METODE ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA..
A.
Pengertian
Analisis Baha,,,,,
Bagi kalangan non-Arab (‘ajam) secara umum, bahasa Arab masih
terkesan sulit dan rumit. Padahal, secara linguistik, setiap bahasa di dunia
ini memiliki dua sisi berbeda: kesulitan dan sisi kemudahannya sekaligus. Hal
ini tergantung pada karakteristik (khashais) sistem bahasa itu, baik dari segi
fonologi, morfologi, maupun sintaksis dan simantiknya. sekarang banyak pemakai
bahasa yang tidak menyadari bahwa bahasa yang digunakan tidak benar atau masih
terdapat kesalahan-kesalahan. Dengan diadakan analisis kesalahan berbahasa ini
diharapkan para pelajar mahasiswa yang berada pada jurusan bahasa khususnya
dapat mengetahui kesalahan yang seringkali dilakukan serta berusaha untuk
segera memperbaikinya yang kelak
diharapkan akan menjadi guru yang profesional.
Analisis kesalahan lahir
sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap analisis kontrastif. Salah satu tokohnya
ialah Jack C. Richards. Dia berpendapat bahwa unsur “ramalan” pada analisis
kontrastif tidaklah selalu benar kecuali pada tingkat fonologi. Meskipum demikian,
aktivitas analisis kesalahan ini dapat menjadi pelengkap aktivitas analisis
kontrastif
Analisis kesalahan adalah analisis yang mendalam mengenai
kesalahan-kesalahan pada pelajar bahasa target. Dan ini mencakup tipe-tipe
kesalahan berbahasa, dan sebab-sebab kesalahan. Seorang guru yang baik wajib mengoreksi
siswa saat ia melihat adanya penyimpangan kebahasaan yang dilakukan oleh siswa
tersebut. Ia juga harus menemukan sumber serta penyebab terjadinya
kesalahan-kesalahan itu. Kesalahan-kesalahan yang telah ditemukan kemudian
diklasifikasikan berdasarkan sifat dan jenis kesalahannya lalu ditetapkan
daerah kesalahannya. Langkah-langkah yang dikerjakan oleh seorang guru inilah
yang disebut dengan analisis kesalahan.[1]
Menurut Piet Corder dalam
bukunya yang berjudul Introducing Applied Linguistics bahwa yang dimaksud
dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode berbahasa.
Pelanggaran ini bukan hanya bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda
kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode. Si pembelajar
bahasa belum menginternalisasikan kaidah bahasa (kedua) yang dipelajarinya.
Dikatakan oleh Corder bahwa baik penutur asli maupun bukan penutur asli
sama-sama mempunyai kemugkinan berbuat kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa
Arab adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang
meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa
Arab baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari sistem
ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Adapun sistem kaidah bahasa
Indonesia yang digunakan sebagai standar acuan atau kriteria untuk menentukan
suatu bentuk tuturan salah atau tidak adalah sistem kaidah bahasa baku.
Kodifikasi kaidah bahasa baku dapat kita lihat dalam buku Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia. Karakteristik bahasa baku antara lain adalah sebagai berikut.[2]
Corder (dalam Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan
itu mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang
bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan
tujuan yang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar
bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian
menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses
belajar-mengajar yang dilakukan.[3]
Dalam bukunya yang berjudul “Common Error in Language Learning”
H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah pemakaian
bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan (unwanted form) khususnya suatu
bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan guru pengajaran
bahasa.[4]
Corder (1974. 122-154)
mengatakan bahwa analisis kesalahan merupakan suatu aktivitas
yang mengkaji kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh seorang pelajar BT dalam
proses belajar mengajar BT tersebut[2].
Menurut Ricahard & Sampson (1974), analisis
kesalahan adalah kajian kesalahan pelajar BT yang ditinjau dari 7 faktor
penyebab kesalahan tersebut, yaitu:
a)
Pengalihan bahasa (language transfer) pengaruh BS masih kuat sehingga belum
mampu mengungkapkan ide dalam BT dengan sempurna
b)
Pengalihan BT (intralingual interferences), generalisasi yang salah dalam
proses belajar mengajar BT
c)
Situasi linguistik karena latar belakang yang berbeda
d)
Modalitas (seberapa banyak pelajar menggunakan /mendengar dan kinerja siswa)
e)
Usia
f)
Kurang stabilitasnya antarbahasa seseorang, pemrolehan bahasa yang tidak sama
(fonologi, morfologi, dll) dari masing-masing individu
g)
Hierarki kesulitan yang semesta (universal).
Hendrickson (1979) dan
Corder (1967) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu berguna untuk mengetahui
beberapa hal mengenai kesalahan yang dibuat pelajar BT yakni:
(1)
kesalahan berguna sebagai tanda bahwa pelajar BT memang sungguh belajar,
(2)
kesalahan merupakan indikator bahwa ada kemajuan,
(3)
kesalahan memebrikan umpan balik tentag efetivitas materi ajar dan metode
penyajian oleh pengajar,
(4)
kesalahan menunjukan bagian-bagian mana dari suatu silabus bahasa yang
belum dipelajari dengan semprna, dan
(5)
kesalahan-kesalahan yang namyak dibuat dapat menjadi bahan untuk penulisan
latihan-latihan perbaikan[3].[5]
B.
