Minggu, 29 Januari 2023 | By: namakuameliya

METODE ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA..

 

METODE ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA..

A.    Pengertian Analisis Baha,,,,,

Bagi kalangan non-Arab (‘ajam) secara umum, bahasa Arab masih terkesan sulit dan rumit. Padahal, secara linguistik, setiap bahasa di dunia ini memiliki dua sisi berbeda: kesulitan dan sisi kemudahannya sekaligus. Hal ini tergantung pada karakteristik (khashais) sistem bahasa itu, baik dari segi fonologi, morfologi, maupun sintaksis dan simantiknya. sekarang banyak pemakai bahasa yang tidak menyadari bahwa bahasa yang digunakan tidak benar atau masih terdapat kesalahan-kesalahan. Dengan diadakan analisis kesalahan berbahasa ini diharapkan para pelajar mahasiswa yang berada pada jurusan bahasa khususnya dapat mengetahui kesalahan yang seringkali dilakukan serta berusaha untuk segera memperbaikinya yang kelak  diharapkan akan menjadi guru yang profesional.

Analisis kesalahan lahir sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap analisis kontrastif. Salah satu tokohnya ialah Jack C. Richards. Dia berpendapat bahwa unsur “ramalan” pada analisis kontrastif tidaklah selalu benar kecuali pada tingkat fonologi. Meskipum demikian, aktivitas analisis kesalahan ini dapat menjadi pelengkap aktivitas analisis kontrastif

Analisis kesalahan adalah analisis yang mendalam mengenai kesalahan-kesalahan pada pelajar bahasa target. Dan ini mencakup tipe-tipe kesalahan berbahasa, dan sebab-sebab kesalahan. Seorang guru yang baik wajib mengoreksi siswa saat ia melihat adanya penyimpangan kebahasaan yang dilakukan oleh siswa tersebut. Ia juga harus menemukan sumber serta penyebab terjadinya kesalahan-kesalahan itu. Kesalahan-kesalahan yang telah ditemukan kemudian diklasifikasikan berdasarkan sifat dan jenis kesalahannya lalu ditetapkan daerah kesalahannya. Langkah-langkah yang dikerjakan oleh seorang guru inilah yang disebut dengan analisis kesalahan.[1]

 

Menurut  Piet Corder dalam bukunya yang berjudul Introducing Applied Linguistics bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode berbahasa. Pelanggaran ini bukan hanya bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode. Si pembelajar bahasa belum menginternalisasikan kaidah bahasa (kedua) yang dipelajarinya. Dikatakan oleh Corder bahwa baik penutur asli maupun bukan penutur asli sama-sama mempunyai kemugkinan berbuat kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa Arab adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa Arab baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Adapun sistem kaidah bahasa Indonesia yang digunakan sebagai standar acuan atau kriteria untuk menentukan suatu bentuk tuturan salah atau tidak adalah sistem kaidah bahasa baku. Kodifikasi kaidah bahasa baku dapat kita lihat dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Karakteristik bahasa baku antara lain adalah sebagai berikut.[2]

Corder (dalam Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan tujuan yang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses belajar-mengajar yang dilakukan.[3]

Dalam bukunya yang berjudul “Common Error in Language Learning” H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan (unwanted form) khususnya suatu bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan guru pengajaran bahasa.[4]

Corder (1974. 122-154) mengatakan bahwa analisis kesalahan merupakan suatu aktivitas yang mengkaji kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh seorang pelajar BT dalam proses belajar mengajar BT tersebut[2].

     Menurut Ricahard & Sampson (1974), analisis kesalahan adalah kajian kesalahan pelajar BT yang ditinjau dari 7 faktor penyebab kesalahan tersebut, yaitu:

a)      Pengalihan bahasa (language transfer) pengaruh BS masih kuat sehingga belum mampu mengungkapkan ide dalam BT dengan sempurna

b)      Pengalihan BT (intralingual interferences), generalisasi yang salah dalam proses belajar mengajar BT

c)      Situasi linguistik karena latar belakang yang berbeda

d)     Modalitas (seberapa banyak pelajar menggunakan /mendengar dan kinerja siswa)

e)      Usia

f)       Kurang stabilitasnya antarbahasa seseorang, pemrolehan bahasa yang tidak sama (fonologi, morfologi, dll) dari masing-masing individu

g)      Hierarki kesulitan yang semesta (universal).

Hendrickson (1979) dan Corder (1967) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu berguna untuk mengetahui beberapa hal mengenai kesalahan yang dibuat pelajar BT yakni:

(1)   kesalahan berguna sebagai tanda bahwa pelajar BT memang sungguh belajar,

(2)   kesalahan merupakan indikator bahwa ada kemajuan,

(3)   kesalahan memebrikan umpan balik tentag efetivitas materi ajar dan metode penyajian oleh pengajar,

(4)   kesalahan menunjukan bagian-bagian mana dari suatu silabus bahasa yang belum dipelajari dengan semprna, dan

(5)   kesalahan-kesalahan yang namyak dibuat dapat menjadi bahan untuk penulisan latihan-latihan perbaikan[3].[5]

 

 

B.    Jenis kesalahan berbahasa

Berdasarkan komponen bahasa, kesalahan berbahasa dikomponenkan menjadi:

(a)       kesalahan pada tataran fonologi,

Kesalahan   berbahasa   Indonesia   dalam   bidang   fonologi

   pertama-tama

dipandang dari penggunaan bahasa apakah secara lisa

n dan apakah secara tulisan.

Baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan dikaitkan d

engan tataran fonologi. Dari

kombinasi kedua sudut pandang itu kita temukan anek

a jenis kesalahan berbahasa.

Ada  kesalahan  berbahasa  karena  perubahan  pengucapan

  fonem,  penghilangan

fonem,  penambahan  fonem,  salah  meletakkan  penjedaan

  dalam  kelompok  kata

dan  kalimat.  Di  samping  itu  kesalahan  berbahasa  dal

am  bidang  fonologi  dapat

pula disebabkan oleh perubahan bunyi diftong menjad

i bunyi tunggal atau fonem

tunggal.

Analisis Kesalahan Berbahasa

28

Drs. Dian Indihadi, M.Pd.

Sebagian   besar   kesalahan   berbahasa   Indonesia   di   bid

ang   fonologi

berkaitan  dengan  pengucapan.  Tentu  saja  bila  kesala

han  berbahasa  lisan  ini

dituliskan maka jadilah kesalahan berbahasa itu dal

am bahasa tulis. Sekarang mari

kita   perhatikan   sebab,   contoh,   dan   penjelasan   sekil

as   mengenai   kesalahan

berbahasa Indonesia dalam bidang fonologi tersebut.

Ada  berbagai  kesalahan  berbahasa   Indonesia  dalam  bi

dang   fonologi.

Dalam  setiap  kesalahan  berbahasa  itu  tersirat  sebab

  atau  penyebab  kesalahan

berbahasa  tersebut.  Misalnya,  kata

akan

  diucapkan

aken

  menunjukkan  penyebab

kesalahan  fonem  /a/  diucapkan  /e/.  Kata

keliru

  diucapkan

keleru

  menunjukkan

penyebab   kesalahan   fonem   /i/   diucapkan   /e/.   Kata

kalau

   diucapkan

kalo

menunjukkan  bahwa  kesalahan  berbahasa  itu  disebabka

n  bunyi  diftong  /au/

diucapkan  sebagai  /o/.  Hal  yang  hampir  sama  terdapa

t  pula  dalam  pengucapan

aktif

  menjadi

aktiv

,

variasi

  menjadi

fariasi

,

ubah

  menjadi

obah

,

stasiun

  menjadi

stasion

,

pantai

  menjadi

pante

,

dahsyat

  menjadi

dahsat

,

tega

  menjadi

tega

.

Penyebab  lain  dalam  kesalahan  berbahasa  Indonesia  p

ada  bidang  fonologi  ini

adalah  penghilangan  atau  penambahan  fonem  tertentu.

  Misalnya,  kata  gaji,  sila,

dan  biji  diucapkan  dan  dituliskan  menjadi  gajih,  si

lahkan,  dan  bijih  (besi).  Atau

kata  hilang,  haus,  dan  hembus  diucapkan  dan  ditulis

kan  menjadi  ilang,  aus,  dan

embus.

Di  samping  jenis  kesalahan  dan  penyebab  kesalahan  b

erbahasa  bidang

fonologi tersebut di atas  masih dijumpai jenis kesa

lahan dan penyebab kesalahan

berbahasa    lainnya.    Misalnya    kesalahan    dalam    meletak

kan    jeda    tatkala

mengucapkan kelompok  kata atau kalimat. Kesalahan l

ain dalam penekanan kata

dalam  kalimat.  Misalnya  tekanan  kata  dijatuhkan  pad

a  suku  pertama  setiap  kata;

atau  sebaliknya,  tekanan  kata  dalam  kalimat  dijatuh

kan  pada  suku  akhir  setiap

kata.

Pengucapan  dan  penulisan  tidak  selalu  sejalan  dalam

  bahasa  Indonesia.

Hal  ini  terbukti  dalam  pemenggalan  kata.  Bila  bahas

a  ujaran  yang  dijadikan

patokan  maka  kata  belajar  dapat  dipenggal  menjadi  b

ela-jar,  be-lajar,  atau  be-la-

jar.  Ternyata  pemenggalan  itu  salah.  Seharusnya  kat

a  belajar  dipenggal  menjadi

Analisis Kesalahan Berbahasa

29

Drs. Dian Indihadi, M.Pd.

bel-ajar,  bela-jar,  atau  be-a-jar.  Kata  kelanjutan

diucapkan  kelan-ju-tan  tetap

pemenggalan atas suku katanya adalah ke-lan-jut-an.

Berikut ini disajikan berbagai kesalahan berbahasa

dalam bidang fonologi.

