KATA PENGANTAR
Segala rasa syukur penulis haturkan kepada Allah Swt karena nikmat yang
telah diberikan kepada kami, salah satunya adalah dengan terselesaikannya tugas
makalah Psikolinguistik.
Bahan-bahan yang penulis kumpulkan penulis dapat dari
sumber-sumber yang pasti. makalah ini dibuat dengan bahasan penyajian yang
sederhana, agar penulis dan yang membacanya dapat mempelajari dan memahami
dengan mudah. dengan makalah ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan
kita terhadap materi hubungan berbahasa, berpikir, dan berbudaya menurut Teori Wilhelm Von Humboldt,Sapir-Whorf,
Jean Piget dan implikasinya dalam bidang pembelajaran bahasa (arab).
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Psikolinguistik dan teman-teman yang telah membantu terselesaikannya
makalah ini. Kritik yang membangun, informasi, dan gagasan-gagasan yang
inovatif tetap kami harapkan dari kalian semua, agar dikemudian hari kami bisa
menjadi lebih baik. Akhirnya semoga Allah Swt selalu memberikan kesuksesan
kepada kita.
Bandung , Desember 2016
Penulis
(Winda Ameliya Pratiwi)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PEMBAHASAN
HUBUNGAN BERBAHASA, BERFIKIR DAN BERBUDAYA
A. Hubungan Bahasa Dan Kebudayaan
B. Hubungan
Bahasa Dan Berfikir
C. Teori
Wilhelm Von Humboldt
D. Teori Sapir-Whorf
E. Teori Jean Piget
F. Hubungan
Berpikir, Berbahasa, Dan Berbudaya Serta Implikasinya Dalam Bidang Pembelajaran
Bahasa (Arab)
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
PEMBAHASAN
HUBUNGAN BERBAHASA, BERFIKIR
DAN BERBUDAYA
Menurut Abdul Chaer, berbahasa, dalam arti berkomunikasi, dimulai dengan
membuat encode semantic dan encode gramatikal di dalam otak pembicara,
dilanjutkan dengan membuat encode fonologi. Kemudian dilanjutkan dengan
peyususnan decode fonologi, decode gramatikal, dan decode semantik pada pihak
pendengar yang terjadi di dalam otaknya. Dengan kata lain, berbahasa adalah
penyampain pikiran atau perasaan dari orang
yang berbicara mengenai masalah yang dihadapi dalam kehidupan budayanya.
Jadi, kita lihat berbahasa, berpikir dan berbudaya ada tiga hal atau tiga
kegiatan yang saling berkaitan dalam kehidupan manusia. Hanya masalahnya, di
dalam kajian psikolinguistik ada dua hipotesis yang kontroversial yang
tercermin dalam pertanyaan : mana yang lebih dahulu ada bahasa atau pikiran; pikirankah,
bahasakah, atau keduanya hadir bersamaan.[1]
A. Hubungan Bahasa Dan Kebudayaan
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan
sosial manusia Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.[2]
Hampir seluruh bagian dalam kehidupan manusia dilingkupi oleh
bahasa sehingga bahasa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan
budaya manusia. Segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya
tidak terlepas dari unsur bahasa di dalamnya. Seorang peneliti yang akan
memahami kebudayaan suatu masyarakat terlebih dahulu harus menguasai
perkembangan bahasa suatu masyarakat karena melalui bahasa seseorang bisa
berpartisipasi dan memahami sebuah bahasa.[3]
Nababan mengelompokkan definisi kebudayaan itu atas empat golongan,
yaitu:
1. Definisi yang melihat kebudayaan sebagai pengatur dan pengikat
masyarakat.
2. Definisi yang melihat kebudayaan sebagai hal-hal yang diperoleh
manusia melalui belajar atau pendidikan.
3. Definisi yang melihat kebudayaan sebagai unsur kebisaaan dan
perilaku manusia.
