PENDAHULUAN
Manusia
sebagai mahluk social tidak mungkin hidup sendiri dalam arti luas-, akan tetapi memerlukan
bantuan orang lain. manusia selalu hidup berkelompok, bekerjasama dan
berinteraksi diantara sesamanya. Interaksi merupakan perwujudan dari naluri
setiap orang untuk memenuhi kebutuhannya, dan salah satu cara untuk memenuhi
kebutuhan adalah dengan bekerja sama dan bergaul, saling tukar menukar
informasi serta pangalaman. Oleh karena itu untuk menyatakan isi gagasan atau
perasaan batinnya manusia mutlak memerlukan alat pengungkap yang sempurna, dan
alat itu adalah bahasa.
Dengan alasan memenuhi kebutuhan, seseorang
tidak hanya merasa cukup mengerti dan menguasai bahasa ibunya namun juga
mempunyai keinginan untuk menguasai bahasa asing lainnya, dan untuk menguasai
bahasa asing itu sendiri dibutuhkan proses pembelajaran. Menurut Suwarna
Pringgawidagda, ada dua tipe pembelajar bahasa dalam menguasai bahasa target
(bahasa yang ingin dikuasai. Kedua tipe itu adalah bahasa yang ingin dikuasai
secara formal (pembelajaran) dan bahasa yang ingin dikuasai secara informal
(pemerolehan). Setting formal ini dilakukan didalam kelas dan salah satu
lingkungan belajar yang memfokuskan pada penguasaan secara disadari terhadap
kaidah atau aturan - aturan bahasa target.
Dalam
proses kegiatan belajar, pembelajar berusaha menguasai bahasa target (bahasa
asing) seperti halnya penutur asli. Pembelajar yang berhasil secara ideal dapat
menguasai bahasa target menyamai kecakapan penutur asli orang dewasa. Akan
tetapi pada kenyataan nya tidaklah selalu demikian, bahasa pembelajar sering
ditandai oleh penyimpangan –
penyimpangan yang meliputi semua tataran bahasa. Tataran bahasa yang dimaksud
adalah morfologi, sintaksis, semantik, fonologi, leksikon dan wacana.
Penyimpangan
ini dapat terjadi ketika pembelajar ingin mempelajari bahasa apapun, demikian
juga halnya jika pembelajar berkeinginan untuk menguasai bahasa Arab sebagai
bahasa target/sasaran. Istilah penyimpangan tadi kemudian dikenal dengan
istilah kesalahan berbahasa.
BAB I
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA
Dalam
penelitian, menganalisis ialah memisah-misahkan data dan mengelompokannya
sesuai dengan rincian masalahnya masing-masing kemudian dibanding-bandingkan
antara satu dengan lainnya. Dengan demikian kita bisa memahami bahwa
menganalisis intinya ialah memisah - misahkan. Contohnya ketika kita melihat
seekor gajah, kemudian didalam fikiran kita memisah-misahkan bagian gajah itu
dengan mensifati kepalanya, menandai kaki, telinga dan badan nya serta lain
sebagainya maka sebenarnya kita sedang melakukan analisis terhadap gajah itu.
Contoh
di atas sesuai dengan pernyataan Poesporodjo yang mengatakan bahwa
mengklasifikasikan atau memisah-misahkan ialah pekerjaan budi kita untuk
menganalisis. Menganalisa atau memisah-misahkan adalah penting dalam ilmu
pengetahuan, karena untuk mengupas suatu persoalan kita harus dapat menangkap
bagian-bagiannya serta dapat mengurai unsur-unsurnya. Dengan kata lain untuk
memahami suatu persoalan, kita harus memisah-misahkan persoalan itu pada
bagian-bagian nya yang terkecil agar dapat lebih mudah memahami dan
mengetahuinya. Karena dengan kita memahami dan mengetahui bagian-bagiannya itu
kita akan dapat mengetahui keseluruhan persoalan.
Adapun
dalam studi pembelajaran bahasa, penyimpangan berbahasa biasa dibedakan menjadi
kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake).[1]
Atau ada juga yang menyebut error sebagai kesilapan berbahasa dan mistake
diterjemahkan sebagai kekeliruan, sedangkan Tarigan menyebutnya dengan
kegalatan.[2]
Sedangkan
menurut Corder ada dua macam kesalahan yang dibuat oleh peserta didik, yaitu:
a)
Bentuk-bentuk kesalahan berbahasa yang menunjukan adanya transitional
competence yang disebut error, dan
b) kesalahan-kesalahan yang sifatnya random,
tidak sistematis yang di sebut dengan mistake.
Selanjutnya
Corder menyebutkan bahwa kesalahan dalam kategori error mempunyai arti yang
penting yaitu:
-
bagi tenaga pengajar, dapat digunakan sebagai petunjuk seberapa banyak
penguasaan bahasa peserta didik dan aspek apa yang belum dikuasai
-
bagi peneliti, sebagai petunjuk bagaimana peserta didik menguasai aspek-aspek
tertentu dan strategi apa yang digunakan dalam pemerolehan bahasa; dan
-
bagi peserta didik sendiri, kesalahan itu merupakan bagian penting dari proses
belajarnya, karena kesalahan dapat dipakai sebagai alat untuk belajar Antara
kesalahan dan kekeliruan sulit untuk dibedakan tanpa mengadakan analisis yang
cermat.