Perlu   ditambahkan   bahwa   dalam   setiap   jenis   kesalaha

n   tersirat   penyebab

kesalahan berbahasa tersebut[6]

(b)       (b)   kesalahan pada tataran morfologi,

Morfologi merupakan bagian dari linguistik yang berhubungan dengan kajian kata, struktur internalnya dan sebagian maknanya. Morfologi juga mencakup bagaimana pengguna sebuah bahasa tertentu memahami kata-kata kompleks dan menemukan item-item leksikal yang baru. Karena morfologi berkaitan dengan bentuk-bentuk kata maka morfologi juga berhubungan dengan fonologi (yang menunjukkan bagaimana kata dilafalkan), dan terkait pula dengan kajian leksikal karena pola-pola yang diteliti yang dikaji oleh morfologi digunakan untuk membentuk kata-kata baru.

Lebih jauh, morfologi juga berhubungan dengan semantik karena memiliki kaitan dengan makna kata. Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (kimia) perlu memahami zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu yang efektif. Sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Arab perlu memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar.[7]

Contoh :

ada bagian ini, Kami sengaja menggabung data kesalahan berbahasa dalam tinjauan morfologi dan sintaksis. Selain alasan efisiensi, kedua kajian linguistik ini memang mengarah pada gramatikal bahasa. Morfologi atau ilmu sharraf membahasa klasifikasi morfom, macam-macamnya, makna dan fungsinya.

Sedangkan sintaksis atau ilmu nahwu membahas seputar hukum dan kedudukan kata yang terdapat dalam kalimat atau teks, pembagian kalimat dan sebaganya.

Kami akan memaparkan kesalahan-kesalahan para pelajar  dalam perspektif gramatikal bahasa Arab, baik dari tinjauan morfonnya, juga dari kedudukan kata dalam kalimat atau teks bahasa Arab.

  1. Pertama, kata Mã aharru asy-syahr (ما أحرُّ الشهرُ), dengan men-dammah-kan huruf (ر) adalah sebuah kesalahan. Yang benar harus di-fathah-kan. Sengaja penulis mengarsipkan contoh tersebut. Karena kesalahan ini merupakan fenomena cikal-bakal perintisan ilmu bahasa Arab; menjadi salah satu indikator munculnya ilmu Nahwu. Sebagaimana dilakoni oleh Abu Aswad Adduali dan putrinya.
  2. pada kalimat Nabhats maudû’al jadîd (نَبْحَثُ مَوْضُوْعَ اْلجَدِيْدَ ). Dalam kaidah ilmu nahwu, kalimat tersebut disebut na’at man’ut, atau penyifatan. Na’at adalah sifat, sedangkan man’ut adalah yang disifati. Kata (اْلجَدِيْد ) menjadi sifat, sedangkan (مَوْضُوْعَ ) adalah yang disifati. Dalam kaidahnya, kata sifat harus mengikuti kata yang disifati, pada semua aspeknya. Jika kata yang disifati mudzakkar, maka sifatnya juga harus mudzakar; jika yang disifati nakirah, demikian juga sifatnya harus dari nomina nakirat. Dalam kalimat di atas, kata (مَوْضُوْعَ) adalah nomina mudzakkar yang nakirah, maka seharusnya kata (اْلجَدِيْد) sebagai sifat harus juga nomina yang mudzakar-nakirah. Maka yang benar susunan kalimat tersebut adalah Nabhats maudû’an jadîdan (نَبْحَثُ مَوْضُوْعاً جَدِيْداً ).
  3. kalimat Urîdu ata’allamu ( أُرِيْدُ أَتَعَلَّمُ) adalah kesalahan yang kerap kali dijumpai pelajar dalam penyusunan kalimat Arab. Kalimat tersebut terdiri dari dua kata kerja: urîdu (mau/ menginginkan), dan ata’allamu (saya belajar). Dalam kaidah bahasa Arab, dua kata kerja seperti itu harus dipisahkan dengan harf nasb (أَنْ). Maka kalimat tersebut seharusnya Urîdu an ata’allama ( أُرِيْدُ أَنْ أَتَعَلَّمَ).[8]

 

Pada dasarnya, bahasa Arab adalah bahasa yang simpel. Perubahan kata-katanya sangat sistimatis. Dalam kata kerja, umpamanya, perhitungan waktu sangat sistematis. Tanpa harus ditambah kata penegasan waktu lampai, saat ini atau yang akan datang, dengan kaidah yang berlaku, seseorang sudah mafhum dengan waktu yang dimaksud penutur. Jika ingin mengatakan sudah melakukan sesuatu, penutur bahasa Arab tidak usah penambahkan kata sudah, sebagaimana bahasa Indonesia. Maka pada contoh kalimat Ana khãlas ãkulu ( أَناَ خَلاَصْ آكُلُ), yang maksudnya saya sudah makan, penutur cukup menggunakan fi’il madi dari kata ( آكل ), menjadi ( … أَكَلْتُ )

Pada kalimat man yadribu anta ( مَنْ يَضْرِبُ أَنْتَ ), itu juga salah. Yang benar adalah man yadribuka ( مَنْ يَضْرِبُكَ ). Dalam kaidah nahwu dibedakan antara kata ganti yang menjadi subjek dan objek. Jika anta adalah kata ganti orang kedua mudzakkar untuk subjek, maka ka adalah kata ganti oarng kedua mudzakkar untuk keduduan objek.