4. Definisi yang melihat kebudayaan sebagai sistem komunikasi yang
dipakai masyarakat untuk memperoleh kerjasama, kesatuan dan kelangsungan hidup
manusia.[4]
Koentjaraningrat mengatakan bahwa kebudayaan itu hanya dimiliki
manusia dan tumbuh bersama dengan berkembangnya kehidupan sosial masyarakat
manusia. Untuk memahaminya, Koentjaraningrat menggunakan sesuatu yang
disebutnya kerangka kebudayaan yang memiliki dua aspek, yaitu wujud kebudayaan
dan isi kebudayaan. Wujud Kebudayaan di antaranya:
1. Wujud gagasan
2. Wujud perilaku atau perbuatan
3. Fisik atau benda.
Sedangkan isi kebudayaan itu terdiri dari tujuh unsur yang bersifat
universal, artinya ketujuh unsur itu terdapat dalam setiap masyarakat manusia
yang ada dalam manusia yang ada di dunia ini. Ketujuh unsur itu adalah sebagai
berikut:
1. Bahasa
2. Sistem teknologi
3. Sistem mata pencaharian hidup atau ekonomi
4. Organisasi sosial
5. Sistem pengetahuan
6. Sistem religi
7. Kesenian[5]
Menurut Koentjaraningrat, bahasa merupakan bagian dari kebudayaan
atau dengan kata lain bahasa itu di bawah lingkungan kebudayaan. Menurutnya
pula, pada zaman purba ketika manusia hanya terdiri dari kelompok-kelompok
kecil yang tersebar di beberapa tempat saja di muka bumi ini, bahasa merupakan
unsur utama yang mengandung semua unsur kebudayaan manusia yang lainnya.
Sekarang setelah unsur-unsur lain dari kebudayaan itu telah berkembang bahasa
hanya merupakan salah satu unsur saja namun fungsinya sangat penting bagi
kehidupan manusia.
Menurut pendapat lain,
bahasa sering dianggap sebagai produk sosial atau produk budaya, bahkan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Sebagai produk
sosial dan budaya tentunya bahasa merupakan wadah untuk aspirasi sosial,
kegiatan dan perilaku masyarakat, wadah pengungkapan budaya, termasuk teknologi
yang diciptakan masyarakat pemakai bahasa itu sebagai cipta dan karyanya.
Bahasa dalam masa tertentu berperan sebagai wadah apa yang terjadi dalam
masyarakat.[6]
B. Hubungan Bahasa Dan Berfikir
Alat komunikasi manusia yang paling utama adalah bahasa selain alat ucap
yang baik, untuk dapat berbahasa atau berkomunikasi diperlukan pikiran dan
ingatan yang baik pula sebab faktor inilah yang memungkinkan terjadinya
kegiatan berbahasa dengan lancar. Pikiran berperan penting tidak hanya menyimak
, membaca, maupun dalam proses pengujaran. Dalam penyimakan, pikiran menangkap
dan menahan untaian fonologis ucapan dari lawan bicara untuk dapat dijadikan
pesan yang bermakna. Dalam membaca, pikiran menangkap dan menahan informasi
yang dibaca dalam bentuk untaian kata, frase, klausa, kalimat, paragraf sampai
wacana atau teks.
Berpikir
yang paling umum dari berpikir adalah berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan
konsep ini berlangsung melalui proses Secara sederhana, berpikir adalah
memproses informasi secara mental atau secara kognitif, secara lebih, formal,
berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari
lingkungan maupun simbol-simbol yang tersimpan dalam long term memory. Jadi,
berpikir adalah sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item.
Bisaanya
kegitan berpikir dimulai ketika muncul keraguan dan pertanyaan untuk dijawab
atau berhadapan dengan persoalan atau masalah yang memerlukan pemecahan.