Namun
menurut Baradja, kesalahan merupakan penyimpangan atau deviasi yang bersifat
ajek, sistematis dan menggambarkan kompetensi pembelajar pada tahap tertentu,
sedangkan menurut Corder, tipe kesalahan dapat berubah-ubah sesuai dengan
tataran pembelajar. Hal ini disebabkan kesalahan merefleksi pola bahasa
pembelajar ketika mempelajari bahasa target.
Sementara
itu kekeliruan merupakan penyimpangan yang bersifat tidak ajek, tidak
sistematis dan tidak menggambarkan kemampuan pembelajar pada tahap tertentu.
Kekeliruan dimaksud hanya disebabkan oleh faktor fisik, misalnya kelelahan dan
kelesuan atau faktor psikis lain, misalnya kesedihan, kegembiraan yang amat
sangat dan kemarahan yang meluap-luap. Dengan demikian kekeliruan hanya
berkaitan dengan performansi pembelajar.[3]
B. KLASIFIKASI
KESALAHAN BERBAHASA
Berdasarkan
taksonomi nya, kesalahan dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu: kesalahan
kategori linguistik, kesalahan performansi, kesalahan komparasi, kesalahan efek komunikasi.[4]
a) klasifikasi
kesalahan kategori linguistik kesalahan kategori linguistik meliputi kesalahan:
1)
fonologi, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan bunyi-bunyi bahasa, dalam
bahasa Arab hal ini terkait erat dengan makharij alhuruf
2)
morfologi, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan pemakaian tata bentuk kata
atau dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah sharaf
3)
sintaksis, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan pemakaian tata kalimat atau
dalam bahasa Arab lebih popular dengan istilah nahwu
4)
semantic, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan kesalahan pemakaian makna
bahasa yang dalam bahasa arab dikenal dengan istilah ilmu dilalah
5)
leksikon, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan pemakaian kosa kata dan
ungkapan
6)
kesalahan wacana, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan kesalahan ujaran dalam
suatu tema tertentu.
b) klasifikasi
kesalahan kategori performansi Kesalahan kategori performansi meliputi
kesalahan:
1)
menghindarkan atau menghilangkan butir-butir penting
2)
menambahkan suatu unsure yang mubadzir
3)
salah memformasikan butir-butir
4) salah menyusun butir-butir kebahasaan.[5]
Penghilangan
butir-butir penting ditandai dengan ketidak hadiran nya suatu unsur bahasa yang
seharusnya ada dalam suatu ujaran yang baik dan benar, dan pada umunya morfem
yang dihilangkan adalah morfem gramatikal daripada morfem penuh. Morfem
gramatikal dalam bahasa Arab bisa berupa huruf secara umum sedangkan morfem
penuh bisa berupa nomina (الإسم ,(verba (الفعل ,(adjektiva (الصفة (dan adverbia
(kata keterangan), bisa berupa keterangan waktu dan tempat.
Morfem
gramatikal mempunyai sedikit peranan dalam penyampaian makna suatu kalimat.
Karena peranannya yang sedikit itu jadi pembicara terkadang tanpa sadar telah
melakukan kesalahan denan menghilangkan morfem-morfem tertentu. Kesalahan ini
memang tidak dirasakan oleh partisipan karena makna kalimat masih dapat di
pahami.
Kesalahan
penambahan ganda ditandai oleh kehadiran suatu unsur bahasa yang seharusnya
tidak perlu dalam ujaran yang baik dan benar. Setiap bahasa memiliki kaidah,
misalnya kaidah fonologi, semantik, morfologi dan sintaksis. Kesalahan dalam
memformulasikan butir-butir tersebut diistilahkan oleh Ellis dengan
overgeneralisasi. adapun contoh overgeneralisasi dalam bahasa Inggris seperti
verba eat bukan menjadi ate pada bentuk ketiga (past) akan tetapi menjadi
eated, come menjadi comed bukan come dan put menjadi puted bukan put. Sedangkan
dalam bahasa Arab contoh overgeneralisasi adalah seperti bentuk jamak dari صالح
menjadi dan bentuk jama’ dari صالحون مسلم menjadi مسلمون maka seorang
pembelajar bisa saja melakukan kesalahan dengan mengatakan bentuk jama’ dari
kata عالم menjadi عالمون bukan علماء contoh lain juga seperti bentuk jamak dari
كتاب menjadi كتابون yang seharusnya كتب
Bentuk
kesalahan yang lain adalah salah susun. Salah susun ditandai oleh pemakaian
morfem atau struktur yang salah atau penempatan morfem yang tidak benar dalam
suatu ujaran. Contohnya dalam bahasa Inggris He is all the time late seharusnya
He is late all the time. [6]Sedangkan
contoh dalam ,محمد يذهب الى المكتب seharusnya الى المكتب محمديذهب seperti Arab
bahasa الجامعة الى يدرس محمود seharusnya الجامعة الى محمود يدرس
c) Klasifikasi Kategori Komparasi
Kesalahan
kategori komparasi didasarkan pada perbandingan antara struktur kesalahan
bahasa target dan tipe-tipe kontruksi lainnya. Kesalahan komparasi tersebut
meliputi:
1)
Kesalahan perkembangan adalah kesalahan yang sama dengan yang dibuat oleh
anak-anak yang belajar bahasa target sebagai bahasa ibu dan sebaliknya.