Pada contoh kesalahan selanjutnya, berkaitan dengan kaidah bilangan (‘adad). Dalam kaidah bahasa arab, dibedakan antara bilangan nominal dan bertingkat. Bilangan nominal satu, misalnya, berbeda dengan kata kesatu. Jika yang pertama wãhidun, untuk mudzakkar, dan wãhidatun untuk muannas; maka bilangan bertingkatnya menjadi al-awwal dan al-ûla. Maka kalimat di atas yang semuala Ana tãlibul faslil wahîd (أَناَ طَاِلبُ الْفَصْلِ الْواَحِدِ ), yang benar adalah Ana tãlibul faslil awwali ( أَناَ طَالِبُ الْفَصْلِ اْلأَوَّلِ )

Pada contohh 2.7., adalah contoh kesalahan penutur karena tidak mencermati kaidah bahasa Arab berkaitan syart dan jawabu al-syart. Selain itu, penutur kurang mencermati cara penggunaan antara fi’il madi dan mudari’. Untuk kalimat Anta tanjahu idza tata’allam ( أَنْتَ تَنْجَهُ إِذاَ تَتَعَلَّمُ ), seharusnya menjadi tanjahu idza ta’allamta ( تَنْجَحُ إِذاَ تَعَلَّمْتَ ), atau in tata’allam tanjah ( إِنْ تَتَعَلَّمْ تَنْجَحْ ).[3]

 

(c)    kesalahan pada tataran sintaksis,

(d)   kesalahan pada tataran semantik,

(e)    kesalahan pada tataran leksikal,

(f)    kesalahan pada tataran wacana.

 

C.    Metode analisis kesalahan

a.           Pit Corder mengatakan bahwa analisis kesalahan  pada dasarnya merupakan cabang linguistik komparatif. Hal ini didasarkan pada data dan metode analisis kesalahan. Tugas analisis kesalahan adalah menjelaskan serta mendeskripsikan sistem lingistik bahasa siswa dan membandingkannya dengan sistem linguistik B2 yang dipelajarinya.

Penyimpangan dalam penggunaan bahasa yang sedang dipelajari oleh siswa, B2 atau bahasa asing disebabkan oleh kesalahan dan kekeliruan. Kekeliruan bersifat sementara, tidak konsisten, dan perbaikannya dapat dilakukan oleh siswa sendiri. Kesalahan bersifat agak permanen, sistematis, dan perbaikannya memerlukan bantuan guru. Kesalahan itu sendiri terbagi atas kesalahan yang tidak jelas terlihat dan kesalahan yang jelas  terlihat. Kedua jenis kesalahan ini tidak semata-mata melukiskan atau menandakan siswa benar atau salah, tetapi juga menyatakan penggunaan sistem bahasa yang salah atau benar.

Kekeliruan kurang tepat dijadikan sebagai sumber data analisis kesalahan karena sifatnya yang tidak konsisten dan terjadinya hanya sementara. Oleh karena itu, bila siswa lebih sadar dan mawas diri, kekeliruan berbahasa tersebut dapat diperbaiki oleh siswa yang bersangkutan. Sumber data Analisis kesalahan yang paling cocok adalah kesalahan berbahasa baik kesalahan yang dapat diamati dengan jelas maupun tidak. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa kekeliruan tidak fungsional bagi pengajaran bahasa.

Penafsiran secara tepat ujaran siswa merupakan aspek yang paling rawan dalam penerimaan linguistik siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merekonstruksi ajaran bahasa secara tepat, menjodohkan ujaran yang salah dengan pandangannya dalam bahasa ibu siswa. Bila hal itu dilakukan dengan meminta siswa mengutarakan maksudnya dengan bahasa ibu, cara ini disebut cara rekonstruksi otoritatif. Apabila karena sesuatu siswa tidak dapat berkonsultasi dan peneliti hanya menyandarkan pemahamannya kepada maksud atau sistem linguistik siswa, cara ini disebut rekonstruksi akal sehat.

Bahan-bahan yang terkumpul melalui kedua cara itu diolah kembali. Hasil pengolahan itu menghasilkan deskripsi linguistik  siswa. Kemudian, deskripsi linguistik itu dilengkapi dengan penjelasan yan bersifat psikologis, misalnya menjelaskan bagaimana startegi belajar yang digunakan oleh siswa, bagaimana proses belajar bahasa secara secara umum. Hasil rekonstruksi linguistik yang digunakan oleh siswa dapat dibandingkan denga sistem linguistik bahasa sasaran atau bahasa yan dipelajari oleh siswa.[9]

  1. Manfaat dan Tujuan  diadakannya Analisis Bahasa

Dengan diadakannya analisis kesalahan berbahasa dapat membantu guru untuk mengetahui jenis kesalahan yang dibuat, daerah kesalahan, sifat kesalahan, sumber kesalahan, serta penyebab kesalahan. Bila guru telah menemukan kesalahan-ke-salahan, guru dapat mengubah metode dan teknik mengajar yang digunakan, dapat menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas, dapat menyusun rencana pengajaran remedial, dan dapat menyusun program pengajaran bahasa itu sendiri. Dengan demikian jelas bahwa antara analisis kesalahan dengan bidang kajian yang lain, misalnya pengelolaan kelas, interaksi belajar-mengajar, perencanaan pengajaran, pengajaran remedial, penyusunan ujian bahasa, dan bahkan pemberian pekerjaan rumah ada hubungan timbal balik.