Kegiatan berpikir juga dirangsang oleh kekaguman dan keheranan dengan apa yang
terjadi atau dialami. Dengan demikian, kegiatan berpikir manusia selalu
tersituasikan dalam kondisi konkret subyek yang bersangkutan. Kegiatan berpikir
juga dikondisikan oleh struktur bahasa yang dipakai serta konteks sosio-budaya
dan historis tempat kegiatan berpikir dilakukan[7]
Otak manusia
sebagai alat berpikir, selalu menanggapi bermacam-macam informasi melalui
bahasa yang diterimanya melalui indra pendengar, atau indra penglihatan,
kemudian diproses dalam pikiran. Selanjutnya pikiran membagi informasi tadi
melalui kelompok-kelompok guna penyimpanan (stroge) dalam ingatan dan
menemukannya kembali (recieve) dengan mudah. Hal ini disebut kategorisasi.
Bahasa adalah data
pemikiran. Bahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi dengan orang lain tetapi
bahasa juga digunakan untuk berpikir itu sendiri. Beberapa ahli mencoba
memaparkan hubungan antara bahasa dan pikiran, atau lebih disempitkan lagi,
bahasa mempengaruhi pikiran. Beberapa ahli tersebut antara lain Von Humboldt,
Edwar Saphir, Benyamin Whorf, dan rnst Cassier. Dari keempat tokoh tersebut
hanya Edward Sapir dan Benyamin Whorf yang banyak dikutip oleh berbagai
peneliti.
Sapir dan Whorf
mengatakan bahwa ada dua bahasa yang memiliki kesamaan untuk mempertimbangkan
sebagai realitas sosial yang sama. Sapir dan Whorf menguraikan dua hipotesis
mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran.
a. Hipotesis pertama adalah lingustic relativity hypothesis yang menyatakan
bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif
non bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan
pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut.
b. Hipotesis kedua adalah lingustic determinism yang menyatakan bahwa
struktur bahasa mempengaruhi cara individu mempersepsi dan menalar dunia
perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori
dan struktur yang sudah ada dalam bahasa.
Pengaruh bahasa terhadap pikiran dapat terjadi melalui habituasi dan
melalui aspek formal bahasa, misalnya gramar dan leksikon. Bahasa bagi whorf
pemandu realitas sosial. Walaupun bahasa bisaanya tidak diminati oleh ilmuwan
sosial, bahasa secara kuat mengkondisikan pikiran individu tentang sebuah
masalah dan proses sosial. Individu tidak hidup dalam dunia objektif, tidak
hanya dalam dunia kegiatan sosial seperti yang bisaa dipahaminya, tetapi sangat
ditentukan oleh bahasa tertentu yang menjadi medium pernyataan bagi
masyarakatnya. Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk mewakili realitas
yang sama. Dunia tempat tinggal berbagai masyarakat dinilai oleh Whorf sebagai
dunia yang sama akan tetapi dengan karakteristik yang berbeda. Singkat kata,
dapat disimpulkan bahwa pandangan manusia tentang dunia dibentuk oleh bahasa
sehingga karena bahasa berbeda maka pandangan tentang dunia pun berbeda.
C. TEORI WILHELM VON HUMBOLDT
Wilman helm Von Humboldt, sarjana jerman abad ke-19, menekankan
adanya ketergantungan pemikir manusia pada bahasa. Maksudnya, pandangan hidup
dan budaya masyarakat ditentukan oleh bahasa masyarakat itu sendiri.
Anggota-anggota masyarakat itu tidak dapat menyimpang lagi dari garis-garis
yang telah ditentukan oleh bahasanya itu. Kalau salah seorang dari anggota
masyarakat ini ingin mengubah pandangan hidupnya, maka dia harus mempelajari
dulu satu bahasa lain. Maka dengan demikian dia akan menganut cara berpikir
(dan juga budaya) masyarakat bahasa lain.
