Masa
Keemasan Bani Abbasiyah
Dinamakan
khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah
keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh
Abdullah al-Suffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132-565 H (750-1258
M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda
sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan pola
pemerintahan, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah
menjadi tiga periode[1]
yaitu:
1.
Periode
pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M). Kekuasaan pada periode ini berada di
tangan para khalifah.
2.
Periode
kedua (232 H/847 M – 590 H/1194 M). Pada periode ini kekuasaan hilang dari
tangan para khalifah berpindah kepada kaum Turki (232-234 H), golongan Bani
Buwaim (334-447 H), dan golongan Bani Saljuq (447-590 H).
3.
Periode
ketiga (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), pada periode ini kekuasaan berada kembali
di tangan para khalifah, tetapi hanya di Baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya
Pada
periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Secara
politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain kemakmuran masyarakat
mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun, setelah periode
ini berakhir, pemerintahan Bani Abbasiyah mulai menurun dalam bidang politik
meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan berkembang.[2]
Kalau
dasar-dasar pemerintahan Bani Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu
al-Abbas dan Abu Ja’far al-Mansur, maka puncak keemasannya dari dinasti ini
berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu:
1. Al-Mahdi
(775-785 M)
2. Al-Hadi
(775-786 M)
3. Harun
al-Rasyid (785-809 M)
4. Al-Ma’mun
(813-833 M)
5. Al-Mu’tashim
(833-842 M)
6. Al-Wasiq
(842-847 M)
7. Al-Mutawakkil (847-861 M)
Pada
masa al-Mahdi, perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor
pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak,
emas, tembaga dan besi.[3]
Popularitas
Daulah Bani Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman khalifah Harun al-Rasyid
dan putranya al-Makmun. Ketika mendirikan sebuah akademi pertama di lengkapi
pula dengan lembaga untuk penerjemahan. Adapun kemajuan yang dapat dicapai
adalah sebagai berikut :[4]
1.
Lembaga
dan kegiatan ilmu pengetahuan
Sebelum
dinasti Bani Abbasiyah, pusat kegiatan dunia Islam selalu bermuara pada masjid.
Masjid dijadikan center of education. Pada dinasti Bani Abbasiyah inilah
mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam ma’had.
Lembaga ini kita kenal ada dua tingkatan, yaitu :
a.
Maktab/kuttab
dan masjid yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak remaja belajar
dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar
dasar-dasar ilmu agama.
b.
Tingkat
pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam Islam pergi ke luar daerah atau
ke masjid-masjid, bahkan ke rumah gurunya. Pada tahap berikutnya, mulailah
dibuka madrasah-madrasah yang dipelopori Nizhamul Muluk yang memerintah pada
tahun 456-485 H. Lembaga inilah yang kemudian berkembang pada masa dinasti Bani
Abbasiyah.
2.
Corak
gerakan keilmuan
Gerakan
keilmuan pada dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik, kajian keilmuan yang
kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu kedokteran, di samping
kajian yang bersifat pada al-Qur’an dan al-Hadits, sedang astronomi, mantiq dan
sastra baru dikembangkan dengan penerjemahan dari Yunani.
3.
Kemajuan
dalam bidang agama
Pada
masa dinasti Bani Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama
dua metode, yaitu tafsir bil al-ma’tsur (interpretasi tradisional dengan
mengambil interpretasi dari nabi dan para sahabat), dan tafsir bil al-ra’yi
(metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran
daripada hadits dan pendapat sahabat).[5]
Dalam
bidang hadits, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan, pembukuan dari
catatan dan hafalan dari para sahabat. Pada zaman ini juga mulai
diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis.
Dalam
bidang fiqh, pada masa ini lahir fuqaha legendaris, seperti Imam Hanifah
(700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Ahmad
ibn Hambal (780-855 M).
Ilmu
lughah tumbuh berkembang dengan pesat pula karena bahasa Arab yang semakin
dewasa memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh.