2)
Kesalahan antar bahasa adalah kesalahan yang semata-mata mengacu pada kesalahan
bahasa target yang mencerminkan struktur bahasa ibu, tanpa menghiraukan proses
internal atau kondisi eksternal yang menyebabkannya. Dalam perkembangannya,
kadang-kadang secara otomatis bahasa ibu turut campur tangan atau
berinterferensi dengan bahasa target yang sedang dipelajari, karena itu
interferensi merupakan salah satu faktor penyebab kesalahan berbahasa,interferensi
itu sendiri merupakan produk dari kedwibahahasaan yang berarti penggunaan dua
bahasa sebagai alat komunikasi. Seperti orang-orang Amerika keturunan Perancis,
Italia, Yahudi, Indian, Spanyol menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi
yaitu bahasa ibu (atau bahasa pertama) dan bahasa Inggris (atau bahasa kedua).
Begitu
pula dengan bangsa Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia apabila mereka
berkomunikasi antar suku. Didalam lingkungan keluarga atau sukunya, mereka
berkomunikasi dengan bahasa daerah seperti bahasa-bahasa Sunda, Jawa, Madura,
Bali, Bugis, Aceh, Melayu dan lain sebagainya.
Pada
umumnya kesalahan interferensi adalah kesalahan struktur kalimat atau frase
yang berekuevalen secara semantik antara bahasa ibu dengan bahasa target. Contoh
pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa target yang dipelajari oleh
pembelajar yang memiliki latar belakang bahasa ibu bahasa jawa, seperti: Ani
duduk dibelakang sendiri, seharusnya Ani duduk paling belakang. Atau sepedanya
Toni di curi orang, seharusnya sepeda Toni dicuri
orang.8[7]
Contoh
kasus seperti ini dalam bahasa Arab adalah penggunaan jumlah ismiyah yang lebih
banyak dalam karangan dari pada penggunaan jumlah fi’liyah, hal tersebut
sesungguhnya tidak dapat dikategorikan sebagai kesalahan berbahasa, hanya saja
sebagai contoh pengaruh pola pikir dan pengaruh dari bahasa ibu.
Interferensi
merupakan salah satu faktor penyebab kesalahan berbahasa, interferensi itu
sandiri merupakan produk dari kedwibahasaan. Kedwibahasaan terjadi kaarena
pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa mungkin melalui jalur pendidikan atau
pengajaran bahasa informal (dirumah, dilingkungan sekitar dan sebagainya) dan
jalur pendidikan atau jalur formal (di sekolah atau lembaga pendidikan yang
lain) ataupun melalui kedua jallur itu secara simultan
Memahami
kesalahan berbahasa tidak mungkin dilakukan secara tuntas tanpa pemahaman yang
baik terhadap interferensi, kedwibahasaan, pemerolehan bahasa dan pengajaran
bahasavyang erat berhubungan satu sama lain. Pada gilirannya pemahaman
kesalahan berbahasa memberikan umpan balik bagi penyempurnaan program
pengajaran bahasa.
3)
Kesalahan taksa atau ambiguous error adalah kesalahan yang mencerminkan bahasa
asli pembelajar, dan kata taksa disini tidak ada hubungannya dengan menduanya suatu makna.[8]
Misalnya dalam bahasa Arab ketika seseorang ingin mengungkapkan saya tidak
punya uang maka yang diungkapkannya dalam bahasa Arab adalah seharusnya لانقود أنا seharusnya نقود عندى ما
4) Kesalahan unik, kesalahan ini mencakup
bentuk-bentuk kesalahan yang tidak dapat digolongkan dalam kategori kesalahan
taksa ataupun kesalahan antar bahasa.
d) Klasifikasi Kategori Efek Komunikasi
Pusat perhatian dari klasifikasi kategori
kesalahan efek komunikasi adalah pembedaan kesalahan-kesalahan yang menyebabkan
salah komunikasi dan yang tidak menyebabkan salah komunikasi.10 Contohnya dalam
bahasa Arab: مسئلة؟ عندكم هل sesungguhnya yang dimaksud adalah سؤال؟ عندكم هل
ANALISA KESALAHAN
Analisis
kesalahan adalah analisis yang mendalam mengenai kesalahan-kesalahan pada
pelajar bahasa target. Dan ini mencakup tipe-tipe kesalahan berbahasa, dan
sebab-sebab kesalahan. Seorang guru yang baik wajib mengoreksi siswa saat ia
melihat adanya penyimpangan kebahasaan yang dilakukan oleh siswa tersebut. Ia
juga harus menemukan sumber serta penyebab terjadinya kesalahan-kesalahan itu.
Kesalahan-kesalahan yang telah ditemukan kemudian diklasifikasikan berdasarkan
sifat dan jenis kesalahannya lalu ditetapkan daerah kesalahannya.
Langkah-langkah yang dikerjakan oleh seorang guru inilah yang disebut dengan
analisis kesalahan.[9]
Menurut Piet Corder dalam
bukunya yang berjudul Introducing Applied Linguistics bahwa yang dimaksud
dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode berbahasa.
Pelanggaran ini bukan hanya bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda
kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode. Si pembelajar
bahasa belum menginternalisasikan kaidah bahasa (kedua) yang dipelajarinya.
Dikatakan oleh Corder bahwa baik penutur asli maupun bukan penutur asli
sama-sama mempunyai kemugkinan berbuat kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa
Arab adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang
meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa
Arab baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari sistem
ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Adapun sistem kaidah bahasa
Indonesia yang digunakan sebagai standar acuan atau kriteria untuk menentukan
suatu bentuk tuturan salah atau tidak adalah sistem kaidah bahasa baku.