Khusus untuk guru, analisis kesalahan dapat digunakan untuk:

  1. menentukan urutan sajian.
  2.  menentukan penekanan-penekanan dalam penjelasan dan latihan.
  3. memperbaiki pengajaran remedial.
  4. memilih butir-butir yang tepat untuk mengevaluasi penggunaan bahasa siswa (Pateda, 1989:36).

Corder (dalam Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan tujuan yang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses belajar-mengajar yang dilakukan.

Dengan memperhatikan tujuan di atas, seorang guru yang akan menerapkan analisis kesalahan tentu hams memiliki pengetahuan kebahasaan yang memadai. Dia harus paham benar tata bahasa yang baku dan berlaku. Misalnya tentang kebakuan pelafalari, tulisan (ejaan), bentukan kata, dan tata kalimatnya. Dalam hal ini guru dihadapkan pada dua persoalan, yaitu apa yang salah dan bagaimana memperbaikinya.

Pengetahuan yang cukup memadai sangat diperlukan oleh seorang guru. Lebih-lebih pengetahuan dan pemahaman tata bahasa. Senada dengan yang diucapkan Corder, Tarigan (1990:77) mengatakan bahwa tujuan analisis kesalahan itu bersifat aplikatif dan teoretis. Aplikatif mengurangi dan memperbaiki kesalahan berbahasa siswa. Teoretis mengharapkan pemeroleh-an bahasa siswa pada gilirannya dapat memberikan pemahaman ke arah proses pemerolehan bahasa secara umum.

 

E.      Metode Pembelajaran Yang Sesuai untuk Mengatasi Masalah Kesalahan Berbahasa.

Untuk meminimalisai adanya kesalahan berbahasa arab di bidang morfologi (kata), diperlukan sebuah metode yang tepat. Kami merekomendasikan metode pengajaran bahasa Arab tradisional.

Metode pengajaran bahasa Arab tradisional adalah metode pengajaran bahasa Arab yang terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu” sehingga belajar bahasa Arab berarti belajar secara mendalam tentang seluk-beluk ilmu bahasa Arab, baik aspek gramatika/sintaksis (Qowaid nahwu), morfem/morfologi (Qowaid as-sharf) ataupun sastra (adab).

Metode yang berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan tersebut adalah Metode qowaid dan tarjamah. Metode tersebut mampu bertahan beberapa abad, bahkan sampai sekarang pesantren-pesantren di Indonesia, khususnya pesantren salafiah masih menerapkan metode tersebut. Hal ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: Pertama, tujuan pengajaran bahasa arab tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu dan ilmu sharaf.

  1. 1.      Metode Qowa’id dan tarjamah (Tariiqatul al Qowaid Wa Tarjamah)

Penerapan metode ini lebih cocok jika tujuan pengajaran bahasa Arab adalah sebagai kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan untuk memiliki kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta memahami apa yang terkandung di dalam tulisan-tulisan atau buku-buku teks, terutama buku Arab klasik. Ciri metode ini adalah:

  1. Peserta didik diajarkan membaca secara detail dan mendalam tentang teks-teks atau naskah pemikiran yang ditulis oleh para tokoh dan pakar dalam berbagai bidang ilmu pada masa lalu baik berupa sya’ir, naskah (prosa), kata mutiara (alhikam), maupun kiasan-kiasan (amtsal).
  2. Penghayatan yang mendalam dan rinci terhadap bacaan sehingga peserta didik memiliki perasaan koneksitas terhadap nilai sastra yang terkandung di dalam bacaan. (bahasa Arab – bahasa ibu).
  3. Menitikberatkan perhatian pada kaidah gramatika (Qowa’id Nahwu/Sharaf) untuk menghafal dan memahami isi bacaan.
  4. Memberikan perhatian besar terhadap kata-kata kunci dalam menerjemah, seperti bentuk kata kiasan, sinonim, dan meminta peserta didik menganalisis dengan kaidah gramatikal yang sudah diajarkannya (mampu menerjemah bahasa ibu ke dalam Bahasa Arab)
  5. Peserta tidak diajarkan menulis karangan dengan gaya bahasa yang serupa / mirip, dengan gaya bahasa yang dipakai para pakar seperti pada bacaan yang telah dipelajarinya.