Jenis
kesalahan berbahasa
Berdasarkan
komponen bahasa, kesalahan berbahasa dikomponenkan menjadi:
(a)
kesalahan pada tataran fonologi,
Kesalahan
berbahasa Indonesia dalam
bidang fonologi
pertama-tama
dipandang dari penggunaan bahasa apakah secara
lisa
n dan apakah secara tulisan.
Baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan
dikaitkan d
engan tataran fonologi. Dari
kombinasi kedua sudut pandang itu kita temukan
anek
a jenis kesalahan berbahasa.
Ada
kesalahan berbahasa karena
perubahan pengucapan
fonem, penghilangan
fonem,
penambahan fonem, salah
meletakkan penjedaan
dalam kelompok kata
dan
kalimat. Di samping
itu kesalahan berbahasa
dal
am
bidang fonologi dapat
pula disebabkan oleh perubahan bunyi diftong
menjad
i bunyi tunggal atau fonem
tunggal.
Analisis Kesalahan Berbahasa
28
Drs. Dian Indihadi, M.Pd.
Sebagian
besar kesalahan berbahasa
Indonesia di bid
ang
fonologi
berkaitan
dengan pengucapan. Tentu
saja bila kesala
han
berbahasa lisan ini
dituliskan maka jadilah kesalahan berbahasa itu
dal
am bahasa tulis. Sekarang mari
kita
perhatikan sebab, contoh,
dan penjelasan sekil
as
mengenai kesalahan
berbahasa Indonesia dalam bidang fonologi
tersebut.
Ada
berbagai kesalahan berbahasa
Indonesia dalam bi
dang
fonologi.
Dalam
setiap kesalahan berbahasa
itu tersirat sebab
atau penyebab kesalahan
berbahasa
tersebut. Misalnya, kata
akan
diucapkan
aken
menunjukkan penyebab
kesalahan
fonem /a/ diucapkan
/e/. Kata
keliru
diucapkan
keleru
menunjukkan
penyebab
kesalahan fonem /i/
diucapkan /e/. Kata
kalau
diucapkan
kalo
menunjukkan
bahwa kesalahan berbahasa
itu disebabka
n
bunyi diftong /au/
diucapkan
sebagai /o/. Hal
yang hampir sama
terdapa
t
pula dalam pengucapan
aktif
menjadi
aktiv
,
variasi
menjadi
fariasi
,
ubah
menjadi
obah
,
stasiun
menjadi
stasion
,
pantai
menjadi
pante
,
dahsyat
menjadi
dahsat
,
tega
menjadi
tega
.
Penyebab
lain dalam kesalahan
berbahasa Indonesia p
ada
bidang fonologi ini
adalah
penghilangan atau penambahan
fonem tertentu.
Misalnya, kata gaji,
sila,
dan
biji diucapkan dan
dituliskan menjadi gajih,
si
lahkan,
dan bijih (besi).
Atau
kata
hilang, haus, dan
hembus diucapkan dan
ditulis
kan
menjadi ilang, aus,
dan
embus.
Di
samping jenis kesalahan
dan penyebab kesalahan
b
erbahasa
bidang
fonologi tersebut di atas masih dijumpai jenis kesa
lahan dan penyebab kesalahan
berbahasa
lainnya. Misalnya kesalahan
dalam meletak
kan
jeda tatkala
mengucapkan kelompok kata atau kalimat. Kesalahan l
ain dalam penekanan kata
dalam
kalimat. Misalnya tekanan
kata dijatuhkan pad
a
suku pertama setiap
kata;
atau
sebaliknya, tekanan kata
dalam kalimat dijatuh
kan
pada suku akhir
setiap
kata.
Pengucapan
dan penulisan tidak
selalu sejalan dalam
bahasa Indonesia.
Hal
ini terbukti dalam
pemenggalan kata. Bila
bahas
a
ujaran yang dijadikan
patokan
maka kata belajar
dapat dipenggal menjadi
b
ela-jar,
be-lajar, atau be-la-
jar.
Ternyata pemenggalan itu
salah. Seharusnya kat
a belajar dipenggal
menjadi
Analisis Kesalahan Berbahasa
29
Drs. Dian Indihadi, M.Pd.
bel-ajar,
bela-jar, atau be-a-jar.
Kata kelanjutan
diucapkan
kelan-ju-tan tetap
pemenggalan atas suku katanya adalah
ke-lan-jut-an.
Berikut ini disajikan berbagai kesalahan
berbahasa
dalam bidang fonologi.
Perlu
ditambahkan bahwa dalam
setiap jenis kesalaha
n
tersirat penyebab
kesalahan berbahasa tersebut[6]
(b)
(b) kesalahan pada tataran
morfologi,
Morfologi
merupakan bagian dari linguistik yang berhubungan dengan kajian kata, struktur
internalnya dan sebagian maknanya. Morfologi juga mencakup bagaimana pengguna
sebuah bahasa tertentu memahami kata-kata kompleks dan menemukan item-item
leksikal yang baru. Karena morfologi berkaitan dengan bentuk-bentuk kata maka
morfologi juga berhubungan dengan fonologi (yang menunjukkan bagaimana kata
dilafalkan), dan terkait pula dengan kajian leksikal karena pola-pola yang
diteliti yang dikaji oleh morfologi digunakan untuk membentuk kata-kata baru.
