari bahasa apapun, demikian juga halnya jika pembelajar berkeinginan untuk menguasai bahasa Arab sebagai bahasa target/sasaran. Istilah penyimpangan tadi kemudian dikenal dengan istilah kesalahan berbahasa.

 

 

 

 

BAB I

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

Dalam penelitian, menganalisis ialah memisah-misahkan data dan mengelompokannya sesuai dengan rincian masalahnya masing-masing kemudian dibanding-bandingkan antara satu dengan lainnya. Dengan demikian kita bisa memahami bahwa menganalisis intinya ialah memisah - misahkan. Contohnya ketika kita melihat seekor gajah, kemudian didalam fikiran kita memisah-misahkan bagian gajah itu dengan mensifati kepalanya, menandai kaki, telinga dan badan nya serta lain sebagainya maka sebenarnya kita sedang melakukan analisis terhadap gajah itu.

Contoh di atas sesuai dengan pernyataan Poesporodjo yang mengatakan bahwa mengklasifikasikan atau memisah-misahkan ialah pekerjaan budi kita untuk menganalisis. Menganalisa atau memisah-misahkan adalah penting dalam ilmu pengetahuan, karena untuk mengupas suatu persoalan kita harus dapat menangkap bagian-bagiannya serta dapat mengurai unsur-unsurnya. Dengan kata lain untuk memahami suatu persoalan, kita harus memisah-misahkan persoalan itu pada bagian-bagian nya yang terkecil agar dapat lebih mudah memahami dan mengetahuinya. Karena dengan kita memahami dan mengetahui bagian-bagiannya itu kita akan dapat mengetahui keseluruhan persoalan.

Adapun dalam studi pembelajaran bahasa, penyimpangan berbahasa biasa dibedakan menjadi kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake).[1] Atau ada juga yang menyebut error sebagai kesilapan berbahasa dan mistake diterjemahkan sebagai kekeliruan, sedangkan Tarigan menyebutnya dengan kegalatan.[2]

Sedangkan menurut Corder ada dua macam kesalahan yang dibuat oleh peserta didik, yaitu:

a) Bentuk-bentuk kesalahan berbahasa yang menunjukan adanya transitional competence yang disebut error, dan

 b) kesalahan-kesalahan yang sifatnya random, tidak sistematis yang di sebut dengan mistake.

Selanjutnya Corder menyebutkan bahwa kesalahan dalam kategori error mempunyai arti yang penting yaitu:

- bagi tenaga pengajar, dapat digunakan sebagai petunjuk seberapa banyak penguasaan bahasa peserta didik dan aspek apa yang belum dikuasai

- bagi peneliti, sebagai petunjuk bagaimana peserta didik menguasai aspek-aspek tertentu dan strategi apa yang digunakan dalam pemerolehan bahasa; dan

- bagi peserta didik sendiri, kesalahan itu merupakan bagian penting dari proses belajarnya, karena kesalahan dapat dipakai sebagai alat untuk belajar Antara kesalahan dan kekeliruan sulit untuk dibedakan tanpa mengadakan analisis yang cermat.

Namun menurut Baradja, kesalahan merupakan penyimpangan atau deviasi yang bersifat ajek, sistematis dan menggambarkan kompetensi pembelajar pada tahap tertentu, sedangkan menurut Corder, tipe kesalahan dapat berubah-ubah sesuai dengan tataran pembelajar. Hal ini disebabkan kesalahan merefleksi pola bahasa pembelajar ketika mempelajari bahasa target.

Sementara itu kekeliruan merupakan penyimpangan yang bersifat tidak ajek, tidak sistematis dan tidak menggambarkan kemampuan pembelajar pada tahap tertentu. Kekeliruan dimaksud hanya disebabkan oleh faktor fisik, misalnya kelelahan dan kelesuan atau faktor psikis lain, misalnya kesedihan, kegembiraan yang amat sangat dan kemarahan yang meluap-luap. Dengan demikian kekeliruan hanya berkaitan dengan performansi pembelajar.[3]

 

B. KLASIFIKASI KESALAHAN BERBAHASA

Berdasarkan taksonomi nya, kesalahan dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu: kesalahan kategori linguistik, kesalahan performansi, kesalahan komparasi, kesalahan efek komunikasi.[4]

a) klasifikasi kesalahan kategori linguistik kesalahan kategori linguistik meliputi kesalahan:

1) fonologi, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan bunyi-bunyi bahasa, dalam bahasa Arab hal ini terkait erat dengan makharij alhuruf

2) morfologi, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan pemakaian tata bentuk kata atau dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah sharaf

3) sintaksis, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan pemakaian tata kalimat atau dalam bahasa Arab lebih popular dengan istilah nahwu

4) semantic, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan kesalahan pemakaian makna bahasa yang dalam bahasa arab dikenal dengan istilah ilmu dilalah

5) leksikon, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan pemakaian kosa kata dan ungkapan

6) kesalahan wacana, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan kesalahan ujaran dalam suatu tema tertentu.

b) klasifikasi kesalahan kategori performansi Kesalahan kategori performansi meliputi kesalahan:

1) menghindarkan atau menghilangkan butir-butir penting

2) menambahkan suatu unsure yang mubadzir

3) salah memformasikan butir-butir

4) salah menyusun butir-butir kebahasaan.[5]

Penghilangan butir-butir penting ditandai dengan ketidak hadiran nya suatu unsur bahasa yang seharusnya ada dalam suatu ujaran yang baik dan benar, dan pada umunya morfem yang dihilangkan adalah morfem gramatikal daripada morfem penuh. Morfem gramatikal dalam bahasa Arab bisa berupa huruf secara umum sedangkan morfem penuh bisa berupa nomina (الإسم ,(verba (الفعل ,(adjektiva (الصفة (dan adverbia (kata keterangan), bisa berupa keterangan waktu dan tempat.

Morfem gramatikal mempunyai sedikit peranan dalam penyampaian makna suatu kalimat. Karena peranannya yang sedikit itu jadi pembicara terkadang tanpa sadar telah melakukan kesalahan denan menghilangkan morfem-morfem tertentu. Kesalahan ini memang tidak dirasakan oleh partisipan karena makna kalimat masih dapat di pahami.

Kesalahan penambahan ganda ditandai oleh kehadiran suatu unsur bahasa yang seharusnya tidak perlu dalam ujaran yang baik dan benar. Setiap bahasa memiliki kaidah, misalnya kaidah fonologi, semantik, morfologi dan sintaksis. Kesalahan dalam memformulasikan butir-butir tersebut diistilahkan oleh Ellis dengan overgeneralisasi. adapun contoh overgeneralisasi dalam bahasa Inggris seperti verba eat bukan menjadi ate pada bentuk ketiga (past) akan tetapi menjadi eated, come menjadi comed bukan come dan put menjadi puted bukan put. Sedangkan dalam bahasa Arab contoh overgeneralisasi adalah seperti bentuk jamak dari صالح menjadi dan bentuk jama’ dari صالحون مسلم menjadi مسلمون maka seorang pembelajar bisa saja melakukan kesalahan dengan mengatakan bentuk jama’ dari kata عالم menjadi عالمون bukan علماء contoh lain juga seperti bentuk jamak dari كتاب menjadi كتابون yang seharusnya كتب

Bentuk kesalahan yang lain adalah salah susun. Salah susun ditandai oleh pemakaian morfem atau struktur yang salah atau penempatan morfem yang tidak benar dalam suatu ujaran. Contohnya dalam bahasa Inggris He is all the time late seharusnya He is late all the time. [6]Sedangkan contoh dalam ,محمد يذهب الى المكتب seharusnya الى المكتب محمديذهب seperti Arab bahasa الجامعة الى يدرس محمود seharusnya الجامعة الى محمود يدرس

 c) Klasifikasi Kategori Komparasi

Kesalahan kategori komparasi didasarkan pada perbandingan antara struktur kesalahan bahasa target dan tipe-tipe kontruksi lainnya. Kesalahan komparasi tersebut meliputi:

1) Kesalahan perkembangan adalah kesalahan yang sama dengan yang dibuat oleh anak-anak yang belajar bahasa target sebagai bahasa ibu dan sebaliknya.

2) Kesalahan antar bahasa adalah kesalahan yang semata-mata mengacu pada kesalahan bahasa target yang mencerminkan struktur bahasa ibu, tanpa menghiraukan proses internal atau kondisi eksternal yang menyebabkannya. Dalam perkembangannya, kadang-kadang secara otomatis bahasa ibu turut campur tangan atau berinterferensi dengan bahasa target yang sedang dipelajari, karena itu interferensi merupakan salah satu faktor penyebab kesalahan berbahasa,interferensi itu sendiri merupakan produk dari kedwibahahasaan yang berarti penggunaan dua bahasa sebagai alat komunikasi. Seperti orang-orang Amerika keturunan Perancis, Italia, Yahudi, Indian, Spanyol menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi yaitu bahasa ibu (atau bahasa pertama) dan bahasa Inggris (atau bahasa kedua).

Begitu pula dengan bangsa Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia apabila mereka berkomunikasi antar suku. Didalam lingkungan keluarga atau sukunya, mereka berkomunikasi dengan bahasa daerah seperti bahasa-bahasa Sunda, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Aceh, Melayu dan lain sebagainya.

Pada umumnya kesalahan interferensi adalah kesalahan struktur kalimat atau frase yang berekuevalen secara semantik antara bahasa ibu dengan bahasa target. Contoh pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa target yang dipelajari oleh pembelajar yang memiliki latar belakang bahasa ibu bahasa jawa, seperti: Ani duduk dibelakang sendiri, seharusnya Ani duduk paling belakang. Atau sepedanya Toni di curi orang, seharusnya sepeda Toni dicuri orang.8[7]

Contoh kasus seperti ini dalam bahasa Arab adalah penggunaan jumlah ismiyah yang lebih banyak dalam karangan dari pada penggunaan jumlah fi’liyah, hal tersebut sesungguhnya tidak dapat dikategorikan sebagai kesalahan berbahasa, hanya saja sebagai contoh pengaruh pola pikir dan pengaruh dari bahasa ibu.