Mengetahui bahasa itu sendiri Von Humbolt berpendapat bahwa
substansi bahasa itu terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berupa
bunyi-bunyi, dan bagian lainnya berupa pikiran-pikiran yang belum terbentuk.
Bunyi-bunyi dibentuk oleh lautform, dan pikiran-pikiran dibentuk oleh ideeform
atau innereform. Jadi, bahasa menurut Von Humboldt merupakan sintese dari
bunyi(lautform) dan pikiran (ideeform).
Dari keterangan itu bisa disimpulkan bahwa bunyi bahasa merupakan
bentuk-luar, sedangkan pikiran adalah bentuk-dalam. Bentuk-luar bahasa itulah
yang kita dengar, sedangkan bentuk dalam-bahasa berada di dalam otak. Kedua
bentuk inilah yang’’membelenggu’’ manusia, dan menentukan cara berpikirnya.
Dengan kata lain, Von Humboldt berpendapat bahwa struktur suatu bahasa
menyatakan kehidupan dalam( otak,pemikir) penutur bahasa itu.
D. TEORI
SAPIR-WHORF
Edward Sapir linguis Amerika memiliki pendapat yang hampir sama
dengan Von Humboldt. Sapir mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah
’’belas kasih’’ bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam kehidupannya
bermasyarakat. Menurut sapir, telah menjadi fakta bahwa kehidupan suatu
masyarakat sebagian ’’didirikan’’ diatas tabiat-tabiat dan sifat-sifat bahasa
itu. Karena itulah, tidak ada dua buah bahasa yang sama sehingga dapat dianggap
mewakili satu masyarakat yang sama.[8]
Benjamin Lee Whorf, murid sapir, menolak pandangan klasik mengenai
hubungan bahasa dan berpikir yang mengatakan bahwa bahasa dan berpikir
merupakan dua hal yang berdiri sendiri-sendiri.
Sama halnya dengan Von Humboldt dan sapir, Whorf juga menyatakan
bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang sampai kadang-kadang bisa
membahayakan dirinya sendiri. Sebagai contoh, whorf yang bekas anggota pemadam
kebakaran menyatakan ’’kaleng kosong’’ bekas minyak bisa meledak. Kata kosong
digunakan dengan pengertian tidak ada minyak di dalamnya.
Setelah meneliti bahasa Hopi, salah satu bahasa Indian di
California Amerika Serikat, dengan mendalam, whorf mengajukan satu hipotesis
yang lazim disebut hipotesis Whorf (atau juga hipotesis Sapir-Whorf) mengenai
relatifitas bahasa. Menurut hipotesis itu, bahasa-bahasa yang
berbeda’’membedah’’ alam ini dengan cara yang berbeda, sehingga terciptalah
satu relatifitas sistem-sistem konsep yang tergantung pada bahasa-bahasa yang
beragam itu.
Berdasarkan hipotesis Sapir-Whorf itu dapatlah dikatakan bahwa
hidup dan pandangan hidup bangsa-bangsa di Asia Tenggara( Indonesia, Malaysia,
Filipina, dan lain-lain) adalah sama karena bahasa-bahasa mereka mempunyai
struktur yang sama. Sedangkan hidup dan pandangan hidup bangsa-bangsa lain
seperti Cina, Jepang, Amerika, Eropa , Afrika, dan lain-lain adalah berlainan
karena struktur bahasa mereka berlainan. Untuk memperjelas hal ini Whorf
membandingkan kebudayaan Hopi di organisasi berdasarkan peristiwa-peristiwa
(event) , sedangkan kebudayaan eropa diorganisasi berdasarkan ruang (space) dan
waktu (time).[9]
E. TEORI JEAN PIGET
Berbeda dengan pendapat Sapir dan Whorf, Piaget, sarjana perancis,
berpendapat justru pikiranlah yang membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak
aka nada. Pikiranlah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa:
bukan sebaliknya.