Lebih
jauh, morfologi juga berhubungan dengan semantik karena memiliki kaitan dengan
makna kata. Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk
kata. Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (kimia) perlu memahami
zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat
flu yang efektif. Sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Arab perlu
memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk
menghasilkan kata yang benar.[7]
Contoh :
ada bagian ini,
Kami sengaja menggabung data kesalahan berbahasa dalam tinjauan morfologi dan
sintaksis. Selain alasan efisiensi, kedua kajian linguistik ini memang mengarah
pada gramatikal bahasa. Morfologi atau ilmu sharraf membahasa klasifikasi
morfom, macam-macamnya, makna dan fungsinya.
Sedangkan
sintaksis atau ilmu nahwu membahas seputar hukum dan kedudukan kata yang
terdapat dalam kalimat atau teks, pembagian kalimat dan sebaganya.
Kami akan
memaparkan kesalahan-kesalahan para pelajar dalam perspektif gramatikal
bahasa Arab, baik dari tinjauan morfonnya, juga dari kedudukan kata dalam
kalimat atau teks bahasa Arab.
- Pertama, kata Mã aharru asy-syahr
(ما أحرُّ الشهرُ), dengan men-dammah-kan
huruf (ر) adalah sebuah kesalahan.
Yang benar harus di-fathah-kan. Sengaja penulis mengarsipkan contoh
tersebut. Karena kesalahan ini merupakan fenomena cikal-bakal perintisan
ilmu bahasa Arab; menjadi salah satu indikator munculnya ilmu Nahwu.
Sebagaimana dilakoni oleh Abu Aswad Adduali dan putrinya.
- pada kalimat Nabhats
maudû’al jadîd (نَبْحَثُ مَوْضُوْعَ
اْلجَدِيْدَ ). Dalam kaidah ilmu nahwu, kalimat tersebut disebut na’at
man’ut, atau penyifatan. Na’at adalah sifat, sedangkan man’ut adalah yang
disifati. Kata (اْلجَدِيْد ) menjadi sifat,
sedangkan (مَوْضُوْعَ ) adalah yang
disifati. Dalam kaidahnya, kata sifat harus mengikuti kata yang disifati,
pada semua aspeknya. Jika kata yang disifati mudzakkar, maka
sifatnya juga harus mudzakar; jika yang disifati nakirah,
demikian juga sifatnya harus dari nomina nakirat. Dalam kalimat di
atas, kata (مَوْضُوْعَ) adalah nomina mudzakkar
yang nakirah, maka seharusnya kata (اْلجَدِيْد)
sebagai sifat harus juga nomina yang mudzakar-nakirah. Maka yang
benar susunan kalimat tersebut adalah Nabhats maudû’an jadîdan
(نَبْحَثُ مَوْضُوْعاً جَدِيْداً
).
- kalimat Urîdu ata’allamu
( أُرِيْدُ أَتَعَلَّمُ) adalah
kesalahan yang kerap kali dijumpai pelajar dalam penyusunan kalimat Arab.
Kalimat tersebut terdiri dari dua kata kerja: urîdu (mau/
menginginkan), dan ata’allamu (saya belajar). Dalam kaidah bahasa
Arab, dua kata kerja seperti itu harus dipisahkan dengan harf nasb
(أَنْ). Maka kalimat tersebut seharusnya Urîdu
an ata’allama ( أُرِيْدُ أَنْ أَتَعَلَّمَ).[8]
Pada
dasarnya, bahasa Arab adalah bahasa yang simpel. Perubahan kata-katanya sangat
sistimatis. Dalam kata kerja, umpamanya, perhitungan waktu sangat sistematis.
Tanpa harus ditambah kata penegasan waktu lampai, saat ini atau yang akan
datang, dengan kaidah yang berlaku, seseorang sudah mafhum dengan waktu yang
dimaksud penutur. Jika ingin mengatakan sudah melakukan sesuatu, penutur
bahasa Arab tidak usah penambahkan kata sudah, sebagaimana bahasa
Indonesia. Maka pada contoh kalimat Ana khãlas ãkulu ( أَناَ خَلاَصْ آكُلُ), yang maksudnya saya
sudah makan, penutur cukup menggunakan fi’il madi dari kata ( آكل ), menjadi ( … أَكَلْتُ
)
Pada
kalimat man
yadribu anta ( مَنْ يَضْرِبُ أَنْتَ
), itu juga salah. Yang benar adalah man yadribuka ( مَنْ يَضْرِبُكَ ). Dalam kaidah nahwu dibedakan antara
kata ganti yang menjadi subjek dan objek. Jika anta adalah kata ganti orang kedua mudzakkar
untuk subjek, maka ka adalah kata ganti oarng kedua mudzakkar
untuk keduduan objek.
Pada
contoh kesalahan selanjutnya, berkaitan dengan kaidah bilangan (‘adad).
Dalam kaidah bahasa arab, dibedakan antara bilangan nominal dan bertingkat.
Bilangan nominal satu, misalnya, berbeda dengan kata
kesatu.