Selain ciri-ciri di atas, masih ada cirri-ciri lain pernggunaan metode Nahwu wa Tarjamah (tata bahasa dan terjemah) yang bisa dijelaskan, seperti yang dirangkum Jack C. Richards dan Theodore S Rodgers, yaitu sebagai beriku:

  1. Tujuan telaan bahasa asing adalah mempelajari sesuatu bahasa agar dapat membaca susatranya atau agar dapat menarik keuntungan dari disiplin mental dan perkembangan intelektual yang timbul dari telaah bahasa asing itu. Terjemahan tata bahasa adalah suatu cara menelaah bahasa yang mendekati bahasa tersebut pertama-tama melalui kaidah-kaidah tata bahasanya secara terperinci, diikuti oleh penerapan pengetahuan ini pada tugas penerjemahan kalimat-kalimat dan teks-teks ke dalam dan dari bahasa sassaran. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa dipandang sebagai yang terdiri dari upaya yang melebihi serta memanipulasi morfologi dan sintaksis bahasa asing tersebut. Bahasa pertama diperlakukan sebagai sistem acuan dalam pemerolehan bahasa kedua.
  2. Membaca dan menulis merupakan fokus utama atau sasaran pokok, bahkan sering tidak ada perhatian sistemik pada belajar berbicara dan menyimak.
  3. Pemilihan kosakata semata-mata didasarkan pada teks-teks bacaan yang digunakan, dan kata-kata yang diajarkan melalui daftar-daftar kata dwibahasa, telaah kamus dan hafalan. Dalam teks terjemahan tata bahasa yang khas, kaidah-kaidah tata bahasa pun disajikan dan diilustrasikan, suatu daftar butir-butir kosakata disajikan dengan padanan-padanan terjemahannya, dan latihan-latihan terjemahan ditetapkan.
  4. Kalimat merupakan unit dasar pengajaran dan praktik/latihan bahasa. Kebanyakan dari jam pelajaran diperuntukkan bagi penerjemahan kalimat-kalimat ke dan bahasa sasaran dan justru terfokus terhadap kalimat inilah yang merupakan cirri khusus metode ini.
  5. Kecermatan dan ketepatan sangat ditentukan. Para siswa diharapkan dapat mencapai norma-norma atau standar yang tinggi dalam terjemahan, karena prioritas utama yang diberikan pada norma-norma ketepan dan kecermatan yang tinggi yang merupakan prasyarat bagi kelulusun sejumlah besra ujian tulis formal yang berkembang selama abad ini.
  6.  Tata bahasa diajarkan secara deduktif, dengan penyajian dan pengkajian kaidah-kaidah tata bahasa, yang kemudian dipraktikkan melalui latihan-latihan terjemahan. Dalam kebanyakan teks terjemahan tata bahasa, suatu silabus diikuti dengan baik demi pengurutan butir-butir tata bahasa di seleruh teks dan ada upaya untuk mengajarkan tata bahasa dengan dan dalam suatu cara yang tersusun rapi dan sistemik.
  7. Bahasa asli/ibu siswa merupakan media pengajaran. Bahasa tersebut dipakai untuk menjelaskan butir-butir atau hal baru dan untuk memudahkan pembuatan perbandingan antara bahasa asing dan bahasa ibu siswa.

Kedua kemampuan ilmu nahwu dianggap sebagai syarat mutlak sebagai alat untuk memahami teks/kata bahasa Arab klasik yang tidak memakai harakat, dan tanda baca lainnya. Ketiga, bidang tersebut merupakan tradisi turun temurun, sehingga kemampuan di bidang itu memberikan “rasa percaya diri (gengsi) tersendiri di kalangan mereka.[10]

Kategori Kesalahan Berbahasa

Kesalahan berbahasa dapat terjadi dalam setiap tata

ran linguistik

(kebahasaan). Ada kesalahan yang terjadi dalam tata

ran fonologi, morfologi,

sintaksis, wacana dan semantik. Kesalahan berbahasa

dapat disebabkan oleh

intervensi (tekanan) bahasa pertama (B1) terhadap b

ahasa kedua (B2). Kesalahan

berbahasa yang paling umum terjadi akibat penyimpan

gan kaidah bahasa. Hal itu

terjadi oleh perbedaan kaidah (struktur) bahasa per

tama (B1) dengan bahasa

kedua (B2). Selain itu kesalahan terjadi oleh adany

a transfer negatif atau

intervensi B1 pada B2. Dalam pengajaran bahasa, kes

alahan berbahasa

Analisis Kesalahan Berbahasa

7

Drs. Dian Indihadi, M.Pd.

disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya: kuriku

lum, guru, pendekatan,

pemilihan bahan ajar, serta cara pengajaran bahasa

yang kurang tepat (Tarigan,

1997).

Burt, Dulay, maupun Krashen (1982) membedakan wilay

ah (taksinomi)

kesalahan berbahasa menjadi kesalahan atau kekhilaf

an:

1.

taksonomi kategori linguistik;

2.

taksonomi kategori strategi performasi;

3.

taksonomi kategori komparatif;

4.

taksonomi kategori efek komunikasi.

Anda dapat mempelajari taksonomi tersebut dalam saj

ian berikut.

Taksonomi kesalahan berbahasa itu, menurut Nurhadi

(1990), dibedakan sebagai

berikut.

Taksonomi kategori linguistik membedakan kesalahan

berdasarkan

komponen bahasa dan konsisten bahasa. Berdasarkan k

omponen bahasa, wilayah

kesalahan dibedakan menjadi:

1.

kesalahan tataran fonologi;

2.

kesalahan tataran morfologi dan sintaksis;

3.

kesalahan tataran semantik dan kata;

4.

kesalahan tataran wacana.