Kodifikasi kaidah bahasa baku dapat kita lihat dalam buku Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia. Karakteristik bahasa baku antara lain adalah sebagai berikut.[10]
Corder (dalam Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan
itu mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang
bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan
tujuan yang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar
bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian
menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses
belajar-mengajar yang dilakukan.[11]
Dalam bukunya yang berjudul “Common Error in Language Learning”
H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah pemakaian
bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan (unwanted form) khususnya suatu
bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan guru pengajaran
bahasa.[12]
Corder
(1974. 122-154) mengatakan bahwa analisis kesalahan merupakan suatu aktivitas
yang mengkaji kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh seorang pelajar BT dalam
proses belajar mengajar BT tersebut
Menurut Ricahard & Sampson (1974), analisis kesalahan adalah kajian
kesalahan pelajar BT yang ditinjau dari 7 faktor penyebab kesalahan tersebut,
yaitu:
a)
Pengalihan bahasa (language transfer) pengaruh BS masih kuat sehingga belum
mampu mengungkapkan ide dalam BT dengan sempurna
b)
Pengalihan BT (intralingual interferences), generalisasi yang salah dalam
proses belajar mengajar BT
c)
Situasi linguistik karena latar belakang yang berbeda
d)
Modalitas (seberapa banyak pelajar menggunakan /mendengar dan kinerja siswa)
e)
Usia
f)
Kurang stabilitasnya antarbahasa seseorang, pemrolehan bahasa yang tidak sama
(fonologi, morfologi, dll) dari masing-masing individu
g)
Hierarki kesulitan yang semesta (universal).
Hendrickson
(1979) dan Corder (1967) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu berguna untuk
mengetahui beberapa hal mengenai kesalahan yang dibuat pelajar BT yakni:
(1)
kesalahan berguna sebagai tanda bahwa pelajar BT memang sungguh belajar,
(2)
kesalahan merupakan indikator bahwa ada kemajuan,
(3)
kesalahan memebrikan umpan balik tentag efetivitas materi ajar dan metode
penyajian oleh pengajar,
(4)
kesalahan menunjukan bagian-bagian mana dari suatu silabus bahasa yang belum
dipelajari dengan semprna, dan
(5)
kesalahan-kesalahan yang banyak dibuat dapat menjadi bahan untuk penulisan
latihan-latihan perbaikan[3].[13]
Adapun tujuan dari analisa kesalahan adalah:
- Untuk mengetahui bagaimana seseorang belajar
bahasa
-
Untuk menemukan seberapa baik dan benar seseorang mengetahui bahasa ajar
-
Untuk memperoleh informasi tentang kesulitan-kesulitan
biasa dalam belajar bahasa sebagai suatu sarana dalam pengajaran atau dalam
penyiapan materi pengajaran.11
STRATEGI PERLAKUAN
TERHADAP KESALAHAN (SPK)
Menurut
Wenden dan Rubin, Strategi perlakuan terhadap kesalahan memiliki enam
karakteristik yaitu:[14]
a)
Strategi perlakuan terhadap kesalahan berbahasa mengacu pada cara, prosedur,
dan tindakan khusus atau teknik yang dilakukan guru dalam memberikan perlakuan
terhadap kesalahan berbahasa yang diproduksi pembelajar.
b)
Beberapa strategi dapat diamati dan yang lainnya tidak dapat diamati. Yang
dapat diamati adalah tindakan yang tercermin dalam perilaku lingual dan visual,
sedangkan yang tidak dapat diamati misalnya proses mental yang ada dalam diri
guru berkaitan dengan strategi yang akan digunakan.
c)
Strategi yang berorientasi pada masalah, yaitu strategi pembetulan masalah
kesalahan berbahasa yang digunakan guru berorientasi pada jenis dan tipe
masalah kesalahan berbahasa yang terjadi.
d)
Strategi perlakuan terhadap kesalahan dapat mendukung pembelajaran bahasa
target, baik secara langsung maupun tidak langsung
e)
Strategi perlakuan terhadap kesalahan dapat diulang pada saat pembelajar lain
melakukan kesalahan yang sama
f)
Strategi perlakuan terhadap kesalahan berbahasa dapat diubah, misalnya
pembetulan kesalahan secara langsung diubah menjadi tidak langsung pada saat
terjadi kesalahan berikutnya, baik pada kesalahan sejenis atau tidak
C. METODE ANALISIS
KESALAHAN BERBAHASA
a.
Pit
Corder mengatakan bahwa analisis kesalahan
pada dasarnya merupakan cabang linguistik komparatif. Hal ini didasarkan
pada data dan metode analisis kesalahan. Tugas analisis kesalahan adalah
menjelaskan serta mendeskripsikan sistem lingistik bahasa siswa dan
membandingkannya dengan sistem linguistik B2 yang dipelajarinya.
Penyimpangan dalam penggunaan bahasa yang sedang dipelajari oleh
siswa, B2 atau bahasa asing disebabkan oleh kesalahan dan kekeliruan.
Kekeliruan bersifat sementara, tidak konsisten, dan perbaikannya dapat
dilakukan oleh siswa sendiri. Kesalahan bersifat agak permanen, sistematis, dan
perbaikannya memerlukan bantuan guru. Kesalahan itu sendiri terbagi atas
kesalahan yang tidak jelas terlihat dan kesalahan yang jelas terlihat. Kedua jenis kesalahan ini tidak
semata-mata melukiskan atau menandakan siswa benar atau salah, tetapi juga
menyatakan penggunaan sistem bahasa yang salah atau benar.
Kekeliruan kurang tepat dijadikan sebagai sumber data analisis
kesalahan karena sifatnya yang tidak konsisten dan terjadinya hanya sementara.