Interferensi merupakan salah satu faktor penyebab kesalahan berbahasa, interferensi itu sandiri merupakan produk dari kedwibahasaan. Kedwibahasaan terjadi kaarena pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa mungkin melalui jalur pendidikan atau pengajaran bahasa informal (dirumah, dilingkungan sekitar dan sebagainya) dan jalur pendidikan atau jalur formal (di sekolah atau lembaga pendidikan yang lain) ataupun melalui kedua jallur itu secara simultan

Memahami kesalahan berbahasa tidak mungkin dilakukan secara tuntas tanpa pemahaman yang baik terhadap interferensi, kedwibahasaan, pemerolehan bahasa dan pengajaran bahasavyang erat berhubungan satu sama lain. Pada gilirannya pemahaman kesalahan berbahasa memberikan umpan balik bagi penyempurnaan program pengajaran bahasa.

3) Kesalahan taksa atau ambiguous error adalah kesalahan yang mencerminkan bahasa asli pembelajar, dan kata taksa disini tidak ada hubungannya dengan menduanya suatu makna.[8] Misalnya dalam bahasa Arab ketika seseorang ingin mengungkapkan saya tidak punya uang maka yang diungkapkannya dalam bahasa Arab adalah seharusnya لانقود  أنا seharusnya نقود عندى ما

 4) Kesalahan unik, kesalahan ini mencakup bentuk-bentuk kesalahan yang tidak dapat digolongkan dalam kategori kesalahan taksa ataupun kesalahan antar bahasa.

 d) Klasifikasi Kategori Efek Komunikasi

 Pusat perhatian dari klasifikasi kategori kesalahan efek komunikasi adalah pembedaan kesalahan-kesalahan yang menyebabkan salah komunikasi dan yang tidak menyebabkan salah komunikasi.10 Contohnya dalam bahasa Arab: مسئلة؟ عندكم هل sesungguhnya yang dimaksud adalah سؤال؟ عندكم هل

ANALISA KESALAHAN

Analisis kesalahan adalah analisis yang mendalam mengenai kesalahan-kesalahan pada pelajar bahasa target. Dan ini mencakup tipe-tipe kesalahan berbahasa, dan sebab-sebab kesalahan. Seorang guru yang baik wajib mengoreksi siswa saat ia melihat adanya penyimpangan kebahasaan yang dilakukan oleh siswa tersebut. Ia juga harus menemukan sumber serta penyebab terjadinya kesalahan-kesalahan itu. Kesalahan-kesalahan yang telah ditemukan kemudian diklasifikasikan berdasarkan sifat dan jenis kesalahannya lalu ditetapkan daerah kesalahannya. Langkah-langkah yang dikerjakan oleh seorang guru inilah yang disebut dengan analisis kesalahan.[9]

Menurut  Piet Corder dalam bukunya yang berjudul Introducing Applied Linguistics bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode berbahasa. Pelanggaran ini bukan hanya bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode. Si pembelajar bahasa belum menginternalisasikan kaidah bahasa (kedua) yang dipelajarinya. Dikatakan oleh Corder bahwa baik penutur asli maupun bukan penutur asli sama-sama mempunyai kemugkinan berbuat kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa Arab adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa Arab baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Adapun sistem kaidah bahasa Indonesia yang digunakan sebagai standar acuan atau kriteria untuk menentukan suatu bentuk tuturan salah atau tidak adalah sistem kaidah bahasa baku. Kodifikasi kaidah bahasa baku dapat kita lihat dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Karakteristik bahasa baku antara lain adalah sebagai berikut.[10]

Corder (dalam Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan tujuan yang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses belajar-mengajar yang dilakukan.[11]

Dalam bukunya yang berjudul “Common Error in Language Learning” H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan (unwanted form) khususnya suatu bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan guru pengajaran bahasa.[12]

Corder (1974. 122-154) mengatakan bahwa analisis kesalahan merupakan suatu aktivitas yang mengkaji kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh seorang pelajar BT dalam proses belajar mengajar BT tersebut

     Menurut Ricahard & Sampson (1974), analisis kesalahan adalah kajian kesalahan pelajar BT yang ditinjau dari 7 faktor penyebab kesalahan tersebut, yaitu:

a)      Pengalihan bahasa (language transfer) pengaruh BS masih kuat sehingga belum mampu mengungkapkan ide dalam BT dengan sempurna

b)      Pengalihan BT (intralingual interferences), generalisasi yang salah dalam proses belajar mengajar BT

c)      Situasi linguistik karena latar belakang yang berbeda

d)     Modalitas (seberapa banyak pelajar menggunakan /mendengar dan kinerja siswa)

e)      Usia

f)       Kurang stabilitasnya antarbahasa seseorang, pemrolehan bahasa yang tidak sama (fonologi, morfologi, dll) dari masing-masing individu

g)      Hierarki kesulitan yang semesta (universal).

