Hadist Hasan Dan Shahih
Hadits berasal dari
bahasa Arab الحديث, kemudian ditransliterasikan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia dengan tulisan. Hadis adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Nabi Muhammad SAW. Hadits sebagai
sumber hukum dalam agama Islam memiliki
kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur’an.[1]
Hadits merupakan istilah
yang biasa digunakan para pakar hadits dalam menyebut sesuatu yang berasal dari
Nabi Muhammad saw, baik itu berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan. Hadits
berfungsi menjelaskan, memperkuat dan menyebutkan hukum yang terdapat dalam
Alqur'an. Oleh karena itu hadits menempati peringkat kedua dalam hirarki sumber
hukum Islam.[2]
Hadits terdiri dari tiga
unsur pokok yaitu;
a) sanad atau sandaran
hadits, yakni para rawi yang me-riwayat-kan dimana penyebutan namanya, dimulai
dari mudawwin, gurunya, gurunya guru dan begitu selanjutnya sampai rawi yang
pertama kali menerima hadits tersebut.
b) rawi yaitu orang yang meriwayatkan hadits,
yakni orang yang menerima, memelihara dan menyampaikan hadits mulai dari
shahabat sampai mudawwin.
c) matan adalah lafadz atau redaksi hadits.[3]
Hadis Shahih ialah hadis
yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabith
dari rawi yang lain yang juga adil dan dhabith juga sampai akhir sanad, hadis
tidak janggal dan mengandung cacat (illat).[4]
Ibnu shalah mengemukakan definisi hadis
shahih, sebagai berikut : “Hadis shahih ialah hadis yang sanadnya bersambungan
melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi
dhabit pula, sampai ujungnya, tidak syaz dan tidak mu‟allal
(terkena illat)
Ajjaj
al-Khatib memberikan definisi hadis shahih, sebagai berikut : “Hadis yang bersambungan
sanadnya melalui periwayatan perawi tsiqah dari perawi lain yang tsiqah pula
sejak awal sampai ujungnya (rasulullah saw) tanpa syuzuz tanpa illat Dengan demikian Ajjaj al-Khatib mengemukakan
syarat-syarat terhadap sebuah hadis untuk
dapat disebut sebagai hadis shahih, yaitu :
a. Muttashil sanadnya,
b. Perawi-perawinya adil
c. Perawi-perawinya dhabit
d. Yang diriwayatkan tidak syaz,
e. Yang diriwayatkan terhindar dari illat
qadihah (illat yang mencacatkannya).
Shubhi Shalih juga memberikan rambu-rambu
yang harus diperhatikan dalam melihat keshahihan sebuah hadis, yaitu :
a. Hadis tersebut shahih musnad, yakni
sanadnya bersambung sampai yang teratas.
b. Hadis shahih bukanlah hadis yang syaz
yaitu rawi yang meriwayatkan memang terpercaya, akan tetapi ia menyalahi
rawi-rawi yang lain yang lebih tinggi.[5]
Ulama hadits dalam
menetapkan dapat diterimanya suatu hadits tidak hanya Menitik beratkan
melalui hal-hal yang berkaitan dengan
rawi hadits saja. Akan tetapi lebih jauh kedalam teksnya. Pada umumnya para pakar hadits
mengklasifikasikan hadits kedalam tiga bentuk, yaitu: shahih, hasan dan dha'if.
Adapun hadits maudhu' tidak termasuk dalam pembagian tersebut, karena pada
dasarnya itu bukan hadits. Penyebutannya sebagai hadits hanya dikatakan oleh
orang yang suka membuatnya. Dalam menetapkan kriteria kesahihan hadits, terjadi
perbedaaan pendapat di kalangan Muhaditsin. Meskipun demikian, kriteria
kesahihan hadits yang banyak diikuti oleh para pakar hadits adalah yang
dikemukakan oleh Ibn Shalah yang menyebutkan lima kriteria keotentikan hadits,
yaitu:
1.
Sanad-nya bersambung
Setiap rangkaian dari
para periwayatnya telah mengambil periwayatan itu secara langsung dari
periwayat diatasnya (sebelumnya) dari permulaan sanad hingga akhirnya.[6]Kata ittishal berarti
bersambung atau berhubungan. Sanad-nya bersambung artinya setiap rawi hadits
yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang sebelumnya dan begitu
selanjutnya sampai pada rawi yang pertama. Dengan demikian menurut al-Suyuti, hadits
munqati, mu'dhal, mu'allaq, mudallas dan mursal tidak termasuk kategori hadits
shahih karena sanad-nya tidak bersambung.