Oleh karena itu, bila siswa lebih sadar dan mawas diri, kekeliruan berbahasa
tersebut dapat diperbaiki oleh siswa yang bersangkutan. Sumber data Analisis
kesalahan yang paling cocok adalah kesalahan berbahasa baik kesalahan yang
dapat diamati dengan jelas maupun tidak. Oleh karena itu, sering dikatakan
bahwa kekeliruan tidak fungsional bagi pengajaran bahasa.
Penafsiran secara tepat ujaran siswa merupakan aspek yang paling
rawan dalam penerimaan linguistik siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
merekonstruksi ajaran bahasa secara tepat, menjodohkan ujaran yang salah dengan
pandangannya dalam bahasa ibu siswa. Bila hal itu dilakukan dengan meminta
siswa mengutarakan maksudnya dengan bahasa ibu, cara ini disebut cara
rekonstruksi otoritatif. Apabila karena sesuatu siswa tidak dapat berkonsultasi
dan peneliti hanya menyandarkan pemahamannya kepada maksud atau sistem
linguistik siswa, cara ini disebut rekonstruksi akal sehat.
Bahan-bahan yang terkumpul melalui kedua cara itu diolah kembali.
Hasil pengolahan itu menghasilkan deskripsi linguistik siswa. Kemudian, deskripsi linguistik itu
dilengkapi dengan penjelasan yan bersifat psikologis, misalnya menjelaskan
bagaimana startegi belajar yang digunakan oleh siswa, bagaimana proses belajar
bahasa secara secara umum. Hasil rekonstruksi linguistik yang digunakan oleh
siswa dapat dibandingkan denga sistem linguistik bahasa sasaran atau bahasa yan
dipelajari oleh siswa.[15]
Corder
(1974) menawarkan lima langkah analisis kesalahan yaitu:
a)
mengumpulkan contoh kesalahan dari pembelajar bahasa
b)
mengidentifikasi kesalahan pembelajar bahasa
c)
mendeskripsikan kesalahan pembelajar bahasa
d)
menjelaskan kesalahan pembelajar bahasa,dan
e)
mengevaluasi kesalahan pembelajar bahasa
Banyak
para ahli bahasa yang memberikan batasan tentang bahasa (اللغة / language) dari
berbagai sisi dan sudut pandangnya, sudah barang tentu setiap ahli berbeda-beda
cara dalam menyampaikannya. Salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Abdul
Khaer dengan mengutip dari Kridalaksana bahwa bahasa adalah suatu sistem lambang
bunyi yang arbriter yang digunakan oleh anggota manusia untuk bekerjasama
dengan orang lain berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri. Definisi ini
lebih menekankan pada sosok bahasa itu sendiri.
Senada
dengan definisi diatas, Joseph Broam seperti yang dikutip oleh Amsal Bahtiar
mengatakan bahwa bahasa adalah suatu system yang berstruktur dari simbol-simbol
bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh anggota suatu kelompok sosial sebagai
alat bergaul satu sama lain. Beberapa hal menarik yang dapat disimpulkan dari
batasan pengertian itu adalah;
a)
Bahasa adalah merupakan sistem
b)
Sebagai sistem, bahasa bersifat Arbitrer, dan
c)
Sebagai sistem arbitrer, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi, baik dengan
orang lain maupun dengan diri sendiri.
CONTOH ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA
Berikut
beberapa contoh kesalahan-kesalahan para pelajar dalam perspektif
gramatikal bahasa Arab, baik dari tinjauan morfonnya, juga dari kedudukan kata
dalam kalimat atau teks bahasa Arab.
1.
Pertama, kata Mã
aharru asy-syahr (ما أحرُّ الشهرُ), dengan men-dammah-kan huruf (ر)
adalah sebuah kesalahan. Yang benar harus di-fathah-kan. Sengaja penulis
mengarsipkan contoh tersebut. Karena kesalahan ini merupakan fenomena
cikal-bakal perintisan ilmu bahasa Arab; menjadi salah satu indikator munculnya
ilmu Nahwu. Sebagaimana dilakoni oleh Abu Aswad Adduali dan putrinya.
2.
pada kalimat Nabhats
maudû’al jadîd (نَبْحَثُ مَوْضُوْعَ اْلجَدِيْدَ ).
Dalam kaidah ilmu nahwu, kalimat tersebut disebut na’at man’ut, atau
penyifatan. Na’at adalah sifat, sedangkan man’ut adalah yang disifati. Kata (اْلجَدِيْد )
menjadi sifat, sedangkan (مَوْضُوْعَ ) adalah yang disifati. Dalam kaidahnya,
kata sifat harus mengikuti kata yang disifati, pada semua aspeknya. Jika kata
yang disifati mudzakkar, maka sifatnya juga harus mudzakar; jika
yang disifati nakirah, demikian juga sifatnya harus dari nomina nakirat.
Dalam kalimat di atas, kata (مَوْضُوْعَ) adalah nomina mudzakkar yang nakirah,
maka seharusnya kata (اْلجَدِيْد) sebagai sifat harus juga nomina yang mudzakar-nakirah.
Maka yang benar susunan kalimat tersebut adalah Nabhats maudû’an
jadîdan (نَبْحَثُ مَوْضُوْعاً جَدِيْداً ).
3.
kalimat Urîdu
ata’allamu ( أُرِيْدُ أَتَعَلَّمُ) adalah kesalahan yang kerap kali dijumpai
pelajar dalam penyusunan kalimat Arab. Kalimat tersebut terdiri dari dua kata
kerja: urîdu (mau/ menginginkan), dan ata’allamu (saya belajar).