Hendrickson (1979) dan Corder (1967) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu berguna untuk mengetahui beberapa hal mengenai kesalahan yang dibuat pelajar BT yakni:

(1)   kesalahan berguna sebagai tanda bahwa pelajar BT memang sungguh belajar,

(2)   kesalahan merupakan indikator bahwa ada kemajuan,

(3)   kesalahan memebrikan umpan balik tentag efetivitas materi ajar dan metode penyajian oleh pengajar,

(4)   kesalahan menunjukan bagian-bagian mana dari suatu silabus bahasa yang belum dipelajari dengan semprna, dan

(5)   kesalahan-kesalahan yang banyak dibuat dapat menjadi bahan untuk penulisan latihan-latihan perbaikan[3].[13]

 Adapun tujuan dari analisa kesalahan adalah:

-   Untuk mengetahui bagaimana seseorang belajar bahasa

- Untuk menemukan seberapa baik dan benar seseorang mengetahui bahasa ajar

- Untuk memperoleh informasi tentang kesulitan-kesulitan biasa dalam belajar bahasa sebagai suatu sarana dalam pengajaran atau dalam penyiapan materi pengajaran.11

 

STRATEGI PERLAKUAN TERHADAP KESALAHAN (SPK)

 Menurut Wenden dan Rubin, Strategi perlakuan terhadap kesalahan memiliki enam karakteristik yaitu:[14]

a) Strategi perlakuan terhadap kesalahan berbahasa mengacu pada cara, prosedur, dan tindakan khusus atau teknik yang dilakukan guru dalam memberikan perlakuan terhadap kesalahan berbahasa yang diproduksi pembelajar.

b) Beberapa strategi dapat diamati dan yang lainnya tidak dapat diamati. Yang dapat diamati adalah tindakan yang tercermin dalam perilaku lingual dan visual, sedangkan yang tidak dapat diamati misalnya proses mental yang ada dalam diri guru berkaitan dengan strategi yang akan digunakan.

c) Strategi yang berorientasi pada masalah, yaitu strategi pembetulan masalah kesalahan berbahasa yang digunakan guru berorientasi pada jenis dan tipe masalah kesalahan berbahasa yang terjadi.

d) Strategi perlakuan terhadap kesalahan dapat mendukung pembelajaran bahasa target, baik secara langsung maupun tidak langsung

e) Strategi perlakuan terhadap kesalahan dapat diulang pada saat pembelajar lain melakukan kesalahan yang sama

f) Strategi perlakuan terhadap kesalahan berbahasa dapat diubah, misalnya pembetulan kesalahan secara langsung diubah menjadi tidak langsung pada saat terjadi kesalahan berikutnya, baik pada kesalahan sejenis atau tidak

C. METODE ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

a.                    Pit Corder mengatakan bahwa analisis kesalahan  pada dasarnya merupakan cabang linguistik komparatif. Hal ini didasarkan pada data dan metode analisis kesalahan. Tugas analisis kesalahan adalah menjelaskan serta mendeskripsikan sistem lingistik bahasa siswa dan membandingkannya dengan sistem linguistik B2 yang dipelajarinya.

Penyimpangan dalam penggunaan bahasa yang sedang dipelajari oleh siswa, B2 atau bahasa asing disebabkan oleh kesalahan dan kekeliruan. Kekeliruan bersifat sementara, tidak konsisten, dan perbaikannya dapat dilakukan oleh siswa sendiri. Kesalahan bersifat agak permanen, sistematis, dan perbaikannya memerlukan bantuan guru. Kesalahan itu sendiri terbagi atas kesalahan yang tidak jelas terlihat dan kesalahan yang jelas  terlihat. Kedua jenis kesalahan ini tidak semata-mata melukiskan atau menandakan siswa benar atau salah, tetapi juga menyatakan penggunaan sistem bahasa yang salah atau benar.

Kekeliruan kurang tepat dijadikan sebagai sumber data analisis kesalahan karena sifatnya yang tidak konsisten dan terjadinya hanya sementara. Oleh karena itu, bila siswa lebih sadar dan mawas diri, kekeliruan berbahasa tersebut dapat diperbaiki oleh siswa yang bersangkutan. Sumber data Analisis kesalahan yang paling cocok adalah kesalahan berbahasa baik kesalahan yang dapat diamati dengan jelas maupun tidak. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa kekeliruan tidak fungsional bagi pengajaran bahasa.

Penafsiran secara tepat ujaran siswa merupakan aspek yang paling rawan dalam penerimaan linguistik siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merekonstruksi ajaran bahasa secara tepat, menjodohkan ujaran yang salah dengan pandangannya dalam bahasa ibu siswa. Bila hal itu dilakukan dengan meminta siswa mengutarakan maksudnya dengan bahasa ibu, cara ini disebut cara rekonstruksi otoritatif. Apabila karena sesuatu siswa tidak dapat berkonsultasi dan peneliti hanya menyandarkan pemahamannya kepada maksud atau sistem linguistik siswa, cara ini disebut rekonstruksi akal sehat.