Mengenai hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan intelek (pikiran) Piaget
mengemukakan dua hal penting berikut:
a. Sumber kegiatan intelek tidak
terdapat dalam bahasa, tetapi dalam periode sensomotorik, yakni satu sistem
skema, dikembangkan secara penuh, dan membuat lebih dahulu gambaran-gambaran
dari aspek-aspek struktur golongan-golongan dan hubungan-hubungan
benda-benda(sebelum mendahului gambaran-gambaran lain) dan bentuk-bentuk dasar
penyimpanan dan opersai pemakaian kembali.
b. Pembentukan pikiran yang tepat dikemukakan
dan berbentuk terjadi pada waktu yang bersamaan dengan pemerolehan bahasa.
Keduanya miliki suatu proses yang lebih umum, yaitu konstitusi fungsi lambing
pada umumnya. Fungsi lambing ini mempunyai beberapa aspek. Awal terjadi fungsi
lambing ini ditandai oleh bermacam-macam perilaku yang terjadi serentak dalam
perkembangannya. Ucapan-ucapan bahasa pertama yang keluar sangat erat
hubungannya dan terjadi serentak dengan permainan lambing, peniruan,dan
bayangan-bayangan mental.
Piaget juga menegaskan bahwa kegiatan intelek (pemikiran) sebenarnya adalah
aksi dan perilaku yang telah dinuranikan dan dalam kegiatan-kegiatan sensomotor
termasuk juga perilaku bahasa. Yang perlu di ingat adalah bahwa dalam jangka
waktu sensormotor ini kekekalan benda merupakan pemerolehan umum.
F. Hubungan Berpikir, Berbahasa, Dan Berbudaya Serta Implikasinya Dalam Bidang Pembelajaran Bahasa (Arab)
Pemahaman
terhadap kata mempengaruhi pandangannya terhadap realitas. Telah dikukuhkan
oleh para ahli bahasa bahwa bahasa sebagai alat komunikasi secara genetis hanya
ada pada manusia. Implementasinya manusia mampu membentuk lambang atau memberi
nama guna menandai setiap kenyataan, sedangkan binatang tidak mampu melakukan
itu semua. Bahasa hidup di dalam masyarakat dan dipakai oleh warganya untuk
berkomunikasi. Kelangsungan hidup sebuah bahasa sangat dipengaruhi oleh
dinamika yang terjadi dalam dan dialami penuturnya, budaya yang ada di
sekeliling bahasa tersebut akan ikut menentukan wajah dari bahasa itu.
Bahasa adalah
bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi
yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
Budaya adalah
suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Berpikir
adalah berkembangnya ide dan konsep di
dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui
proses Penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di
dalam diri seseorang yang berupa pengertian-pengertian.
Bahasa, pikiran,
dan budaya memiliki keterkaitan yang saling
mempengaruhi (resiprokal). Pikiran dan
kebudayaan suatu masyarakat ditentukan atau dipengaruhi oleh struktur bahasanya
(hipotesis Sapir-Worf). Kajian hubungan
bahasa, berfikir dan berbudaya pada awalnya dikemukakan oleh sarjana Jerman
seperti Johan Herder (1744-1803) dan Wilhelm von Humboldt (1762-1835). Mereka
telah meletakkan gagasan bahwa masyarakat yang berbeda akan berbicara secara
berbeda. Hal ini disebabkan bahwa mereka berpikir secara berbeda. Berpikir yang
berbeda ini disebabkan oleh bahasanya yang memberikan perbedaan cara
mengekspresikan dunia di sekitarnya. Gagasan inilah yang kemudian dikembangkan
oleh para linguis Amerika seperti Franz Boas (1858-1942), Edward Sapir
(1858-1942), Benjamin Lee Whorf (1897-1941). Pandangan yang mengatakan bahwa
bahasa mempengaruhi cara berfikir penuturnya dinamakan hipotesis
relativitas linguistik. Boas mengemukakan tiga argumen mengenai hipotesis
ini.