Jika yang pertama wãhidun, untuk mudzakkar,
dan wãhidatun
untuk muannas;
maka bilangan bertingkatnya menjadi al-awwal dan al-ûla.
Maka kalimat di atas yang semuala Ana tãlibul faslil wahîd (أَناَ طَاِلبُ الْفَصْلِ الْواَحِدِ ), yang benar adalah Ana
tãlibul faslil awwali ( أَناَ طَالِبُ
الْفَصْلِ اْلأَوَّلِ )
Pada
contohh 2.7., adalah contoh kesalahan penutur karena tidak mencermati kaidah
bahasa Arab berkaitan syart dan jawabu
al-syart. Selain itu, penutur kurang mencermati cara penggunaan
antara fi’il
madi dan mudari’. Untuk kalimat Anta
tanjahu idza tata’allam ( أَنْتَ تَنْجَهُ
إِذاَ تَتَعَلَّمُ ), seharusnya
menjadi tanjahu
idza ta’allamta ( تَنْجَحُ إِذاَ
تَعَلَّمْتَ ), atau in tata’allam tanjah ( إِنْ تَتَعَلَّمْ تَنْجَحْ ).[3]
(c)
kesalahan pada tataran sintaksis,
(d)
kesalahan pada tataran semantik,
(e)
kesalahan pada tataran leksikal,
(f)
kesalahan pada tataran wacana.
C.
Metode
analisis kesalahan
a.
Pit
Corder mengatakan bahwa analisis kesalahan pada dasarnya merupakan cabang linguistik
komparatif. Hal ini didasarkan pada data dan metode analisis kesalahan. Tugas analisis
kesalahan adalah menjelaskan serta mendeskripsikan sistem lingistik bahasa
siswa dan membandingkannya dengan sistem linguistik B2 yang dipelajarinya.
Penyimpangan dalam penggunaan bahasa yang sedang dipelajari oleh
siswa, B2 atau bahasa asing disebabkan oleh kesalahan dan kekeliruan.
Kekeliruan bersifat sementara, tidak konsisten, dan perbaikannya dapat
dilakukan oleh siswa sendiri. Kesalahan bersifat agak permanen, sistematis, dan
perbaikannya memerlukan bantuan guru. Kesalahan itu sendiri terbagi atas
kesalahan yang tidak jelas terlihat dan kesalahan yang jelas terlihat. Kedua jenis kesalahan ini tidak
semata-mata melukiskan atau menandakan siswa benar atau salah, tetapi juga
menyatakan penggunaan sistem bahasa yang salah atau benar.
Kekeliruan kurang tepat dijadikan sebagai sumber data analisis
kesalahan karena sifatnya yang tidak konsisten dan terjadinya hanya sementara.
Oleh karena itu, bila siswa lebih sadar dan mawas diri, kekeliruan berbahasa
tersebut dapat diperbaiki oleh siswa yang bersangkutan. Sumber data Analisis
kesalahan yang paling cocok adalah kesalahan berbahasa baik kesalahan yang
dapat diamati dengan jelas maupun tidak. Oleh karena itu, sering dikatakan
bahwa kekeliruan tidak fungsional bagi pengajaran bahasa.
Penafsiran secara tepat ujaran siswa merupakan aspek yang paling
rawan dalam penerimaan linguistik siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merekonstruksi
ajaran bahasa secara tepat, menjodohkan ujaran yang salah dengan pandangannya
dalam bahasa ibu siswa. Bila hal itu dilakukan dengan meminta siswa
mengutarakan maksudnya dengan bahasa ibu, cara ini disebut cara rekonstruksi
otoritatif. Apabila karena sesuatu siswa tidak dapat berkonsultasi dan peneliti
hanya menyandarkan pemahamannya kepada maksud atau sistem linguistik siswa,
cara ini disebut rekonstruksi akal sehat.
Bahan-bahan yang terkumpul melalui kedua cara itu diolah kembali.
Hasil pengolahan itu menghasilkan deskripsi linguistik siswa. Kemudian, deskripsi linguistik itu
dilengkapi dengan penjelasan yan bersifat psikologis, misalnya menjelaskan
bagaimana startegi belajar yang digunakan oleh siswa, bagaimana proses belajar
bahasa secara secara umum. Hasil rekonstruksi linguistik yang digunakan oleh
siswa dapat dibandingkan denga sistem linguistik bahasa sasaran atau bahasa yan
dipelajari oleh siswa.[9]
- Manfaat dan Tujuan
diadakannya Analisis Bahasa
Dengan
diadakannya analisis kesalahan berbahasa dapat membantu guru untuk mengetahui
jenis kesalahan yang dibuat, daerah kesalahan, sifat kesalahan, sumber
kesalahan, serta penyebab kesalahan. Bila guru telah menemukan
kesalahan-ke-salahan, guru dapat mengubah metode dan teknik mengajar yang
digunakan, dapat menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas, dapat menyusun
rencana pengajaran remedial, dan dapat menyusun program pengajaran bahasa itu
sendiri. Dengan demikian jelas bahwa antara analisis kesalahan dengan bidang
kajian yang lain, misalnya pengelolaan kelas, interaksi belajar-mengajar,
perencanaan pengajaran, pengajaran remedial, penyusunan ujian bahasa, dan
bahkan pemberian pekerjaan rumah ada hubungan timbal balik.