Bahan-bahan yang terkumpul melalui kedua cara itu diolah kembali. Hasil pengolahan itu menghasilkan deskripsi linguistik  siswa. Kemudian, deskripsi linguistik itu dilengkapi dengan penjelasan yan bersifat psikologis, misalnya menjelaskan bagaimana startegi belajar yang digunakan oleh siswa, bagaimana proses belajar bahasa secara secara umum. Hasil rekonstruksi linguistik yang digunakan oleh siswa dapat dibandingkan denga sistem linguistik bahasa sasaran atau bahasa yan dipelajari oleh siswa.[15]

Corder (1974) menawarkan lima langkah analisis kesalahan yaitu:

a) mengumpulkan contoh kesalahan dari pembelajar bahasa

b) mengidentifikasi kesalahan pembelajar bahasa

c) mendeskripsikan kesalahan pembelajar bahasa

d) menjelaskan kesalahan pembelajar bahasa,dan

e) mengevaluasi kesalahan pembelajar bahasa

Banyak para ahli bahasa yang memberikan batasan tentang bahasa (اللغة / language) dari berbagai sisi dan sudut pandangnya, sudah barang tentu setiap ahli berbeda-beda cara dalam menyampaikannya. Salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Abdul Khaer dengan mengutip dari Kridalaksana bahwa bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang arbriter yang digunakan oleh anggota manusia untuk bekerjasama dengan orang lain berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri. Definisi ini lebih menekankan pada sosok bahasa itu sendiri.

Senada dengan definisi diatas, Joseph Broam seperti yang dikutip oleh Amsal Bahtiar mengatakan bahwa bahasa adalah suatu system yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain. Beberapa hal menarik yang dapat disimpulkan dari batasan pengertian itu adalah;

a) Bahasa adalah merupakan sistem

b) Sebagai sistem, bahasa bersifat Arbitrer, dan

c) Sebagai sistem arbitrer, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi, baik dengan orang lain maupun dengan diri sendiri.

CONTOH  ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

Berikut beberapa contoh kesalahan-kesalahan para pelajar  dalam perspektif gramatikal bahasa Arab, baik dari tinjauan morfonnya, juga dari kedudukan kata dalam kalimat atau teks bahasa Arab.

1.                    Pertama, kata Mã aharru asy-syahr (ما أحرُّ الشهرُ), dengan men-dammah-kan huruf (ر) adalah sebuah kesalahan. Yang benar harus di-fathah-kan. Sengaja penulis mengarsipkan contoh tersebut. Karena kesalahan ini merupakan fenomena cikal-bakal perintisan ilmu bahasa Arab; menjadi salah satu indikator munculnya ilmu Nahwu. Sebagaimana dilakoni oleh Abu Aswad Adduali dan putrinya.

2.                    pada kalimat Nabhats maudû’al jadîd (نَبْحَثُ مَوْضُوْعَ اْلجَدِيْدَ ). Dalam kaidah ilmu nahwu, kalimat tersebut disebut na’at man’ut, atau penyifatan. Na’at adalah sifat, sedangkan man’ut adalah yang disifati. Kata (اْلجَدِيْد ) menjadi sifat, sedangkan (مَوْضُوْعَ ) adalah yang disifati. Dalam kaidahnya, kata sifat harus mengikuti kata yang disifati, pada semua aspeknya. Jika kata yang disifati mudzakkar, maka sifatnya juga harus mudzakar; jika yang disifati nakirah, demikian juga sifatnya harus dari nomina nakirat. Dalam kalimat di atas, kata (مَوْضُوْعَ) adalah nomina mudzakkar yang nakirah, maka seharusnya kata (اْلجَدِيْد) sebagai sifat harus juga nomina yang mudzakar-nakirah. Maka yang benar susunan kalimat tersebut adalah Nabhats maudû’an jadîdan (نَبْحَثُ مَوْضُوْعاً جَدِيْداً ).

3.                    kalimat Urîdu ata’allamu ( أُرِيْدُ أَتَعَلَّمُ) adalah kesalahan yang kerap kali dijumpai pelajar dalam penyusunan kalimat Arab. Kalimat tersebut terdiri dari dua kata kerja: urîdu (mau/ menginginkan), dan ata’allamu (saya belajar). Dalam kaidah bahasa Arab, dua kata kerja seperti itu harus dipisahkan dengan harf nasb (أَنْ). Maka kalimat tersebut seharusnya Urîdu an ata’allama ( أُرِيْدُ أَنْ أَتَعَلَّمَ).[16]

 

Pada dasarnya, bahasa Arab adalah bahasa yang simpel. Perubahan kata-katanya sangat sistimatis. Dalam kata kerja, umpamanya, perhitungan waktu sangat sistematis. Tanpa harus ditambah kata penegasan waktu lampai, saat ini atau yang akan datang, dengan kaidah yang berlaku, seseorang sudah mafhum dengan waktu yang dimaksud penutur. Jika ingin mengatakan sudah melakukan sesuatu, penutur bahasa Arab tidak usah penambahkan kata sudah, sebagaimana bahasa Indonesia. Maka pada contoh kalimat Ana khãlas ãkulu ( أَناَ خَلاَصْ آكُلُ), yang maksudnya saya sudah makan, penutur cukup menggunakan fi’il madi dari kata ( آكل ), menjadi ( … أَكَلْتُ )

Pada kalimat man yadribu anta ( مَنْ يَضْرِبُ أَنْتَ ), itu juga salah. Yang benar adalah man yadribuka ( مَنْ يَضْرِبُكَ ). Dalam kaidah nahwu dibedakan antara kata ganti yang menjadi subjek dan objek. Jika anta adalah kata ganti orang kedua mudzakkar untuk subjek, maka ka adalah kata ganti oarng kedua mudzakkar untuk keduduan objek.