Pendapat para ulama
mengenai sanad hadist shahih
Menurut Ibnu al-Shalah,
hadits muttasil meliputi hadits marfu dan hadits mauquf. Sedangkan hadits
musnad adalah hadits yang khusus disandarkan kepada rasulullaah Saw. Dengan
demikian, ulama hadits umumnya berpendapat bahwa hadits musnad pasti marfu' dan
bersambung sanad-nya, sedangkan hadits muttashil tidak mesti bersambung sanad-nya.
al-Bukhari berpendapat
bahwa suatu hadits bisa disebut sanad-nya bersambung apabila murid dan guru
atau rawi pertama dengan rawi kedua benar-benar pernah bertemu mesti hanya
sekali. Sementara menurut Muslim, sanad hadits dapat disebut bersambung apabila
ada kemungkinan bertemu bagi kedua rawi diatas. Hal ini bisa terjadi apabila
keduanya hidup dalam satu kurun waktu dan tempat tinggalnya tidak terlalu jauh
menurut ukuran saat itu, meskipun keduanya belum pernah bertemu sama sekali
syarat yang dikemukakan al-Bukhari lebih ketat daripada yang ditetapkan oleh
Muslim. Hal ini menjadikan karya shahih al-Bukhari menempati peringkat pertama
dalam hirearki kitab hadits yang paling shahihUntuk mengetahui bersambung
tidaknya sanad suatu hadits, ada dua hal dapat yang dijadikan obyek penelitian,
yaitu sejarah rawi dan lafadz-lafadz periwayatan.[7]
2.
Rawinya 'adil
Secara bahasa kata 'adl berasal dari 'adala ya'dilu,
'adalat, yang berarti condong, lurus lawan dari dzalim dan pertengahan. Kata
'adl ini kemudian digunakan oleh muhadditsin sebagai sifat yang mesti ada pada
diri seorang rawi agar riwayatnya bisa diterima. para periwayatnya memiliki
kriteria seorang Muslim, baligh, berakal, tidak fasiq dan juga tidak cacat
maru’ah (harga diri)nya.[8]
Menurut Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, 'adalat merupakan
sifat yang melekat didalam jiwa yang mampu mengarahkan pemiliknya untuk senantiasa
bertaqwa, menjaga muru'ah, menjauhi perbuatan dosa, tidak melakukan dosa-dosa
kecil, dan menjauhi perbuatan yang menjatuhkan muru'ah seperti kencing dijalan,
makan dijalan dan lain sebagainya.
Sementara al-Nawawi
mendefinisikan 'adalat lebih kongkrit yaitu: muslim, berakal sehat,
tidak terdapat sebab-sebab kefasikan, dan
terhindar dari hal-hal yang menjatuhkan muru'ah.
sedangkan menurut
Abdullah bin Mubarak, ada lima kriteria yang digunakan untuk menetapkan
'adalat-nya seorang rawi, yaitu selalu melaksanakan shalat berjama'ah, tidak
meminum khamr, tidak sembrono dalam menjalankan agama, tidak berdusta dan
berakal sehat. Muslim menambahkan bahwa seorang rawi bisa disebut adil adalah
apabila ia seorang hafidz, maka ia tidak boleh lupa ketika ia menyampaikannya.
Kalau ia mempunyai catatan, maka ia hanya boleh meriwayatkan dari kitab
asalnya.
Dalam menentukan 'adil tidaknya rawi, paling tidak ada
dua hal yang harus diperhatikan. Pertama; pernyataan dari orang-orang adil dan
kedua; mashurnya keadilan rawi tersebut.
3.
Rawinya bersifat dhabit.