Berdasarkan konstituen bahasa, kesalahan terjadi pa

da tataran penggunaan

unsur-unsur bahasa ketika dihubungkan dengan unsur

bahasa lain dalam satu

bahasa. Misalnya frase dan klausa dalam tataran sin

taksis atau morfem-morfem

gramatikal dalam tataran morfologi.

Berdasarkan taksonomi kategori strategi performasi,

kesalahan didasarkan

kepada penyimpangan bahasa yang terjadi pada pemero

lehan dan pengajaran

bahasa kedua (B2). Pendeskripsian kesalahan ini seh

arusnya dipertimbangkan

atau dihubungkan dengan proses kognitif pada saat a

nak (siswa) memproduksi

(merekonstruksi) bahasanya.

Analisis Kesalahan Berbahasa

8

Drs. Dian Indihadi, M.Pd.

Dalam kategori strategi performasi, tataran kesalah

an bahasa dapat

dibedakan menjadi 4 (empat) kesalahan. Berikut adal

ah keempat kesalahan

kategori strategi performasi:

1.

Penanggalan (

omission

), penutur bahasa menanggalkan satu atau lebih unsu

r-

unsur bahasa yang diperlukan dalam suatu frase atau

kalimat. Akibatnya

terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat.

2.

Penambahan (

addition

), penutur bahasa menambahkan satu atau lebih unsur

-

unsur bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu fras

e atau kalimat. Akibatnya

terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat.

3.

Kesalahbentukan (

misformation

), penutur membentuk suatu frase atau kalimat

yang tidak sesuai kaidah bahasa itu. Akibatnya kons

truksi frase atau kalimat

menjadi salah (penyimpangan) kaidah bahasa.

4.

Kesalahurutan (

misordering

), penutur menyusun atau mengurutkan unsur-

unsur bahasa dalam suatu konstruksi frase atau kali

mat di luar kaidah bahasa

itu. Akibatnya frase atau kalimat itu menyimpang da

ri kaidah bahasa.

Berdasarkan taksonomi komparatif, kesalahan dibedak

an menjadi 4

(empat) tataran kesalahan. Berikut adalah keempat j

enis kesalahan berdasarkan

taksonomi komparatif.

1.

Kesalahan interlingual disebut juga kesalahan inter

ferensi, yakni: kesalahan

yang bersumber (akibat) dari pengaruh bahasa pertam

a (B1) terhadap bahasa

kedua (B2).

2.

Kesalahan intralingual adalah kesalahan akibat perk

embangan. Kesalahan

berbahasa bersumber dari penguasaan bahasa kedua (B

2) yang belum

memadai.

3.

Kesalahan ambigu adalah kesalahan berbahasa yang me

refleksikan kesalahan

interlingual dan intralingual. Kesalahan ini diakib

atkan kesalahan pada

interlingual dan intralingual.

4.

Kesalahan unik adalah kesalahan bahasa yang tidak d

apat dideskripsikan

berdasarkan tataran kesalahan interlingual dan intr

alingual. Kesalahan ini

tidak dapat dilacak dari B1 maupun B2. Misalnya: an

ak kecil yang mulia

Analisis Kesalahan Berbahasa

9

Drs. Dian Indihadi, M.Pd.

belajar berbicara dalam suatu bahasa, tidak sedikit

tuturan (kata frase atau

kalimat) yang tidak dapat dijelaskan dari B1 maupun

B2.

Berdasarkan kategori efek komunikasi, kesalahan bah

asa dapat dibedakan

menjadi kesalahan lokal dan kesalahan global. Berda

sarkan jenis penyimpangan

bahasa, kesalahan lokal adalah kesalahan konstruksi

kalimat yang ditanggalkan

(dihilangkan) salah satu unsurnya. Akibatnya proses

komunikasi menjadi

terganggu. Misalnya: penutur menggunakan kalimat at

au tuturan yang janggal

atau “

nyeleneh

” saat berkomunikasi. Adapun kesalahan global adala

h tataran

kesalahan bahasa yang menyebabkan seluruh tuturan a

tau isi yang dipesankan

dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis, menja

di tidak dapat dipahami.

Akibat frase ataupun kalimat yang digunakan oleh pe

nutur berada di luar kaidah

bahasa manapun baik B1 maupun B2.

3.

Sumber Kesalahan Berbahasa

Sumber kesalahan berbahasa secara tersirat sudah da

pat dipahami oleh

anda dalam sajian sebelum ini. Penyimpangan bahasa

yang dilakukan oleh para

penutur, terutama anak (siswa) dalam pemerolehan da

n pembelajaran bahasa.

Berdasarkan kategori taksonomi kesalahan atau kekel

iruan bahasa, anda sudah

dapat memprediksikan sumber-sumber kesalahan bahasa

.