Pada contoh kesalahan selanjutnya, berkaitan dengan kaidah bilangan (‘adad). Dalam kaidah bahasa arab, dibedakan antara bilangan nominal dan bertingkat. Bilangan nominal satu, misalnya, berbeda dengan kata kesatu. Jika yang pertama wãhidun, untuk mudzakkar, dan wãhidatun untuk muannas; maka bilangan bertingkatnya menjadi al-awwal dan al-ûla. Maka kalimat di atas yang semuala Ana tãlibul faslil wahîd (أَناَ طَاِلبُ الْفَصْلِ الْواَحِدِ ), yang benar adalah Ana tãlibul faslil awwali ( أَناَ طَالِبُ الْفَصْلِ اْلأَوَّلِ )

Pada contohh 2.7., adalah contoh kesalahan penutur karena tidak mencermati kaidah bahasa Arab berkaitan syart dan jawabu al-syart. Selain itu, penutur kurang mencermati cara penggunaan antara fi’il madi dan mudari’. Untuk kalimat Anta tanjahu idza tata’allam ( أَنْتَ تَنْجَهُ إِذاَ تَتَعَلَّمُ ), seharusnya menjadi tanjahu idza ta’allamta ( تَنْجَحُ إِذاَ تَعَلَّمْتَ ), atau in tata’allam tanjah ( إِنْ تَتَعَلَّمْ تَنْجَحْ ).[3]

APLIKASI DAN MANFAAT  PENGGUNAN METODE ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

Pembetulan kesalahan berbahasa dalam pembelajaran  sebaiknya tidak di dominasi oleh guru karena kurang menguntungkan dalam proses belajar mengajar bahasa target, karena itu dalam aplikasinya method ini dapat divariasikan sebagai berikut:[17]

Pertama, guru membetulkan kesalahan, sedangkan pembelajar hanya mengikuti atau memperhatikan langkah guru,

Kedua, guru bersama-sama dengan pembelajar membetulkan kesalahan, artinya pembelajar membetulkan kesalahan dengan bimbingan guru,

Ketiga, sesama pembelajar saling membetulkan kesalahan diantara temannya, sedangkan guru memotivasi dan sekedar mengawasi,

Keempat, guru memberikan penguatan apabila betul dan membetulkan jika semua pembelajar tidak mampu membetulkan kesalahan yang terjadi

Kelima, pembelajar yang membuat kesalahan itu sendiri berusaha membetulkan kesalahannya. Guru dapat memberi petunjuk atau menyerahkan sepenuhnya kepada pembelajar untuk membetulkan kesalahan yang telah diperbuat

Kekurangan metode ini adalah ketika guru membetulkan kesalahan pembelajar secara langsung yang mungkin akan berdampak psikologis pada pembelajar yang melakukan kesalahan berbahasa tersebut. Sedangkan kelebihan metode ini adalah seperti disinyalir oleh paraahli bahasa bahwa:14

- Analisa kesalahan tidak mengalami keterbatasan penjelasan dan dapat

menunjukan banyak tipe kesalahan yang dilakukan para siswa

- Analisa kesalahan menyajikan data yang actual dan problem yang

konkret, karena itu ia lebih ekonomis dan efisien dibandingkan dengan

anallisa kontrastif

- Analisa kesalahan tidak dihadapkan dengan teori dan hipotesis yang

rumit.

Dengan diadakannya analisis kesalahan berbahasa dapat membantu guru untuk mengetahui jenis kesalahan yang dibuat, daerah kesalahan, sifat kesalahan, sumber kesalahan, serta penyebab kesalahan. Bila guru telah menemukan kesalahan-ke-salahan, guru dapat mengubah metode dan teknik mengajar yang digunakan, dapat menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas, dapat menyusun rencana pengajaran remedial, dan dapat menyusun program pengajaran bahasa itu sendiri. Dengan demikian jelas bahwa antara analisis kesalahan dengan bidang kajian yang lain, misalnya pengelolaan kelas, interaksi belajar-mengajar, perencanaan pengajaran, pengajaran remedial, penyusunan ujian bahasa, dan bahkan pemberian pekerjaan rumah ada hubungan timbal balik.

Khusus untuk guru, analisis kesalahan dapat digunakan untuk:

1.                    menentukan urutan sajian.

2.                     menentukan penekanan-penekanan dalam penjelasan dan latihan.

3.                    memperbaiki pengajaran remedial.