Dalam kaidah bahasa Arab, dua kata kerja seperti itu harus dipisahkan dengan harf
nasb (أَنْ). Maka kalimat tersebut seharusnya Urîdu an ata’allama (
أُرِيْدُ
أَنْ أَتَعَلَّمَ).[16]
Pada
dasarnya, bahasa Arab adalah bahasa yang simpel. Perubahan kata-katanya sangat
sistimatis. Dalam kata kerja, umpamanya, perhitungan waktu sangat sistematis.
Tanpa harus ditambah kata penegasan waktu lampai, saat ini atau yang akan
datang, dengan kaidah yang berlaku, seseorang sudah mafhum dengan waktu yang
dimaksud penutur. Jika ingin mengatakan sudah melakukan sesuatu, penutur
bahasa Arab tidak usah penambahkan kata sudah, sebagaimana bahasa
Indonesia. Maka pada contoh kalimat Ana khãlas ãkulu ( أَناَ خَلاَصْ آكُلُ), yang maksudnya saya
sudah makan, penutur cukup menggunakan fi’il madi dari kata ( آكل ), menjadi ( … أَكَلْتُ
)
Pada
kalimat man
yadribu anta ( مَنْ يَضْرِبُ أَنْتَ
), itu juga salah. Yang benar adalah man yadribuka ( مَنْ يَضْرِبُكَ ). Dalam kaidah nahwu dibedakan antara
kata ganti yang menjadi subjek dan objek. Jika anta adalah kata ganti orang kedua mudzakkar
untuk subjek, maka ka adalah kata ganti oarng kedua mudzakkar
untuk keduduan objek.
Pada
contoh kesalahan selanjutnya, berkaitan dengan kaidah bilangan (‘adad).
Dalam kaidah bahasa arab, dibedakan antara bilangan nominal dan bertingkat.
Bilangan nominal satu, misalnya, berbeda dengan kata
kesatu.
Jika yang pertama wãhidun, untuk mudzakkar,
dan wãhidatun
untuk muannas;
maka bilangan bertingkatnya menjadi al-awwal dan al-ûla.
Maka kalimat di atas yang semuala Ana tãlibul faslil wahîd (أَناَ طَاِلبُ الْفَصْلِ الْواَحِدِ ), yang benar adalah Ana
tãlibul faslil awwali ( أَناَ طَالِبُ
الْفَصْلِ اْلأَوَّلِ )
Pada
contohh 2.7., adalah contoh kesalahan penutur karena tidak mencermati kaidah
bahasa Arab berkaitan syart dan jawabu
al-syart. Selain itu, penutur kurang mencermati cara penggunaan
antara fi’il
madi dan mudari’. Untuk kalimat Anta
tanjahu idza tata’allam ( أَنْتَ تَنْجَهُ
إِذاَ تَتَعَلَّمُ ), seharusnya menjadi tanjahu
idza ta’allamta ( تَنْجَحُ إِذاَ
تَعَلَّمْتَ ), atau in tata’allam tanjah ( إِنْ تَتَعَلَّمْ تَنْجَحْ ).[3]
APLIKASI DAN
MANFAAT PENGGUNAN METODE ANALISIS
KESALAHAN BERBAHASA
Pembetulan
kesalahan berbahasa dalam pembelajaran sebaiknya tidak di dominasi oleh guru karena kurang
menguntungkan dalam proses belajar mengajar bahasa target, karena itu dalam
aplikasinya method ini dapat divariasikan sebagai berikut:[17]
Pertama,
guru membetulkan kesalahan, sedangkan pembelajar hanya mengikuti atau
memperhatikan langkah guru,
Kedua,
guru bersama-sama dengan pembelajar membetulkan kesalahan, artinya pembelajar
membetulkan kesalahan dengan bimbingan guru,
Ketiga,
sesama pembelajar saling membetulkan kesalahan
diantara temannya, sedangkan guru memotivasi dan sekedar mengawasi,
Keempat,
guru memberikan penguatan apabila betul dan
membetulkan jika semua pembelajar tidak mampu membetulkan kesalahan yang
terjadi
Kelima,
pembelajar yang membuat kesalahan itu sendiri berusaha
membetulkan kesalahannya. Guru dapat memberi petunjuk atau menyerahkan sepenuhnya
kepada pembelajar untuk membetulkan kesalahan yang telah diperbuat
Kekurangan
metode ini adalah ketika guru membetulkan kesalahan pembelajar secara langsung
yang mungkin akan berdampak psikologis pada pembelajar yang melakukan kesalahan
berbahasa tersebut. Sedangkan kelebihan metode ini adalah seperti disinyalir
oleh paraahli bahasa bahwa:14
-
Analisa kesalahan tidak mengalami keterbatasan penjelasan dan dapat
menunjukan
banyak tipe kesalahan yang dilakukan para siswa
-
Analisa kesalahan menyajikan data yang actual dan problem yang
konkret,
karena itu ia lebih ekonomis dan efisien dibandingkan dengan
anallisa
kontrastif
-
Analisa kesalahan tidak dihadapkan dengan teori dan hipotesis yang
rumit.
Dengan
diadakannya analisis kesalahan berbahasa dapat membantu guru untuk mengetahui
jenis kesalahan yang dibuat, daerah kesalahan, sifat kesalahan, sumber
kesalahan, serta penyebab kesalahan. Bila guru telah menemukan
kesalahan-ke-salahan, guru dapat mengubah metode dan teknik mengajar yang
digunakan, dapat menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas, dapat menyusun
rencana pengajaran remedial, dan dapat menyusun program pengajaran bahasa itu
sendiri. Dengan demikian jelas bahwa antara analisis kesalahan dengan bidang
kajian yang lain, misalnya pengelolaan kelas, interaksi belajar-mengajar,
perencanaan pengajaran, pengajaran remedial, penyusunan ujian bahasa, dan
bahkan pemberian pekerjaan rumah ada hubungan timbal balik.