Dhabit artinya cermat
dan kuat hapalannya. Sedangkan yang dimaksud dengan rawi dhabit adalah rawi
yang kuat hafalannya, tidak pelupa, tidak banyak ragu, tidak banyak salah,
sehingga ia dapat menerima dan menyampaikannya sesuai dengan apa yang ia
terima. Dari sudat kuatnya hafalan rawi, ke-dhabit-an ini terbagi menjadi dua
macam, yaitu:pertama, dhabit shadri atau dhabth al-fu'ad, dan kedua dhabth
al-kitab. Dhabt al-Shadr artinya kemampuan untuk memelihara Hadits dalam
hafalan sehingga apa yang ia sampaikan sama dengan apa yang ia terima dari
guruya. Sedangkan dhabth al-kitab adalah terpeliharanya pe-riwayat-an itu
melalui tulisan-tulisan yang dimilikinya.[9]
4.
Tidak terdapat kejanggalan atau syadz.
Mengenai hadits yang
syadz, al-Syafi'i dan ulama Hijaz berpendapat bahwa suatu hadits dipandang
syadz jika ia diriwayatkan oleh seorang yang tsiqat namun bertentangan dengan
hadits yang diriwayatkan oleh orang tsiqat yang banyak, sementara itu tidak ada
rawi lain yang meriwayatkannya.
Sementara al-Khalili,
hadits syadz adalah hadits yang sanadnya hanya satu macam, baik rawinya
memiliki sipat tsiqat ataupun tidak. Apabila rawinya tidak tsiqat, maka
haditsnya ditolak sebagai hujjah. Sedangkan bila rawinya tsiqat, maka hadits
tersebut dibiarkan (mauquf), tidak ditolak dan tidak diterima sebagai hujjah.
Sedangkan menurut al-Hakim, hadits syadz ialah hadits yang diriwayatkan oleh
seorang yang tsiqat, tetapi tidak ada rawi-rawi tsiqat selainnya yang
meriwayatkan hadits tersebut.
Syadz dalam hadits tidak
hanya terjadi dalam matan saja tetapi ditemukan juga pada sanad. Dalam
menentukan syadz tidaknya suatu hadits, para ulama menggunakan cara
mengumpulkan semua matan dan sanad hadits yang mempunyai masalah yang sama. Secara
sepintas hadits syadz itu shahih karena rawinya orang-orang yang tsiqat, tetapi
setelah dikaji lebih mendalam ternyata ada sesuatu yang menggugurkan keshahihan
hadits tersebut sehingga dalam mengetahui adanya ke-syudzud-an pada suatu
hadits sangat sulit. Oleh karena itu, tidak setiap ulama mampu melakukannya.
Hanya orang-orang yang mumpuni dan biasa melakukan upaya penelitian hadits saja
yang dianggap mampu melakukan hal tersebut.[10]
5.
Tidak terdapat cacat ('illat)
Menurut Ibn Shalah,
'illat adalah sebab yang tersembunyi yang merusak kualitas hadits.
Keberadaannya menyebabkan hadits yang pada lahirnya tampak shahih menjadi tidak
shahih. hadits yang mengandung unsure 'illat tersebut disebut dengan hadits
mu'allal dan ma'lul. Dalam menentukan 'illat tidaknya suatu hadits, para ulama
menentukan beberapa langkah yaitu,
pertama, mengumpulkan
semua riwayat hadits, kemudian membuat perbandingan antara sanad dan matan-nya,
sehingga bisa ditemukan perbedaan dan persamaan, yang selanjutnya akan
diketahui dimana letak 'illat dalam hadits tersebut.
Kedua, membandingkan
susunan rawi dalam setiap sanad untuk mengetahui posisi mereka masing-masing
dalam keumuman sanad.
Ketiga, pernyataan
seorang ahli yang dikenal keahliannya, bahwa hadits tersebut mempunyai 'illat
dan ia menyebutkan letak 'illat pada hadits tersebut.. Sebagaimana dalam
syudzud, 'illat ini juga, bukan hanya terdapat pada sanad hadits, tetapi ada
juga terdapat pada matn hadits.
Ketiga kriteria pertama,
yaitu: 'adhalat, dhabit dan ittishal, berkaitan erat dengan rawi. Sedangkan
'illat dan syadzdz berhubungan dengan matn, meski ada juga sebagian ulama yang
menyebutkan 'illat dan syadz ada pada sanad.[11]
Beberapa Kriteria Hadis
Shahih
a. Sanad
1) Semua rawi dalam
sanad haruslah bersifat adil
2) Semua rawi dalam
sanad haruslah bersifat dhabit
3) Sanadnya bersambung
4) Tidak rancu (Syadz)
5) Tidak ada cacat
b. Matan
1) Pegertian yang
terkandung dalam matan tidak boleh bertentangan dengan al- Qur’an atau hadis
mutawatir walaupun keadaan rawi sudah memenuhi syarat.