4.
Ilmu
pengetahuan sains dan teknologi
Kemajuan tersebut antara lain:
a.
Astronomi,
ilmu ini melalui karya India Sindhind, kemudian diterjemahkan Muhammad ibn
Ibrahim al-Farazi (77 M). Di samping itu, masih ada ilmuwan Islam lainnya,
seperti Ali ibn Isa al-Asturlabi, al-Farghani, al-Battani, Umar al-Khayyam dan
al-Tusi.
b.
Kedokteran,
dokter pertama yang terkenal adalah Ali ibn Rabban al-Tabari. Tokoh lainnya
al-Razi, al-Farabi dan Ibnu Sina.
c.
Kimia,
tokohnya adalah Jabir ibn Hayyan (721-815 M). Tokoh lainnya al-Razi, al-Tuqrai
yang hidup di abad ke-12 M.
d.
Sejarah
dan geografi, tokohnya Ahmad ibn al-Yakubi, Abu Ja’far Muhammad bin Ja’far bin
Jarir al-Tabari. Kemudian ahli ilmu bumi yang terkenal adalah Ibnu Khurdazabah
(820-913 M).
5.
Perkembangan
politik, ekonomi dan administrasi
Pada
masa pemerintahan Bani Abbasiyah periode I, kebijakan-kebijakan politik yang
dikembangkan antara lain:
a.
Memindahkan
ibu kota negara dari Damaskus ke Baghdad
b.
Memusnahkan
keturunan Bani Umayyah
c.
Merangkul
orang-orang Persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abbasiyah memberi
peluang dan kesempatan besar kepada kaum Mawali.
d.
Menumpas
pemnberontakan-pemberontakan
e.
Menghapus
politik kasta
f.
Para
khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, gubernur dan
para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan Mawali.
g.
Ilmu
pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia
h.
Kebebasan
berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
i.
Para
menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam
pemerintah (Hasjmy, 1993: 213-214).
Selain
kemajuan di atas, pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi
dapat dikatakan maju dan menunjukkan angka vertikal. Devisa negara penuh dan
melimpah ruah. Khalifah al-Mansur merupakan tokoh ekonomi Abbasiyah yang mampu
meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam ekonomi dan keuangan negara. Di sektor
perdaganganpun merupakan yang terbesar di dunia saat itu dan Baghdad sebagai
kota pusat perdagangan.[6]
Faktor-faktor
Pendukung Masa Keemasan
Ada
beberapa faktor yang turut mempengaruhi masa keemasan Bani Abbasiyah, khususnya
dalam bidang bahasa,[1]adalah:
1.
Terjadinya
asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Asimilasi berlangsung
secara efektif dan bernilai guna. Bangsa itu memberi saham-saham tertentu dalam
perkembangan ilmu pengetahuan.
2.
Gerakan
terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase.
a.
Fase
pertama, pada masa khalifah al-Mansur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini
yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq
b.
Fase
kedua, berlangsung mulai khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H.
c.
Fase
ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan
kertas. Bidang-bidang yang diterjemahkan semakin luas.
Dengan
gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan
umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Akan tetapi, secara garis besar ada
dua faktor penyebab tumbuh dan kejayaan Bani Abbasiyah,[2] yaitu:
1.
Faktor
internal: faktor yang berasal dari dalam ajaran Islam yang mampu memberikan
motivasi bagi para pemeluk untuk mengembangkan peradabannya.
2.
Faktor
eksternal, ada 4 pengaruh, yaitu:
a.
Semangat
Islam
b.
Perkembangan
organisasi negara
c.
Perkembangan
ilmu pengetahuan
d.
Perluasan
daerah Islam.