4.                    memilih butir-butir yang tepat untuk mengevaluasi penggunaan bahasa siswa (Pateda, 1989:36).

Corder (dalam Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan tujuan yang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses belajar-mengajar yang dilakukan.

Dengan memperhatikan tujuan di atas, seorang guru yang akan menerapkan analisis kesalahan tentu hams memiliki pengetahuan kebahasaan yang memadai. Dia harus paham benar tata bahasa yang baku dan berlaku. Misalnya tentang kebakuan pelafalari, tulisan (ejaan), bentukan kata, dan tata kalimatnya. Dalam hal ini guru dihadapkan pada dua persoalan, yaitu apa yang salah dan bagaimana memperbaikinya.

Pengetahuan yang cukup memadai sangat diperlukan oleh seorang guru. Lebih-lebih pengetahuan dan pemahaman tata bahasa. Senada dengan yang diucapkan Corder, Tarigan (1990:77) mengatakan bahwa tujuan analisis kesalahan itu bersifat aplikatif dan teoretis. Aplikatif mengurangi dan memperbaiki kesalahan berbahasa siswa. Teoretis mengharapkan pemeroleh-an bahasa siswa pada gilirannya dapat memberikan pemahaman ke arah proses pemerolehan bahasa secara umum.

 

METODE PEMBELAJARAN YANG SESUAI UNTUK MENGATASI MASALAH KESALAHAN BERBAHASA.

Untuk meminimalisai adanya kesalahan berbahasa arab di bidang morfologi (kata), diperlukan sebuah metode yang tepat. Kami merekomendasikan metode pengajaran bahasa Arab tradisional.

Metode pengajaran bahasa Arab tradisional adalah metode pengajaran bahasa Arab yang terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu” sehingga belajar bahasa Arab berarti belajar secara mendalam tentang seluk-beluk ilmu bahasa Arab, baik aspek gramatika/sintaksis (Qowaid nahwu), morfem/morfologi (Qowaid as-sharf) ataupun sastra (adab).

Metode yang berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan tersebut adalah Metode qowaid dan tarjamah. Metode tersebut mampu bertahan beberapa abad, bahkan sampai sekarang pesantren-pesantren di Indonesia, khususnya pesantren salafiah masih menerapkan metode tersebut. Hal ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: Pertama, tujuan pengajaran bahasa arab tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu dan ilmu sharaf.

1.                    1.      Metode Qowa’id dan tarjamah (Tariiqatul al Qowaid Wa Tarjamah)

Penerapan metode ini lebih cocok jika tujuan pengajaran bahasa Arab adalah sebagai kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan untuk memiliki kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta memahami apa yang terkandung di dalam tulisan-tulisan atau buku-buku teks, terutama buku Arab klasik. Ciri metode ini adalah:

1.                    Peserta didik diajarkan membaca secara detail dan mendalam tentang teks-teks atau naskah pemikiran yang ditulis oleh para tokoh dan pakar dalam berbagai bidang ilmu pada masa lalu baik berupa sya’ir, naskah (prosa), kata mutiara (alhikam), maupun kiasan-kiasan (amtsal).

2.                    Penghayatan yang mendalam dan rinci terhadap bacaan sehingga peserta didik memiliki perasaan koneksitas terhadap nilai sastra yang terkandung di dalam bacaan. (bahasa Arab – bahasa ibu).

3.                    Menitikberatkan perhatian pada kaidah gramatika (Qowa’id Nahwu/Sharaf) untuk menghafal dan memahami isi bacaan.

4.                    Memberikan perhatian besar terhadap kata-kata kunci dalam menerjemah, seperti bentuk kata kiasan, sinonim, dan meminta peserta didik menganalisis dengan kaidah gramatikal yang sudah diajarkannya (mampu menerjemah bahasa ibu ke dalam Bahasa Arab)

5.                    Peserta tidak diajarkan menulis karangan dengan gaya bahasa yang serupa / mirip, dengan gaya bahasa yang dipakai para pakar seperti pada bacaan yang telah dipelajarinya.

Selain ciri-ciri di atas, masih ada cirri-ciri lain pernggunaan metode Nahwu wa Tarjamah (tata bahasa dan terjemah) yang bisa dijelaskan, seperti yang dirangkum Jack C. Richards dan Theodore S Rodgers, yaitu sebagai beriku:

1.                    Tujuan telaan bahasa asing adalah mempelajari sesuatu bahasa agar dapat membaca susatranya atau agar dapat menarik keuntungan dari disiplin mental dan perkembangan intelektual yang timbul dari telaah bahasa asing itu. Terjemahan tata bahasa adalah suatu cara menelaah bahasa yang mendekati bahasa tersebut pertama-tama melalui kaidah-kaidah tata bahasanya secara terperinci, diikuti oleh penerapan pengetahuan ini pada tugas penerjemahan kalimat-kalimat dan teks-teks ke dalam dan dari bahasa sassaran. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa dipandang sebagai yang terdiri dari upaya yang melebihi serta memanipulasi morfologi dan sintaksis bahasa asing tersebut. Bahasa pertama diperlakukan sebagai sistem acuan dalam pemerolehan bahasa kedua.