Dalam konteks ini sumber kesalahan itu adalah “Perg

unakanlah bahasa

Indonesia yang baik dan benar.” Dari parameter peng

gunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar kemudian dihubungkan dengan pem

belajaran bahasa

Indonesia di sekolah, itulah sumber yang utama untu

k analisis kesalahan bahasa

dalam sajian ini. Penyimpangan bahasa yang diukur b

erada pada tataran (wilayah)

fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan wacana

yang dihubungkan dengan

faktor-faktor penentu dalam komunikasi.

 

 

Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Morfolog

i

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi

bahasa Indonesia,

antara lain:

1.

Salah penentuan bentuk asal.

2.

Fonem yang luluh tidak diluluhkan.

3.

Fonem yang tidak luluh diluluhkan.

4.

Penyingkatan morfem

men-, meny-, meng-,

dan

menge-

menjadi

n, ny, ng,

dan

nge-

.

5.

Perubahan morfem

ber-, per-,

dan

ter-

menjadi

be-, pe-,

dan

te-

.

6.

Penulisan morfem yang salah.

7.

Pengulangan yang salah.

Analisis Kesalahan Berbahasa

11

Drs. Dian Indihadi, M.Pd.

8.

Penulisan kata majemuk serangkai.

9.

Pemajemukan berafiksasi.

10.

Pemajemukan dengan afiks dan sufiks.

11.

Perulangan kata majemuk.

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran frase, ant

ara lain:

1.

Frase kata depan tidak tepat.

2.

Salah penyusunan frase.

3.

Penambahan kata “yang” dalam frase benda (nominal)

(N + A).

4.

Penambahan kata “dari” atau “tentang” dalam frase n

ominal (N + N).

5.

Penambahan kata kepunyaan dalam frase nominal.

6.

Penambahan kata “dari” atau “pada” dalam frase verb

al (V + Pr).

7.

Penambahan kata “untuk” atau “yang” dalam frase nom

inal (N + V).

8.

Penambahan kata “untuk” dalam frase nominal (V + ya

ng + A).

9.

Penambahan kata “yang” dalam frase nominal (N + yan

g + V pasif).

10.

Penghilangan preposisi dalam frase verbal (V intran

sitif + preposisi + N).

11.

Penghilangan kata “oleh” dalam frase verbal pasif (

V pasif + oleh + A).

12.

Penghilangan kata “yang” dalam frase adjektif (lebi

h + A + daripada +

N/Dem).

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran klausa, an

tara lain:

1.

Penambahan preposisi di antara kata kerja dan objek

dalam klausa aktif.

2.

Penambahan kata kerja bantu “adalah” dalam klausa p

asif.

3.

Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa pasif.

4.

Penghilangan kata “oleh” dalam klausa pasif.

5.

Penghilangan proposisi dari kata kerja berpreposisi

dalam klausa pernyataan.

6.

Penghilangan kata “yang” dalam klausa nominal.

7.

Penghilangan kata kerja dalam klausa intransitif.

8.

Penghilangan kata “untuk” dalam klausa pasif.

9.

Penggantian kata “daripada” dengan kata “dari” dala

m klausa bebas.

10.

Pemisahan kata kerja dalam klausa medial.

11.

Penggunaan klausa rancu.

Analisis Kesalahan Berbahasa

12

Drs. Dian Indihadi, M.Pd.

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis,

antara lain:

1.

Penggunaan kata perangkai, dari, pada, daripada, ke

pada, dan untuk.

2.

Pembentukan kalimat tidak baku, antara lain:

a.

Kalimat tidak efektif.

b.

Kalimat tidak normatif.

c.

Kalimat tidak logis.

d.

Kalimat rancu.

e.

Kalimat ambigu.

f.

Kalimat pengaruh struktur bahasa asing.

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran semantik,

antara lain:

1.

Akibat gejala hiperkorek.

2.

Akibat gejala pleonasme.

3.

Akibat bentukan ambiguitas.

4.

Akibat diksi (pemilihan kata).

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran wacana, an

tara lain:

1.

Akibat syarat-syarat paragraf tidak dipenuhi.

2.

Akibat struktur sebuah paragraf.

3.

Akibat penggabungan paragraf.

4.

Akibat penggunaan bahasa dalam paragraf.

5.

Akibat pengorganisasian isi (topik-topik) dalam par

agraf.

6.

Akibat pemilihan topik (isi) paragraf yang tidak te

pat.

7.

Akibat ketidakcermatan dalam perujukan.

8.

Akibat penggunaan kalimat dalam paragraf yang tidak

selesai. [11]

 



[1] http://destiarya.blogspot.co.id/2011/10/tahlilul-akhtho-analisis-kesalahan.html

[2] https://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/14/analisis-kesalahan-berbahasa/

[3] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/

[4] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/

[5] http://destiarya.blogspot.co.id/2011/10/tahlilul-akhtho-analisis-kesalahan.html

[6] http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/PEMBINAAN_BAHASA_INDONESIA_SEBAGAI_BAHASA_KEDUA/10_BBM_8.pdf

[7] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/

[8] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/

[9] https://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/14/analisis-kesalahan-berbahasa/

[10] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/

[11] http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/PEMBINAAN_BAHASA_INDONESIA_SEBAGAI_BAHASA_KEDUA/10_BBM_8.pdf


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar

Introduction