Khusus untuk
guru, analisis kesalahan dapat digunakan untuk:
1.
menentukan
urutan sajian.
2.
menentukan
penekanan-penekanan dalam penjelasan dan latihan.
3.
memperbaiki
pengajaran remedial.
4.
memilih
butir-butir yang tepat untuk mengevaluasi penggunaan bahasa siswa (Pateda,
1989:36).
Corder (dalam
Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu mempunyai dua tujuan,
yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang bersifat praktis tidak
berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan tujuan yang bersifat
teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar bahasa kedua. Bagi
seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian menganalisisnya.
Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses belajar-mengajar yang
dilakukan.
Dengan
memperhatikan tujuan di atas, seorang guru yang akan menerapkan analisis kesalahan
tentu hams memiliki pengetahuan kebahasaan yang memadai. Dia harus paham benar
tata bahasa yang baku dan berlaku. Misalnya tentang kebakuan pelafalari,
tulisan (ejaan), bentukan kata, dan tata kalimatnya. Dalam hal ini guru
dihadapkan pada dua persoalan, yaitu apa yang salah dan bagaimana
memperbaikinya.
Pengetahuan
yang cukup memadai sangat diperlukan oleh seorang guru. Lebih-lebih pengetahuan
dan pemahaman tata bahasa. Senada dengan yang diucapkan Corder, Tarigan
(1990:77) mengatakan bahwa tujuan analisis kesalahan itu bersifat aplikatif dan
teoretis. Aplikatif mengurangi dan memperbaiki kesalahan berbahasa siswa.
Teoretis mengharapkan pemeroleh-an bahasa siswa pada gilirannya dapat
memberikan pemahaman ke arah proses pemerolehan bahasa secara umum.
METODE
PEMBELAJARAN YANG SESUAI UNTUK MENGATASI MASALAH KESALAHAN BERBAHASA.
Untuk
meminimalisai adanya kesalahan berbahasa arab di bidang morfologi (kata),
diperlukan sebuah metode yang tepat. Kami merekomendasikan metode pengajaran
bahasa Arab tradisional.
Metode
pengajaran bahasa Arab tradisional adalah metode pengajaran bahasa Arab yang
terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu” sehingga belajar bahasa Arab berarti
belajar secara mendalam tentang seluk-beluk ilmu bahasa Arab, baik aspek
gramatika/sintaksis (Qowaid nahwu), morfem/morfologi (Qowaid as-sharf) ataupun
sastra (adab).
Metode yang
berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan tersebut adalah Metode qowaid dan
tarjamah. Metode tersebut mampu bertahan beberapa abad, bahkan sampai sekarang
pesantren-pesantren di Indonesia, khususnya pesantren salafiah masih menerapkan
metode tersebut. Hal ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: Pertama,
tujuan pengajaran bahasa arab tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu
dan ilmu sharaf.
1.
1.
Metode Qowa’id dan tarjamah (Tariiqatul al Qowaid Wa Tarjamah)
Penerapan
metode ini lebih cocok jika tujuan pengajaran bahasa Arab adalah sebagai
kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan untuk memiliki
kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta memahami apa
yang terkandung di dalam tulisan-tulisan atau buku-buku teks, terutama buku
Arab klasik. Ciri metode ini adalah:
1.
Peserta didik
diajarkan membaca secara detail dan mendalam tentang teks-teks atau naskah
pemikiran yang ditulis oleh para tokoh dan pakar dalam berbagai bidang ilmu
pada masa lalu baik berupa sya’ir, naskah (prosa), kata mutiara (alhikam),
maupun kiasan-kiasan (amtsal).
2.
Penghayatan
yang mendalam dan rinci terhadap bacaan sehingga peserta didik memiliki
perasaan koneksitas terhadap nilai sastra yang terkandung di dalam bacaan.
(bahasa Arab – bahasa ibu).
3.
Menitikberatkan
perhatian pada kaidah gramatika (Qowa’id Nahwu/Sharaf) untuk menghafal dan
memahami isi bacaan.
4.
Memberikan
perhatian besar terhadap kata-kata kunci dalam menerjemah, seperti bentuk kata
kiasan, sinonim, dan meminta peserta didik menganalisis dengan kaidah
gramatikal yang sudah diajarkannya (mampu menerjemah bahasa ibu ke dalam Bahasa
Arab)
5.
Peserta tidak
diajarkan menulis karangan dengan gaya bahasa yang serupa / mirip, dengan gaya
bahasa yang dipakai para pakar seperti pada bacaan yang telah dipelajarinya.
Selain
ciri-ciri di atas, masih ada cirri-ciri lain pernggunaan metode Nahwu wa
Tarjamah (tata bahasa dan terjemah) yang bisa dijelaskan, seperti yang
dirangkum Jack C. Richards dan Theodore S Rodgers, yaitu sebagai beriku:
1.