Khusus untuk
guru, analisis kesalahan dapat digunakan untuk:
- menentukan urutan sajian.
- menentukan
penekanan-penekanan dalam penjelasan dan latihan.
- memperbaiki pengajaran
remedial.
- memilih butir-butir yang tepat
untuk mengevaluasi penggunaan bahasa siswa (Pateda, 1989:36).
Corder (dalam
Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu mempunyai dua tujuan,
yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang bersifat praktis tidak
berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan tujuan yang bersifat
teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar bahasa kedua. Bagi
seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian menganalisisnya.
Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses belajar-mengajar yang
dilakukan.
Dengan
memperhatikan tujuan di atas, seorang guru yang akan menerapkan analisis
kesalahan tentu hams memiliki pengetahuan kebahasaan yang memadai. Dia harus
paham benar tata bahasa yang baku dan berlaku. Misalnya tentang kebakuan
pelafalari, tulisan (ejaan), bentukan kata, dan tata kalimatnya. Dalam hal ini
guru dihadapkan pada dua persoalan, yaitu apa yang salah dan bagaimana
memperbaikinya.
Pengetahuan
yang cukup memadai sangat diperlukan oleh seorang guru. Lebih-lebih pengetahuan
dan pemahaman tata bahasa. Senada dengan yang diucapkan Corder, Tarigan
(1990:77) mengatakan bahwa tujuan analisis kesalahan itu bersifat aplikatif dan
teoretis. Aplikatif mengurangi dan memperbaiki kesalahan berbahasa siswa.
Teoretis mengharapkan pemeroleh-an bahasa siswa pada gilirannya dapat
memberikan pemahaman ke arah proses pemerolehan bahasa secara umum.
E.
Metode Pembelajaran Yang Sesuai untuk Mengatasi Masalah Kesalahan
Berbahasa.
Untuk
meminimalisai adanya kesalahan berbahasa arab di bidang morfologi (kata),
diperlukan sebuah metode yang tepat. Kami merekomendasikan metode pengajaran
bahasa Arab tradisional.
Metode
pengajaran bahasa Arab tradisional adalah metode pengajaran bahasa Arab yang
terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu” sehingga belajar bahasa Arab berarti
belajar secara mendalam tentang seluk-beluk ilmu bahasa Arab, baik aspek
gramatika/sintaksis (Qowaid nahwu), morfem/morfologi (Qowaid as-sharf) ataupun
sastra (adab).
Metode yang
berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan tersebut adalah Metode qowaid dan
tarjamah. Metode tersebut mampu bertahan beberapa abad, bahkan sampai sekarang
pesantren-pesantren di Indonesia, khususnya pesantren salafiah masih menerapkan
metode tersebut. Hal ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: Pertama,
tujuan pengajaran bahasa arab tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu
dan ilmu sharaf.
- 1.
Metode Qowa’id dan tarjamah (Tariiqatul al Qowaid Wa Tarjamah)
Penerapan
metode ini lebih cocok jika tujuan pengajaran bahasa Arab adalah sebagai
kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan untuk memiliki
kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta memahami apa
yang terkandung di dalam tulisan-tulisan atau buku-buku teks, terutama buku
Arab klasik. Ciri metode ini adalah:
- Peserta didik diajarkan membaca
secara detail dan mendalam tentang teks-teks atau naskah pemikiran yang
ditulis oleh para tokoh dan pakar dalam berbagai bidang ilmu pada masa
lalu baik berupa sya’ir, naskah (prosa), kata mutiara (alhikam), maupun
kiasan-kiasan (amtsal).
- Penghayatan yang mendalam dan
rinci terhadap bacaan sehingga peserta didik memiliki perasaan koneksitas
terhadap nilai sastra yang terkandung di dalam bacaan. (bahasa Arab –
bahasa ibu).
- Menitikberatkan perhatian pada
kaidah gramatika (Qowa’id Nahwu/Sharaf) untuk menghafal dan memahami isi
bacaan.
- Memberikan perhatian besar
terhadap kata-kata kunci dalam menerjemah, seperti bentuk kata kiasan,
sinonim, dan meminta peserta didik menganalisis dengan kaidah gramatikal
yang sudah diajarkannya (mampu menerjemah bahasa ibu ke dalam Bahasa Arab)
- Peserta tidak diajarkan menulis
karangan dengan gaya bahasa yang serupa / mirip, dengan gaya bahasa yang
dipakai para pakar seperti pada bacaan yang telah dipelajarinya.
Selain
ciri-ciri di atas, masih ada cirri-ciri lain pernggunaan metode Nahwu wa
Tarjamah (tata bahasa dan terjemah) yang bisa dijelaskan, seperti yang
dirangkum Jack C. Richards dan Theodore S Rodgers, yaitu sebagai beriku:
- Tujuan telaan bahasa asing
adalah mempelajari sesuatu bahasa agar dapat membaca susatranya atau agar
dapat menarik keuntungan dari disiplin mental dan perkembangan intelektual
yang timbul dari telaah bahasa asing itu. Terjemahan tata bahasa adalah
suatu cara menelaah bahasa yang mendekati bahasa tersebut pertama-tama
melalui kaidah-kaidah tata bahasanya secara terperinci, diikuti oleh
penerapan pengetahuan ini pada tugas penerjemahan kalimat-kalimat dan
teks-teks ke dalam dan dari bahasa sassaran. Oleh karena itu, pembelajaran
bahasa dipandang sebagai yang terdiri dari upaya yang melebihi serta
memanipulasi morfologi dan sintaksis bahasa asing tersebut. Bahasa pertama
diperlakukan sebagai sistem acuan dalam pemerolehan bahasa kedua.