2) Pengertian matan
tidak boleh bertentangan dengan pendapat yang disepakati (ijma‘) Ulama’ atau
bertentangan dengan keterangan ilmiah yang kebenarannya sudah dapat dipastikan
secara sepakat oleh para ilmuan.
3) Tidak ada kejanggalan
lainnya, jika dibandingkan dengan matan hadis yang lebih tinggi tingkatan dan
kedudukannya.
Macam- Macam Hadis Shahih
a. Hadis Shahih li
dzatihi
Ialah hadis Shahih yang
memenuhi secara lengkap syarat syarat hadis yaitu bersambung terus sanadnya, yang diriwayatkan oleh orang
yang adil, yang sukup kuat ingatannya dari orang yang seumpama juga yang berturut- turut sampai penghujung
sanad dan terhindar dari hal yang mengganjal dan cacat.
Maksud sanad yang bersambung ialah selamat sanadnya dari
terputus- putus dan gugur seorang perawi ditengah-
tengahnya. Dalam
hal ini keluarlah hadis mua’allaq, muadl, mursal, munqhathi’, disebabakan tidak bersambungnya sanadnya.
b. Hadis Shahih li
ghairih
Hadis Shahih li ghairih
artinya, yang Shahih karena yang lainnya, yaitu yang jadi sah karena dikuatkan
dengan jalan sanad atau keterangan yang lain. Hadis Shahih li ghairih ialah
hadis yang tingkatannya berada dibawah tingkatan hadis Shahih li dzatihi, hadis
ini menjadi Shahih karena diperkuat dengan hadis- hadis lain. Sekiranya kalau
hadis yang memperkuat itu tidak ada maka hadis tersebut hanyalah menjadi hadis hasan.[12]
c. Hukum Mengamalkan
Hadis Shahih
Untuk mengetahui suatu
hadis itu apakah Shahih atau tidak, kita bisa melihat dari beberapa syarat yang
telah tercantum dalam sub yang menerangkan hadis Shahih. Apabila dalam
syarat-syarat yang ada pada hadis Shahih tidak terpenuhi, maka secara otomatis tingkat
hadis itu akan turun dengan sendirinya. Semisal kita
meneliti sebuah hadis,
kemudian kita temukan salah satu dari perawi hadis tersebut
dalam kualitas intelektualnya tidak sempurna.
Dalam artian tingkat dhabit nya berada pada tingkat
kedua, maka dengan
sendirinya hadis itu masuk dalam kategori hadis Shahih lighairihi. Dan apabila ada sebuah hadis yang setelah
teliti tidak ditemukan satu kelemahanpun dan tingkatan para perawi hadis juga menempati
posisi yang pertama, maka hadis itu dikatakan sebagai hadis Shahih li dzatihi Untuk
hadis Shahih li ghairihi kita bisa merujuk pada ketentuan-ketentuan yang
termuat dalam pengertian dan kriteria kriteria hadis hasan dzatihi. Apabila
hadis itu terdapat beberapa jalur maka hadis itu akan naik derajatnya menjadi hadis Shahih
lighairihi.
Dengan kata lain kita
dapat menyimpulkan apabila ada hadis hasan akan tetapi hadis itu diriwayatkan oleh beberapa rawi dan
melalui beberapa
jalur, maka dapat kita katakan hadis tersebut adalah hadis Shahih li ghairihi. Wajib mengamalkannya menurut kesepakatan ( ijma’) ulama
hadis dan para ulama Ushul Fiqih serta fuqaha yang
memiliki kapabilitas
untuk itu. Dengan demikian, ia dapat dijadikan hujjah syari’at yang tidak boleh
diberikan kesempatan bagi seorang Muslim untuk tidak mengamalkannya.
d. Tingkatan Keshahihan
1) Tingkatan paling
tingginya adalah bila diriwayatkan dengan sanad yang paling Shahih, seperti Malik dari Nafi’ dari
Ibn ‘Umar.