Tujuan telaan
bahasa asing adalah mempelajari sesuatu bahasa agar dapat membaca susatranya
atau agar dapat menarik keuntungan dari disiplin mental dan perkembangan
intelektual yang timbul dari telaah bahasa asing itu. Terjemahan tata bahasa
adalah suatu cara menelaah bahasa yang mendekati bahasa tersebut pertama-tama
melalui kaidah-kaidah tata bahasanya secara terperinci, diikuti oleh penerapan
pengetahuan ini pada tugas penerjemahan kalimat-kalimat dan teks-teks ke dalam
dan dari bahasa sassaran. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa dipandang
sebagai yang terdiri dari upaya yang melebihi serta memanipulasi morfologi dan
sintaksis bahasa asing tersebut. Bahasa pertama diperlakukan sebagai sistem
acuan dalam pemerolehan bahasa kedua.
2.
Membaca dan
menulis merupakan fokus utama atau sasaran pokok, bahkan sering tidak ada
perhatian sistemik pada belajar berbicara dan menyimak.
3.
Pemilihan
kosakata semata-mata didasarkan pada teks-teks bacaan yang digunakan, dan
kata-kata yang diajarkan melalui daftar-daftar kata dwibahasa, telaah kamus dan
hafalan. Dalam teks terjemahan tata bahasa yang khas, kaidah-kaidah tata bahasa
pun disajikan dan diilustrasikan, suatu daftar butir-butir kosakata disajikan
dengan padanan-padanan terjemahannya, dan latihan-latihan terjemahan
ditetapkan.
4.
Kalimat
merupakan unit dasar pengajaran dan praktik/latihan bahasa. Kebanyakan dari jam
pelajaran diperuntukkan bagi penerjemahan kalimat-kalimat ke dan bahasa sasaran
dan justru terfokus terhadap kalimat inilah yang merupakan cirri khusus metode
ini.
5.
Kecermatan dan
ketepatan sangat ditentukan. Para siswa diharapkan dapat mencapai norma-norma
atau standar yang tinggi dalam terjemahan, karena prioritas utama yang
diberikan pada norma-norma ketepan dan kecermatan yang tinggi yang merupakan
prasyarat bagi kelulusun sejumlah besra ujian tulis formal yang berkembang
selama abad ini.
6.
Tata
bahasa diajarkan secara deduktif, dengan penyajian dan pengkajian kaidah-kaidah
tata bahasa, yang kemudian dipraktikkan melalui latihan-latihan terjemahan.
Dalam kebanyakan teks terjemahan tata bahasa, suatu silabus diikuti dengan baik
demi pengurutan butir-butir tata bahasa di seleruh teks dan ada upaya untuk mengajarkan
tata bahasa dengan dan dalam suatu cara yang tersusun rapi dan sistemik.
7.
Bahasa asli/ibu
siswa merupakan media pengajaran. Bahasa tersebut dipakai untuk menjelaskan
butir-butir atau hal baru dan untuk memudahkan pembuatan perbandingan antara
bahasa asing dan bahasa ibu siswa.
Kedua kemampuan ilmu
nahwu dianggap sebagai syarat mutlak sebagai alat untuk memahami teks/kata
bahasa Arab klasik yang tidak memakai harakat, dan tanda baca lainnya. Ketiga,
bidang tersebut merupakan tradisi turun temurun, sehingga kemampuan di bidang
itu memberikan “rasa percaya diri (gengsi) tersendiri di kalangan mereka.[18]
KESIMPULAN
Bentuk-bentuk kesalahan pembelajar
mencerminkan tahapan
perkembangan proses pemerolehan bahasa
mereka, bentuk-bentuk kesalahan
juga menggambarkan urutan perkembangan
pemerolehan bahasa
mereka.dengan kata lain, bentuk-bentuk
kesalahan pembelajar yang ingin
menguasai bahasa asing mencerminkan
penguasaan pemerolehan bahasa
mereka.
Analisa Kesalahan adalah kajian dan
analisa mengenai kesalahan
berbahasa yang dilakukan oleh peserta
didik atau pembelajar dalam
usahanya untuk menguasai bahasa target,
analisa kesalahan dapat
dikategorikan sebagai sebuah metode
ketika sampai pada taraf aplikasi
langsung antara pengajar dan pembelajar
[1] Suwarna Pringgawidagdelajara, Strategi Penguasaan Berbahasa,
(Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2002) H 161
[2] HG.Tarigan, Pengajaran pemerolehan bahasa, (Jakarta: Dirjen
Dikti,1988), h.273
[3] 1 Suwarna Pringgawidagdelajara, Strategi Penguasaan Berbahasa, (Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa, 2002), h 161-162
[4] Dulay dkk. &Tarigan dalam Strategi
Penguasaan Berbahasa
[5] Dulay dkk. &Tarigan dalam Strategi
Penguasaan Berbahasa
[6] Dulay dkk. &Tarigan dalam Strategi
Penguasaan Berbahasa
[7] Dulay dkk. &Tarigan dalam Strategi
Penguasaan Berbahasa h 165-166
[8] Dulay dkk. &Tarigan dalam Strategi
Penguasaan Berbahasa 165-166
[9] http://destiarya.blogspot.co.id/2011/10/tahlilul-akhtho-analisis-kesalahan.html
[10] https://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/14/analisis-kesalahan-berbahasa/
[11] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/
[12] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/
[13] http://destiarya.blogspot.co.id/2011/10/tahlilul-akhtho-analisis-kesalahan.html
[14] 1Suwarna
Pringgawidagdelajara, Strategi Penguasaan Berbahasa, (Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa, 2002), h.168-169
[15] https://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/14/analisis-kesalahan-berbahasa/
[16] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/
[17] Jos Danial Parera, Linguistik
Terapan, (Jakarta; Erlangga, 1997), hlm.95
[18] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
0 komentar:
Posting Komentar