- Membaca dan menulis merupakan
fokus utama atau sasaran pokok, bahkan sering tidak ada perhatian sistemik
pada belajar berbicara dan menyimak.
- Pemilihan kosakata semata-mata
didasarkan pada teks-teks bacaan yang digunakan, dan kata-kata yang
diajarkan melalui daftar-daftar kata dwibahasa, telaah kamus dan hafalan.
Dalam teks terjemahan tata bahasa yang khas, kaidah-kaidah tata bahasa pun
disajikan dan diilustrasikan, suatu daftar butir-butir kosakata disajikan
dengan padanan-padanan terjemahannya, dan latihan-latihan terjemahan
ditetapkan.
- Kalimat merupakan unit dasar
pengajaran dan praktik/latihan bahasa. Kebanyakan dari jam pelajaran
diperuntukkan bagi penerjemahan kalimat-kalimat ke dan bahasa sasaran dan
justru terfokus terhadap kalimat inilah yang merupakan cirri khusus metode
ini.
- Kecermatan dan ketepatan sangat
ditentukan. Para siswa diharapkan dapat mencapai norma-norma atau standar
yang tinggi dalam terjemahan, karena prioritas utama yang diberikan pada
norma-norma ketepan dan kecermatan yang tinggi yang merupakan prasyarat
bagi kelulusun sejumlah besra ujian tulis formal yang berkembang selama
abad ini.
- Tata bahasa diajarkan secara
deduktif, dengan penyajian dan pengkajian kaidah-kaidah tata bahasa, yang
kemudian dipraktikkan melalui latihan-latihan terjemahan. Dalam kebanyakan
teks terjemahan tata bahasa, suatu silabus diikuti dengan baik demi
pengurutan butir-butir tata bahasa di seleruh teks dan ada upaya untuk
mengajarkan tata bahasa dengan dan dalam suatu cara yang tersusun rapi dan
sistemik.
- Bahasa asli/ibu siswa merupakan
media pengajaran. Bahasa tersebut dipakai untuk menjelaskan butir-butir
atau hal baru dan untuk memudahkan pembuatan perbandingan antara bahasa
asing dan bahasa ibu siswa.
Kedua kemampuan ilmu nahwu dianggap sebagai syarat
mutlak sebagai alat untuk memahami teks/kata bahasa Arab klasik yang tidak
memakai harakat, dan tanda baca lainnya. Ketiga, bidang tersebut
merupakan tradisi turun temurun, sehingga kemampuan di bidang itu memberikan
“rasa percaya diri (gengsi) tersendiri di kalangan mereka.[10]
Kategori Kesalahan Berbahasa
Kesalahan berbahasa dapat terjadi dalam setiap
tata
ran linguistik
(kebahasaan). Ada kesalahan yang terjadi dalam
tata
ran fonologi, morfologi,
sintaksis, wacana dan semantik. Kesalahan
berbahasa
dapat disebabkan oleh
intervensi (tekanan) bahasa pertama (B1)
terhadap b
ahasa kedua (B2). Kesalahan
berbahasa yang paling umum terjadi akibat
penyimpan
gan kaidah bahasa. Hal itu
terjadi oleh perbedaan kaidah (struktur) bahasa
per
tama (B1) dengan bahasa
kedua (B2). Selain itu kesalahan terjadi oleh
adany
a transfer negatif atau
intervensi B1 pada B2. Dalam pengajaran bahasa,
kes
alahan berbahasa
Analisis Kesalahan Berbahasa
7
Drs. Dian Indihadi, M.Pd.
disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya:
kuriku
lum, guru, pendekatan,
pemilihan bahan ajar, serta cara pengajaran
bahasa
yang kurang tepat (Tarigan,
1997).
Burt, Dulay, maupun Krashen (1982) membedakan
wilay
ah (taksinomi)
kesalahan berbahasa menjadi kesalahan atau
kekhilaf
an:
1.
taksonomi kategori linguistik;
2.
taksonomi kategori strategi performasi;
3.
taksonomi kategori komparatif;
4.
taksonomi kategori efek komunikasi.
Anda dapat mempelajari taksonomi tersebut dalam
saj
ian berikut.
Taksonomi kesalahan berbahasa itu, menurut
Nurhadi
(1990), dibedakan sebagai
berikut.
Taksonomi kategori linguistik membedakan
kesalahan
berdasarkan
komponen bahasa dan konsisten bahasa.
Berdasarkan k
omponen bahasa, wilayah
kesalahan dibedakan menjadi:
1.
kesalahan tataran fonologi;
2.
kesalahan tataran morfologi dan sintaksis;
3.
kesalahan tataran semantik dan kata;
4.
kesalahan tataran wacana.