Pertama, bahasa
mengklasifikasi pengalaman.
Kedua, bahasa
yang berbeda-beda mengklasifikasi pengalaman dengan cara yang berbeda-beda
pula. Ketiga, Fenomena linguistik umumnya bersifat tak sadar.[10]
Meskipun hipotesis relativitas linguistik ini bermula dari Boas, namun
orang yang paling gigih mengumandangkan teori ini adalah Worf. Penggagas lain
yang juga kuat adalah Edward Sapir. Kegigihan kedua tokoh ini telah membuat
hipotesis relativitas Linguistik dikenal pula sebagai hipotesis
Sapir-Worf. Hipotesis Sapir-Whorf membuat pernyataan bahwa struktur bahasa
yang secara bisaa digunakan mempengaruhi sikap dalam berpikir dan bertingkah
laku. Misalnya dalam bahasa Indonesia adatiga kata untuk kata rice,
yakni padi, beras, dan nasi. Dan bahasa Eskimo yang memiliki empat
kata untuk kata snow (salju) yaitu powder, corn, ice,
sleet. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa mempengaruhi pikiran dan budaya
penuturnya.
Apa yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat bahasanya.
Misalnya, katanya dalam bahasa-bahasa yang mempunyai kategori kala atau waktu,
masyarakat penuturnya sangat menghargai dan sangat terikat oleh waktu. Segala
hal yang mereka lakukan selalu sesuai dengan waktu yang telah
dijadwalkan. Dan sebaliknya, dalam bahasa-bahasa yang tidak mempunyai
kategori kala, masyarakatnya sangat tidak menghargai waktu.[11]
Bahasa berkaitan erat dengan budaya. Bahasa adalah bagian dari
budaya. Hal ini tampaknya sesuai dengan pendapat yang mengatakan
bahwa bahasa menunjukkan atau cermin dari jiwa suatu bangsa, sesuatu yang
tampak dalam budaya akan tercermin dalam bahasa dan sesuatu yang tampak dalam
bahasa akan tercermin dalam budaya. Bahasa sebagai salah satu
unsur kebudayaan mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Bahasa memungkinkan seseorang mengadakan komunikasi dengan orang
lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.[12]
Hubungan antara kebudayaan dan bahasa juga dapat
dilihat pada sisi yang lain, yaitu bahasa merupakan kunci bagi pengertian yang
mendalam atas suatu kebudayaan. Oleh karena itu, dalam mempelajari suatu
kebudayaan diperlukan juga mempelajari bahasanya.Menurut Nababan, ada dua macam
hubungan antara kebudayaan dan bahasa. Kedua hubungan itu adalah:
(1) Bahasa adalah bagian dari kebudayaan
(2) jika seseorang belajar kebudayaan, harus melalui
bahasanya.
Hubungan yang pertama disebut dengan hubungan filogenetik,
sedangkan hubungan yang kedua disebut ontogenetik
Melville
J.Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala
sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki
oleh masyarakat itu sendiri. (Cultural-Determinism). Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain. kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma
dan pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religius, dll, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.[13]
Kategorisasi adalah
cara-cara berpikir manusia sebagai tanggapan terhadap berbagai macam informasi
yang diterima melalui panca indera, dan bagaimana memprosesnya dalam pikiran
dan membaginya dalam kelompok-kelompok untuk penyimpanan dalam ingatan dan
menemukannya kembali dengan mudah. Kelompok-kelompok konsep yang dihasilkan
pengolahan pikiran itu disebutkategori. Di antara kategori-kategori
tersebut adalah:[14]
1. Bilangan
Kebanyakan bahasa mempunyai cara tertentu untuk mengungkapkan untuk
mengungkapkan kategori bilangan. Ada yang disebut tunggal-jamak seperti kata
rumah dan rumah-rumah, dalam bahasa Arab كتاب – كتب. Ada juga
bahasa yang mempunya empat kategori bilangan, yaitu tunggal, dual, trial, dan
plural.
