6.
Ibn Rusyd (1126-1198M)
Nama
lengkap Ibn Rusyd adalah Abu al-Walid Muhammad ibn Muhammad ibn Rusyd. Ibn
Rusyd berasal dari keluarga hakim-hakim di Andalusia (Spanyol). Ia sendiri
pernah menjadi hakim di Seville. Selain sebagai hakim, ia pun pernah menjadi
dokter istana di Cordova. Sebagai ahli hukum dan filosof, pikiran Ibn Rusyd
banyak berpengaruh di kalangan istana, terutama di zaman Sultan Abu Yusuf
Ya’qub al-Mansur (1184-1199M). Karyanya yang terkenal di bidang fiqh Islam
adalah Bidayah al-Mujtahid; sedang dalam bidang kedokteran adalah Kitab
al-Kulliat. Tulisan-tulisan lainnya adalah menyangkut bidang filsafat.
Tentang
Filsafat dan Agama. Ibn Rusyd memiliki pendapat bahwa antara Islam dan filsafat
tidak bertentangan. Bahkan ia menambahkan bahwa setiap orang Islam diwajibkan
atau sekurang-kurangnya dianjurkan mempelajari filsafat. Tugas filsafat tidak
lain adalah berpikir tentang wujud untuk mengetahui Pencipta semua yang ada
ini. Tanda-tanda bagi orang yang berpikir adalah apabila manusia berpikir
tentang 15
wujud
dan alam sekitarnya untuk mengetahui Tuhan. Karena banyak ayat al-Qur’an yang
menyatakan demikian, maka sesungguhnya al-Qur’an menyuruh manusia untuk
berfilsafat.
Lebih
lanjut Ibn Rusyd mengatakan bahwa setiap Muslim mesti percaya pada tiga dasar
keagamaan, yaitu: (a) adanya Tuhan, (b) adanya Rasul, dan (c) adanya
pembangkitan. Apabila seseorang tidak percaya kepada salah satu di antara
ketiga unsur dasar tersebut maka ia dapat digolongkan sebagai orang kafir.
Tentang
Pembelaan Terhadap Filosof. Seperti dinyatakan oleh Al-Gazali, bahwa para
filosof itu telah menjadi kafir karena tiga pendapatnya, yaitu: (a) alam itu
bersifat kekal; (b) Tuhan tidak mengetahui perincian yang terjadi di alam ini;
dan (c) pembangkitan jasmani tidak ada.
Mengenai
pendapat Al-Gazali ini Ibn Rusyd menyatakan:
Pertama,
tentang kekekalan alam. Kaum teolog berpendapat bahwa alam ini diciptakan olah
Tuhan dari tiada (creatio ex nihilo). Pendapat ini menurut Ibn Rusyd tidak
berdasar. Menurutnya alam ini dijadikan bukanlah dari tiada, tetapi dari
sesuatu yang telah ada. Beberapa ayat al-Qur’an menujuk pada keadaan itu
misalnya surat Hud:7, surat Hamim:11, dan Al-Anbia:30. Dari ayat-syat ini dapat
disimpulkan bahwa sebelum bumi dan langit dijadikan, telah ada benda lain.
Dalam sebagian ayat benda itu disebutkan air dan uap. Berpegang pada ayat itu
dapat disimpulkan bahwa alam itu kekal. Betul alam itu diwujudkan, tetapi
diwujudkan terus menerus.
Kedua,
tentang Tuhan tidak mengetahui perincian yang terjadi di alam. Menurutnya
al-Gazali telah salah dalam memahami pemikiran filosof, karena para filosof
tidak mengatakan seperti itu. Apa yang dikatakan kaum filosof adalah ‘bahwa
pengetahuan Tuhan tentang perincian yang terjadi di alam, tidak sama dengan
pengetahuan manusia tentang perincian itu’. Pengetahuan manusia dalam hal ini
mengambil efek, sedang pengetahuan Tuhan merupakan sebab, yaitu sebab mengenai
perincian itu. Pengetahuan manusia adalah baru, sedang pengetahuan Tuhan adalah
qadim.
Ketiga,
tentang tidak adanya pembangkitan jasmani. Menurut Ibn Rusyd, Al-Gazali
menyatakan hal-hal yang saling bertentangan. Dalam kitabnya Tahafut
al-Falasifah, Al-Gazali 16
Menyatakan
bahwa tidak ada orang Islam yang menyatakan bahwa pembangkitan hanya akan
terjadi dalam bentuk rohani. Dalam buku itu dinyatakan bahwa pembangkitan bagi
kaum sufi hanya terjadi dalam bentuk rohani, tentu termasuk dirinya. Oleh
karena itu, menurut Ibn Rusyd, tidak ada ijma tentang persoalan ini. Dengan
demikian, kaum filosof yang berpendapat bahwa pembangakitan jasmani itu tidak
ada, tidak dapat dikafirkan. Tetapi menurutnya bagi kaum awam penggambaran
pembangkitan jasmani sangat diperlukan untuk menguatkan keislaman mereka (Harun
Nasution, 1973:11-54).
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
0 komentar:
Posting Komentar