2) Yang dibawah itu
tingkatannya, yaitu bila diriwayatkan dari jalur Rijal (rentetan para
periwayat) yang kapasitasnya di bawah kapasitas Rijal pada sanad pertama diatas seperti riwayat
Hammad bin Salamah dari Tsab it dari Anas.
3) Yang dibawah itu lagi
tingkatannya, yaitu bilamana diriwayatkan oleh periwayat-periwayat yang
terbukti dinyatakan sebagai periwayat-periwayat yang paling rendah julukan
Tsiqah kepada mereka (tingkatan Tsiqah paling rendah), seperti riwayat Suhail
bin Abi Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah. Ada juga rincian diata sdikaitkan dengan pembagian hadis Shahih kepada tujuh tingkatan:
1) Hadis yang
diriwayatkan secara sepakat oleh al-Bukhari dan Muslim (ini tingkatan paling tinggi)
2) Hadis yang
diriwayatkan secara tersendiri oleh al-Bukhari
3) Hadis yang
dirwayatkan secara tersendiri oleh Muslim
4) Hadis yang
diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya
5) Hadis yang diriwayatkan
berdasarkan persyaratan al-Bukhari sementara dia tidak mengeluarkannya
6) Hadis yang
diriwayatkan berdasarkan persyaratan Muslim sementara dia tidak mengeluarkannya
7) Hadis yang dinilai
Shahih oleh ulama selain keduanya seperti Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban yang bukan berdasarkan
persyaratan kedua
imam hadis tersebut (al-Bukhari dan Muslim).
Kehujjahan Hadis Shahih.
Mengenai kehujjahan hadis shahih, dikalangan
ulama tidak ada perbedaan tentang
kekuatan hukumnya, terutama dalam menentukan
halal dan haram (status hukum) sesuatu. Hal
ini didasarkan pada firman Allah, (Q.S
al-Hasyr : 59) :
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”.
4. Kitab-kitab yang memuat Hadis Shahih.
Manna‟
Khalil al-Qatthan dalam Mabahits Fi ‘Ulum al-Hadis, mengemukakan bahwa
diantara kitab-kitab yang memuat hadis shahih adalah:
a. Shahih Bukhari
b. Shahih Muslim
c. Mustadrak al-Hakim
d. Shahih Ibn Hibban
e. Shahih Ibn Khuzaimah
Sedangkan menurut Ajjaj al-Khatib bahwa
kitab-kitab yang memuat hadis-hadis shahih
adalah :
a. Shahih Bukhari
b. Shahih Muslim
f. Sunan Ibn Majah
Penyusunnya adalah Abu
Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah, ar-Rabi’iy al-Qazwainiy.
Kitab beliau ini cukup bermanfaat,
hanya saja kedudukannya di bawah lima kitab hadis terdahulu. Di dalam kitab ini
terdapat banyak hadis-hadis dla’if, dan sejumlah hadis.
Apabila ahli hadis
mengatakan, “Hadis yang diriwayatkan atau dikeluarkan oleh as-Sittah” maka
maksud dari ungkapan tersebut adalah hadis yang dicantumkan di dalam kitab
Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Jami’ at-Tirmidzi, Sunan
an-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah.
Dan apabila dikatakan,
“Diriwayatkan atau dikeluarkan oleh al-Arba ’ah”, maka yang dimaksudkan adalah
Sunan Abu Dawud, Jami’ at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah.[13]
c. Sunan Abu Daud
Penyusunnya adalah Abu
Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq al-Azdi as-Sijistani. Beliau
mengkhususkan kitabnya dengan hadis-hadis hukum, di dalamnya tidak terdapat
kitab zuhud dan fadha-ilul a’mal. Di dalam surat beliau kepada penduduk Makkah,
dalam mengomentari kitabnya sendiri (h.34), beliau berkata, “Dan tidaklah aku
menyusun di dalam kitab as-Sunan ini melainkan hadis-hadis hukum, tidak aku
masukkan kitab zuhud, fadha-ilul a’mal dll”
Kitab beliau yang
bernama as-Sunan adalah salah satu kitab yang sangat dibutuhkan, hanya saja
beliau tidak mempersyaratkan derajat sahih untuk hadis yang tercantum di
dalamnya. Sehingga di dalamnya berisi hadis sahih, hasan, shalih, dla’if, dan
munkar.