2. Peniadaan (Negation).
Misalnya: buruk bisa diartikan tidak baik, dalam istilah bahasa Inggris : good
– ungood, beautiful –unbeautiful.
3. Sebab dan Akibat.
Suatu bahasa bisaanya mempunyai ungkapan-ungkapan yang berbeda kompleksitas
kata atau bentuknya untuk keadaan, perubahan keadaan dan sebab perubahan
keadaan. Misalnya: untuk perubahan keadaan kita sering mendengan istilah kata
besar dan membesar, panjang dan memanjang dll.
4. Waktu
Dalam semua bahasa ada perbedaan antara waktu sekarang dan waktu yang akan
datang, dalam bahasa Indonesia kita mengenal istilah telah, pernah, sudah, atau
dalam bahasa Arab ada fiil madi, mudhari’.
Proses kognitif adalah proses untuk memperoleh pengetahuan di dalam
kehidupan yang diperoleh melalui pengalaman. Kemampuan kognitif manusia
ditentukan oleh memori yang tersimpan dalam otak. Di dalam otak
manusia, terdapat sebuah memori jangka panjang yang terdiri dari memori semantik dan
memori episodis. Memori semantis berkaitan dengan unsur-unsur
makna bahasa dan tidak berkaitan dengan lingkup ruang atau waktu, sedangkan
episodis mengandung informasi yang berkaitan dengan pengalaman seseorang dalam
lingkup ruang dan waktu.[15]
Pengetahuan dan pengalaman seseorang sebagai sumber informasi disimpan
dalam otak sebagai kesatuan mental yang disebut konsep. Berbagai
bentuk rangsangan dan informasi yang diterima seorang manusia ditata sebagai
konsep berdasarkan prinsip persamaan dan perbandingan. Prinsip persamaan
memungkinkan seseorang untuk mengenali obyek yang sama walaupun dalam kurun
waktu dan ruang yang bebeda.[16]
Seseorang yang berpikir dengan
teratur akan tercermin dalam ekspresi bahasa yang teratur pula. Ekspresi yang
menarik menunjukkan kesanggupan berbahsa untuk menerjemahkan imajinasi, karena
pikiran merajut argumen, sedangkan tata bahasa merajut kalimat, dan kosa-kata
adalah simbol dari konsep-konsep. Simpul konsep ini membentuk satu jaringan
semantis sehingga kata-kata mempunyai makna. Artinya, berfikir seperti halnya
berbahasa harus dikembangkan lewat pembelajaran, baik formal maupun informal.[17]
KESIMPULAN
Menurut
Abdul Chaer, berbahasa, dalam arti berkomunikasi, dimulai dengan membuat encode
semantic dan encode gramatikal di dalam otak pembicara, dilanjutkan dengan
membuat encode fonologi. Budaya adalah suatu pola
hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek
budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Hampir seluruh bagian dalam
kehidupan manusia dilingkupi oleh bahasa sehingga bahasa adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari perkembangan budaya manusia. Menurut Koentjaraningrat,
bahasa merupakan bagian dari kebudayaan atau dengan kata lain bahasa itu di
bawah lingkungan kebudayaan.
Alat komunikasi manusia yang paling utama adalah bahasa selain alat ucap
yang baik, untuk dapat berbahasa atau berkomunikasi diperlukan pikiran dan
ingatan yang baik pula sebab faktor inilah yang memungkinkan terjadinya
kegiatan berbahasa dengan lancar. Otak manusia sebagai alat berpikir, selalu
menanggapi bermacam-macam informasi melalui bahasa yang diterimanya melalui
indra pendengar, atau indra penglihatan, kemudian diproses dalam pikiran.