Adapun
penyebab keberhasilan kaum penganjur berdirinya khilafah Bani Abbasiyah adalah
karena mereka berhasil menyadarkan kaum muslimin pada umumnya, bahwa Bani Abbas
adalah keluarga yang dekat kepada Nabi dan bahwasanya mereka akan mengamalkan
al-Qur’an dan Sunnah Rasul serta menegakkan syariat Islam.[3]
C. Lahirnya tokoh-tokoh Intelektual
Muslim
Pada
masa daulah Bani Abbasiyah, telah banyak tokoh-tokoh intelektual muslim yang
berhasil menemukan berbagai bidang ilmu pengetahuan, antara lain yaitu :[4]
1. Filsafat
Setelah
kitab-kitab filsafat Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, kaum muslimin
sibuk mempelajari ilmu filsafat, sehingga lahir filosof dunia yang terkenal,
yaitu :
a.
Abu
Ishak al-Hindy (karyanya lebih dari 231 judul)
b.
Abu
Nashr al-Faroby (karyanya sebanyak 12 buah)
c.
Ibnu
Sina (karyanya al-Qanun fil al-Thib)
d.
Ibnu
Bajah
e.
Ibnu
Thufnil
f.
Al-Ghazali
(terkenal dengan karyanya Ihya’ Ulumuddin)
g.
Ibn Rusyd (terkenal dengan Averoes
di wilayah barat).
2. Kedokteran
Daulah
Bani Abbasiyah telah melahirkan banyak dokter kenamaan, yaitu:
a.
Abu
Zakaria Yuhana ibn Masawih
b.
Sabur
ibn Sahal
c.
Abu
Zakaria al-Razi (tokoh pertama yang membedakan cacar dengan measles)
d.
Ibnu
Sina
3. Matematika
Di
antara ahli matematika Islam terkenal adalah beliau pengarang kitab Al-Gebra
(al-Jabar), ahli matematika yang berhasil menemukan angka nol (0).
4. Farmasi dan Kimia
Di
masa para ahli farmasi dan kimia pada masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah
adalah Ibnu Baithar (karyanya yang terkenal adalah al-Mughni).
5. Perbintangan
Tokoh ilmu perbintangan antara lain:
a.
Abu
Manshur al-Falaky
b.
Jabir
al-Batany (pencipta teropong bintang)
c.
Raihan
al-Bairleny
d.
Abu
Ali al-Hasan ibn al-Hitami (terkenal dengan al-Hazen dalam bidang optik).[5]
6. Tafsir dan Hadits
Ilmu
tafsir yang berkembang pesat adalah tafsir al-Ma’tsur dan al-Ra’yi di antara
tokoh-tokohnya adalah :
a.
Ibnu
Jarir al-Thabari (ahli tafsir al-Ma’tsur
b.
Ibnu
Athiyah al-Andalusy (ahli tafsir al-Ma’tsur)
c.
Abu
Bakar Asam (ahli tafsir al-Ra’yi)
d.
Abu
Muslim Muhammad (ahli tafsir al-Ra’yi)
Sedangkan tokoh ilmu hadits yang
terkenal antara lain :
a.
Imam
Bukhari
b.
Imam
Muslim
c.
Ibnu
Majah
d.
Abu
Dawud
e.
Al-Nasa’i
7. Kalam dan Bahasa
Perdebatan
para ahli mengenai dosa, pahala, surga, dan neraka serta pembicaraan mereka
mengenai ilmu ketuhanan atau tauhid menghasilkan ilmu, yaitu ilmu tauhid dan
ilmu kalam. Para pelopornya adalah Jaham ibnu Shafwan, Wasil bin Atha’.
Sedangkan
ilmu bahasa yang berkembang pada waktu itu adalah nahwu, bayan, badi’ dan
arudl. Di antara ilmuwan bahasa yang terkenal, adalah:
1.
Imam
Sibawih (karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000 halaman)
2.
Al-Kasai
Abu Zakaria al-Farra (kitab nahwunya terdiri
dari 6.000 halaman)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
0 komentar:
Posting Komentar