Berdasarkan konstituen bahasa, kesalahan
terjadi pa
da tataran penggunaan
unsur-unsur bahasa ketika dihubungkan dengan
unsur
bahasa lain dalam satu
bahasa. Misalnya frase dan klausa dalam tataran
sin
taksis atau morfem-morfem
gramatikal dalam tataran morfologi.
Berdasarkan taksonomi kategori strategi
performasi,
kesalahan didasarkan
kepada penyimpangan bahasa yang terjadi pada
pemero
lehan dan pengajaran
bahasa kedua (B2). Pendeskripsian kesalahan ini
seh
arusnya dipertimbangkan
atau dihubungkan dengan proses kognitif pada
saat a
nak (siswa) memproduksi
(merekonstruksi) bahasanya.
Analisis Kesalahan Berbahasa
8
Drs. Dian Indihadi, M.Pd.
Dalam kategori strategi performasi, tataran
kesalah
an bahasa dapat
dibedakan menjadi 4 (empat) kesalahan. Berikut
adal
ah keempat kesalahan
kategori strategi performasi:
1.
Penanggalan (
omission
), penutur bahasa menanggalkan satu atau lebih
unsu
r-
unsur bahasa yang diperlukan dalam suatu frase
atau
kalimat. Akibatnya
terjadi penyimpangan konstruksi frase atau
kalimat.
2.
Penambahan (
addition
), penutur bahasa menambahkan satu atau lebih
unsur
-
unsur bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu
fras
e atau kalimat. Akibatnya
terjadi penyimpangan konstruksi frase atau
kalimat.
3.
Kesalahbentukan (
misformation
), penutur membentuk suatu frase atau kalimat
yang tidak sesuai kaidah bahasa itu. Akibatnya
kons
truksi frase atau kalimat
menjadi salah (penyimpangan) kaidah bahasa.
4.
Kesalahurutan (
misordering
), penutur menyusun atau mengurutkan unsur-
unsur bahasa dalam suatu konstruksi frase atau
kali
mat di luar kaidah bahasa
itu. Akibatnya frase atau kalimat itu
menyimpang da
ri kaidah bahasa.
Berdasarkan taksonomi komparatif, kesalahan
dibedak
an menjadi 4
(empat) tataran kesalahan. Berikut adalah
keempat j
enis kesalahan berdasarkan
taksonomi komparatif.
1.
Kesalahan interlingual disebut juga kesalahan
inter
ferensi, yakni: kesalahan
yang bersumber (akibat) dari pengaruh bahasa
pertam
a (B1) terhadap bahasa
kedua (B2).
2.
Kesalahan intralingual adalah kesalahan akibat
perk
embangan. Kesalahan
berbahasa bersumber dari penguasaan bahasa
kedua (B
2) yang belum
memadai.
3.
Kesalahan ambigu adalah kesalahan berbahasa
yang me
refleksikan kesalahan
interlingual dan intralingual. Kesalahan ini
diakib
atkan kesalahan pada
interlingual dan intralingual.
4.
Kesalahan unik adalah kesalahan bahasa yang
tidak d
apat dideskripsikan
berdasarkan tataran kesalahan interlingual dan
intr
alingual. Kesalahan ini
tidak dapat dilacak dari B1 maupun B2.
Misalnya: an
ak kecil yang mulia
Analisis Kesalahan Berbahasa
9
Drs. Dian Indihadi, M.Pd.
belajar berbicara dalam suatu bahasa, tidak
sedikit
tuturan (kata frase atau
kalimat) yang tidak dapat dijelaskan dari B1
maupun
B2.
Berdasarkan kategori efek komunikasi, kesalahan
bah
asa dapat dibedakan
menjadi kesalahan lokal dan kesalahan global.
Berda
sarkan jenis penyimpangan
bahasa, kesalahan lokal adalah kesalahan konstruksi
kalimat yang ditanggalkan
(dihilangkan) salah satu unsurnya. Akibatnya
proses
komunikasi menjadi
terganggu. Misalnya: penutur menggunakan
kalimat at
au tuturan yang janggal
atau “
nyeleneh
” saat berkomunikasi. Adapun kesalahan global
adala
h tataran
kesalahan bahasa yang menyebabkan seluruh
tuturan a
tau isi yang dipesankan
dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis,
menja
di tidak dapat dipahami.
Akibat frase ataupun kalimat yang digunakan
oleh pe
nutur berada di luar kaidah
bahasa manapun baik B1 maupun B2.
3.
Sumber Kesalahan Berbahasa
Sumber kesalahan berbahasa secara tersirat
sudah da
pat dipahami oleh
anda dalam sajian sebelum ini. Penyimpangan
bahasa
yang dilakukan oleh para
penutur, terutama anak (siswa) dalam
pemerolehan da
n pembelajaran bahasa.
Berdasarkan kategori taksonomi kesalahan atau
kekel
iruan bahasa, anda sudah
dapat memprediksikan sumber-sumber kesalahan
bahasa
.