Beliau juga tidak
mempersyaratkan disebutkannya semua hadis tentang suatu bab, tetapi hanya
dipilihkan yang bermanfaat saja, dan kadang-kadang beliau menyebutkan satu
hadis dari jalan yang berbeda-beda karena ada ziyadah, baik dalam matan maupun
sanad. Dan kadang-kadang pula dibicarakan pada sebagian hadis tentang i’lalnya,
menyebutkan ikhtilaf (perbedaan) perawinya. Beliau telah membicarakan kitab
Sunannya secara terperinci di dalam surat yang beliau tulis untuk penduduk
Makkah. Ini adalah surat yang sangat bermanfaat, semoga Allah swt. Memberikan
rahmat kepada beliau dengan rahmat yang luas.[14]
g. Musnad Ahmad ibn Hanbal
d. Sunan at-Tirmidzi
e. Sunan an-Nasa‟i
Nuruddin Itr didalam kitabnya Manhaj an-Naqd
Fi ‘Ulum al-Hadis mengemukakan bahwa kitab-kitab yang memuat hadis-hadis shahih
antara lain [10]:
a. Al-Muwattha d.
Shahih Ibn Khuzaimah
b. Shahih Bukhari e. Shahih Ibn Hibban
c. Shahih Muslim f. Al-Mukhtarah[15]
contoh hadist shahih
Dari Abu Hurairah, dari
Nabi SAW bahwasanya beliau
mengucapkan –ketika hendak beranjak ke kasurnya, beliau mengucapkan : "Ya
Allah, Tuhan langit dan Tuhan bumi, Tuhan segala sesuatu, yang membelah biji
dan atom, yang menurunkan Taurat, Injil dan Al Qur'an, aku berlindung kepada-Mu
dari kejahatan segala makhluk melata yang memiliki kejahatan yang mana Engkau
mengendalikannya, Engkaulah yang Maha Awal, tidak ada sesuatu sebelum-Mu, dan
Engkaulah Maha Akhir, tidak ada sesuatu setelah- Mu, Engkaulah Maha Zhahir,
tidak ada sesuatu yang melebihi-Mu, dan Engkaulah yang Maha Bathin, tidak ada
sesuatu di bawah-Mu, tunaikanlah utangku, danjauhkanlah aku dari
kefakiran)".
( Sunan ibn Majah hadits
no. 3873, dan Shahih Muslim hadits no. 61- 2713, dan ini lafadz Ibnu Majah.
Al-'Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albany berkata tentang hadits ini : Hadits
ini shahih ).
Perawi Hadits :
Abu Hurairah;
Abdurrahman bin Shakhr Al Dausi Al Yamani perawi (hadits) di dalam Islam.
Diberi kunyah (panggilan) Abu Hurairah, karena ia suka bermain-main
dengan seekor
kucing betina. Ia mengembalakan kambing untuk keluarganya. Masuk Islam tahun ke
7 H sewaktu terjadi peristiwa penaklukan perkampungan Yahudi Khaibar. Menyertai
Nabi SAW selama empat tahun. Ia menemani beliau kemanapun pergi dan di manapun beliau singgah. Ia
bersungguh-sungguh dan intens dalam meriwayatkan hadits. Memelihara ilmu dari
Nabi SAW ilmu yang banyak. Ia adalah
sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits dari beliau.
Ia meriwayatkan dari Nabi SAW sebanyak 5374
hadits dan termasuk ahli fiqihnya penduduk
Madinah. Wafat di Madinah tahun 57 H dan dimakamkan di perkuburan Baqi'.
Beberapa faedah
hadits ini adalah :
1. Wajib mengimani bahwa
Allah adalah ; Al-Awwal , Al-Akhir , Az-Zhahir, dan Al-Bathin .
a. Makna Al-Awwal dalam hadits
ini adalah yang azali yang tidak ada permulaan baginya, maka tidak ada
sesuatupun yang mendahului Allah subhanahu wata'ala; maka hanya Allah semata tidak
ada yang lain selain Dia.
b. Dan Makna Al-Akhir
adalah yang kekal, yang memusnahkan segala sesuatu sedangkan Allah tetap ada,
maka tidak ada sesuatu pun setelah- Nya.
c. Dan makna Az-Zhahir
adalah yang Maha mengalahkan yang Maha Tinggi atas segala sesuatu, maka tidak
ada yang lebih tinggi dari- Nya.
d. Dan makna Al-Bathin
adalah tidak ada yang bisa mengatur selain Allah, dan tidak ada seorangpun yang
berdiri sendiri selain Allah, dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi dari
Allah; maka Allah Maha Tahu segala sesuatu.