2.                    Membaca dan menulis merupakan fokus utama atau sasaran pokok, bahkan sering tidak ada perhatian sistemik pada belajar berbicara dan menyimak.

3.                    Pemilihan kosakata semata-mata didasarkan pada teks-teks bacaan yang digunakan, dan kata-kata yang diajarkan melalui daftar-daftar kata dwibahasa, telaah kamus dan hafalan. Dalam teks terjemahan tata bahasa yang khas, kaidah-kaidah tata bahasa pun disajikan dan diilustrasikan, suatu daftar butir-butir kosakata disajikan dengan padanan-padanan terjemahannya, dan latihan-latihan terjemahan ditetapkan.

4.                    Kalimat merupakan unit dasar pengajaran dan praktik/latihan bahasa. Kebanyakan dari jam pelajaran diperuntukkan bagi penerjemahan kalimat-kalimat ke dan bahasa sasaran dan justru terfokus terhadap kalimat inilah yang merupakan cirri khusus metode ini.

5.                    Kecermatan dan ketepatan sangat ditentukan. Para siswa diharapkan dapat mencapai norma-norma atau standar yang tinggi dalam terjemahan, karena prioritas utama yang diberikan pada norma-norma ketepan dan kecermatan yang tinggi yang merupakan prasyarat bagi kelulusun sejumlah besra ujian tulis formal yang berkembang selama abad ini.

6.                     Tata bahasa diajarkan secara deduktif, dengan penyajian dan pengkajian kaidah-kaidah tata bahasa, yang kemudian dipraktikkan melalui latihan-latihan terjemahan. Dalam kebanyakan teks terjemahan tata bahasa, suatu silabus diikuti dengan baik demi pengurutan butir-butir tata bahasa di seleruh teks dan ada upaya untuk mengajarkan tata bahasa dengan dan dalam suatu cara yang tersusun rapi dan sistemik.

7.                    Bahasa asli/ibu siswa merupakan media pengajaran. Bahasa tersebut dipakai untuk menjelaskan butir-butir atau hal baru dan untuk memudahkan pembuatan perbandingan antara bahasa asing dan bahasa ibu siswa.

Kedua kemampuan ilmu nahwu dianggap sebagai syarat mutlak sebagai alat untuk memahami teks/kata bahasa Arab klasik yang tidak memakai harakat, dan tanda baca lainnya. Ketiga, bidang tersebut merupakan tradisi turun temurun, sehingga kemampuan di bidang itu memberikan “rasa percaya diri (gengsi) tersendiri di kalangan mereka.[18]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KESIMPULAN

 

Bentuk-bentuk kesalahan pembelajar mencerminkan tahapan

perkembangan proses pemerolehan bahasa mereka, bentuk-bentuk kesalahan

juga menggambarkan urutan perkembangan pemerolehan bahasa

mereka.dengan kata lain, bentuk-bentuk kesalahan pembelajar yang ingin

menguasai bahasa asing mencerminkan penguasaan pemerolehan bahasa

mereka.

Analisa Kesalahan adalah kajian dan analisa mengenai kesalahan

berbahasa yang dilakukan oleh peserta didik atau pembelajar dalam

usahanya untuk menguasai bahasa target, analisa kesalahan dapat

dikategorikan sebagai sebuah metode ketika sampai pada taraf aplikasi

langsung antara pengajar dan pembelajar



[1] Suwarna Pringgawidagdelajara, Strategi Penguasaan Berbahasa, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2002) H 161

[2] HG.Tarigan, Pengajaran pemerolehan bahasa, (Jakarta: Dirjen Dikti,1988), h.273

 

[3] 1 Suwarna Pringgawidagdelajara, Strategi Penguasaan Berbahasa, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2002), h 161-162

[4] Dulay dkk. &Tarigan dalam Strategi Penguasaan Berbahasa

[5] Dulay dkk. &Tarigan dalam Strategi Penguasaan Berbahasa

[6] Dulay dkk. &Tarigan dalam Strategi Penguasaan Berbahasa

[7] Dulay dkk. &Tarigan dalam Strategi Penguasaan Berbahasa h 165-166

[8] Dulay dkk. &Tarigan dalam Strategi Penguasaan Berbahasa 165-166

[9] http://destiarya.blogspot.co.id/2011/10/tahlilul-akhtho-analisis-kesalahan.html

[10] https://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/14/analisis-kesalahan-berbahasa/

[11] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/

[12] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/

[13] http://destiarya.blogspot.co.id/2011/10/tahlilul-akhtho-analisis-kesalahan.html

[14] 1Suwarna Pringgawidagdelajara, Strategi Penguasaan Berbahasa, (Yogyakarta:

Adicita Karya Nusa, 2002), h.168-169

[15] https://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/14/analisis-kesalahan-berbahasa/

[16] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/

[17] Jos Danial Parera, Linguistik Terapan, (Jakarta; Erlangga, 1997), hlm.95

[18] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar

Introduction