Dalam konteks ini sumber kesalahan itu adalah
“Perg
unakanlah bahasa
Indonesia yang baik dan benar.” Dari parameter
peng
gunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar kemudian dihubungkan dengan
pem
belajaran bahasa
Indonesia di sekolah, itulah sumber yang utama
untu
k analisis kesalahan bahasa
dalam sajian ini. Penyimpangan bahasa yang
diukur b
erada pada tataran (wilayah)
fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan
wacana
yang dihubungkan dengan
faktor-faktor penentu dalam komunikasi.
Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Morfolog
i
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi
bahasa Indonesia,
antara lain:
1.
Salah penentuan bentuk asal.
2.
Fonem yang luluh tidak diluluhkan.
3.
Fonem yang tidak luluh diluluhkan.
4.
Penyingkatan morfem
men-, meny-, meng-,
dan
menge-
menjadi
n, ny, ng,
dan
nge-
.
5.
Perubahan morfem
ber-, per-,
dan
ter-
menjadi
be-, pe-,
dan
te-
.
6.
Penulisan morfem yang salah.
7.
Pengulangan yang salah.
Analisis Kesalahan Berbahasa
11
Drs. Dian Indihadi, M.Pd.
8.
Penulisan kata majemuk serangkai.
9.
Pemajemukan berafiksasi.
10.
Pemajemukan dengan afiks dan sufiks.
11.
Perulangan kata majemuk.
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran frase, ant
ara lain:
1.
Frase kata depan tidak tepat.
2.
Salah penyusunan frase.
3.
Penambahan kata “yang” dalam frase benda (nominal)
(N + A).
4.
Penambahan kata “dari” atau “tentang” dalam frase n
ominal (N + N).
5.
Penambahan kata kepunyaan dalam frase nominal.
6.
Penambahan kata “dari” atau “pada” dalam frase verb
al (V + Pr).
7.
Penambahan kata “untuk” atau “yang” dalam frase nom
inal (N + V).
8.
Penambahan kata “untuk” dalam frase nominal (V + ya
ng + A).
9.
Penambahan kata “yang” dalam frase nominal (N + yan
g + V pasif).
10.
Penghilangan preposisi dalam frase verbal (V intran
sitif + preposisi + N).
11.
Penghilangan kata “oleh” dalam frase verbal pasif (
V pasif + oleh + A).
12.
Penghilangan kata “yang” dalam frase adjektif (lebi
h + A + daripada +
N/Dem).
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran klausa, an
tara lain:
1.
Penambahan preposisi di antara kata kerja dan objek
dalam klausa aktif.
2.
Penambahan kata kerja bantu “adalah” dalam klausa p
asif.
3.
Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa pasif.
4.
Penghilangan kata “oleh” dalam klausa pasif.
5.
Penghilangan proposisi dari kata kerja berpreposisi
dalam klausa pernyataan.
6.
Penghilangan kata “yang” dalam klausa nominal.
7.
Penghilangan kata kerja dalam klausa intransitif.
8.
Penghilangan kata “untuk” dalam klausa pasif.
9.
Penggantian kata “daripada” dengan kata “dari” dala
m klausa bebas.
10.
Pemisahan kata kerja dalam klausa medial.
11.
Penggunaan klausa rancu.
Analisis Kesalahan Berbahasa
12
Drs. Dian Indihadi, M.Pd.
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis,
antara lain:
1.
Penggunaan kata perangkai, dari, pada, daripada, ke
pada, dan untuk.
2.
Pembentukan kalimat tidak baku, antara lain:
a.
Kalimat tidak efektif.
b.
Kalimat tidak normatif.
c.
Kalimat tidak logis.
d.
Kalimat rancu.
e.
Kalimat ambigu.
f.
Kalimat pengaruh struktur bahasa asing.
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran semantik,
antara lain:
1.
Akibat gejala hiperkorek.
2.
Akibat gejala pleonasme.
3.
Akibat bentukan ambiguitas.
4.
Akibat diksi (pemilihan kata).
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran wacana, an
tara lain:
1.
Akibat syarat-syarat paragraf tidak dipenuhi.
2.
Akibat struktur sebuah paragraf.
3.
Akibat penggabungan paragraf.
4.
Akibat penggunaan bahasa dalam paragraf.
5.
Akibat pengorganisasian isi (topik-topik) dalam par
agraf.
6.
Akibat pemilihan topik (isi) paragraf yang tidak te
pat.
7.
Akibat ketidakcermatan dalam perujukan.
8.
Akibat penggunaan kalimat dalam paragraf yang tidak
selesai. [11]
[1] http://destiarya.blogspot.co.id/2011/10/tahlilul-akhtho-analisis-kesalahan.html
[2] https://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/14/analisis-kesalahan-berbahasa/
[3] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/
[4] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/
[5] http://destiarya.blogspot.co.id/2011/10/tahlilul-akhtho-analisis-kesalahan.html
[6] http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/PEMBINAAN_BAHASA_INDONESIA_SEBAGAI_BAHASA_KEDUA/10_BBM_8.pdf
[7] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/
[8] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/
[9] https://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/14/analisis-kesalahan-berbahasa/
[10] https://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/30/analisis-kesalahan-berbahasa/
[11] http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/PEMBINAAN_BAHASA_INDONESIA_SEBAGAI_BAHASA_KEDUA/10_BBM_8.pdf
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
0 komentar:
Posting Komentar