Von Humbolt berpendapat bahwa substansi bahasa itu terdiri dari dua
bagian. Bagian pertama berupa bunyi-bunyi, dan bagian lainnya berupa
pikiran-pikiran yang belum terbentuk. Edward Sapir (dalam Chaer, 2009:52)
linguis Amerika memiliki pendapat yang hampir sama dengan Von Humboldt. Sapir
mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah ’’belas kasih’’ bahasanya
yang telah menjadi alat pengantar dalam kehidupannya bermasyarakat. Menurut
sapir, telah menjadi fakta bahwa kehidupan suatu masyarakat sebagian
’’didirikan’’ diatas tabiat-tabiat dan sifat-sifat bahasa itu. Berbeda dengan pendapat Sapir dan Whorf, Piaget,
sarjana perancis, berpendapat justru pikiranlah yang membentuk bahasa. Tanpa
pikiran bahasa tidak aka nada. Pikiranlah yang menentukan aspek-aspek sintaksis
dan leksikon bahasa: bukan sebaliknya.
Bahasa, pikiran, dan budaya memiliki
keterkaitan yang saling mempengaruhi (resiprokal). Pikiran dan kebudayaan suatu masyarakat
ditentukan atau dipengaruhi oleh struktur bahasanya (hipotesis
Sapir-Worf).
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik
(Kajian Teoritik). Jakarta: Renika Cipta.
Bloomfield, Leonard.
1995. Language. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Brown, Gillian dan
George Yule (dindonesiakan oleh Soetikno).1996.
Analisis Wacana. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Chaer, Abdul. 1994.
Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. 2003.
Psikolinguistik, Kajian
Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leonie
Agustina. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Munsyi, Alif Danya.
2005. Bahasa Menunjukkan Bangsa. Jakarta: KPG.
Sumarsono dan Paina
Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA dan Pustaka Pelajar.
Suryadi. 2009. Hubungan
Antara Bahasa dan Budaya. Universitas
Sumatera Utara (makalah Seminar Nasional Budaya Etnik III, diselenggarakan oleh Univesitas Sumatera
Utara, Medan 25 April 2009).
Soejono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Sri Utari Subyakto,
Nababan, Psikolingustik Suatu Pengantar, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992)
Kushartanti, Untung Yuwono, Multamia RMT
Lauder, Pesona Bahasa; Langka Awal Memahami Linguistik, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2005
Abdul Chaer, Sosiolinguistik, Sebuah
Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
[1] Chaer, Abdul. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
[3] Sosial Budaya: Media
Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya, Vol.11, No.2 Juli - Desember 2014
[4]
Chaer,
Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.h :163
[5] Nandang Sarip Hidayat :
Hubungan Berbahasa, Berpikir, Dan Berbudaya 192
[6]
Sumarsono
dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA dan Pustaka
Pelajar. H : 20
[8] Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik.
Jakarta: Rineka Cipta. H 52
[9] Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik
(Kajian Teoritik). Jakarta: Renika Cipta.
[10] Soejono Dardjowidjojo,
Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2005. Hal. 286
[11] Abdul Chair, Linguistik Umum, Jakarta:
Rineka Cipta, 2003. Hal. 70
[12] Soejono Dardjowidjojo,
Psikolinguistik Pengantar. Hal. 287-288
[13] Abdul Chaer, Sosiolinguistik, . Hal. 165
[14] Sri Utari Subyakto, Nababan, Psikolingustik
Suatu Pengantar, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992) Hal. 141.
[15] Kushartanti, Untung Yuwono, Multamia RMT Lauder, Pesona
Bahasa; Langka Awal Memahami Linguistik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2005. Hal. 15.
[16] Kushartanti, Untung Yuwono,
Multamia RMT Lauder, Pesona Bahasa.Hal. 15.
[17] Abdul Chaer, Sosiolinguistik, Sebuah Pengantar, Jakarta: Rineka
Cipta, 2004. Hal. 171
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
0 komentar:
Posting Komentar