2. Wajib menetapkan
sifat Allah sebagaimana yang tertera dalam nash-nash syar'i. Namun tidak
mengapa menjelaskan pengertiannya dengan bahasa selain bahasa arab dengan
tujuan memahamkan dan menjelaskan.
3. Dianjurkan menghafal
do'a ini dan rajin membacanya sebelum tidur.
4. Hadits ini adalah
dalil bahwa Allah azza wajalla Tuhan semesta alam; maka Tuhan seluruh makhluk
adalah Allah subhanahu wata'ala.[16]
Hadis Hasan
Hadis yang
memenuhi syarat sebagai hadis sahih , hanya saja kualitas dhabth (keakuratan)
salah seorang atau beberapa orang rawinya berada di bawah kualitas rawi hadis sahih,
tetapi hal itu tidak sampai mengeluarkan hadis tersebut dari wilayah kebolehan
berhujjah dengannya. Hadis seperti ini disebut hasan lidzatihi[17]
Hadis hasan adalah hadis
yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang- orang yang adil
tetapi ada satu rawi yang kurang dzabit, serta tidak ada syudud dan 'illah. Adapula yang mendefenisikan
hadis hasan adalah: hadis yang sanadnya baik, yaitu setiap hadis yang
diriwayatkan melalui sanad yang didalamnya tidak terdapat rawi yang dicurigai
berdusta, matan hadisnya tidak janggal, diriwayatkan melalui sanad yang lain
pula yang sederajat. Adapun macam- macam hadis hasan ialah ada dua yaitu:
a. Hadis hasan li dzatih
Hadis hasan li dzatih
ialah hadis yang terwujud karena dirinya sendiri, yakni karena matan dan para
perawinya memenuhi syaratsyarat hadis Shahih kecuali keadaan rawi (rawinya
kurang dzabit).
b. Hadis hasan li
ghairih
Hadis hasan li gharih
ialah hadis yang menjadi hasan karena dibantu dari jalan lain. Hadis ini berada dibawah hadis
hasan li dzatih,karena ada hadis lain yang menguatkan, atau hadis hasan li
ghairih ialah hadis dho’if yang dikuatkan oleh hadis ya ng lain menjadi hasan.[18]
Contoh kitab hadist yang
berisi hadist sunan adalah Kitab yang
ditulis oleh al-Tirmidzi berkaitan dengan pembahasan hadits biasa disebut oleh
sebagian ulama hadits dengan nama al-Jami' al-Sahih atau al-Sahih seperti yang dikemukakan oleh al-Khatib al-Bagdadi Hal
yang sama seperti dikemukakan oleh al-Hakim atau terkadang juga disebut dengan
sunan al-Tirmidzi. Untuk metode yang
digunakan oleh al-Tirmidzi, maka dapatlah dipahami bahwa usaha menjelaskan
keadaan suatu hadits dimaksudkan oleh al-Tirmidzi untuk mengetahui kelemahan
hadits yang bersangkutan.[19] Menurut al-Hafiz Abu
Fadil ibn Tahir al-Maqdisi ada empat
syarat yang ditetapkan oleh al-Tirmidzi sebagai standarisasi periwayatan hadits
yaitu:
1. Hadits-hadits yang
sudah disepakati ke-shaihannya oleh Bukhari dan Muslim.
2. Hadits-hadits yang
sahih menurut standar kesahihan Abu Dawud dan al-Nasai, yaitu hadits-hadits yang para
ulama tidak sepakat untuk meninggalkannya, dengan ketentuan hadits itu
bersambung sanad nya dan tidak mursal.
3. Hadits-hadits yang
tidak dipastikan kesahihannya dengan menjelaskan
sebab-sebab kelemahannya. Mengenal Kitab Sunan Al-Tirmidzi (Hasan Su’aidi)
4. Hadits-hadits yang
dijadikan sebagai hujjah oleh fuqaha baik
hadits tersebut shahih atau tidak. Tentu saja ketidak shahih annya tidak sampai
pada tingkat daif matruk[20]
dalam meriwayatkan
hadits, al-Tirmidzi menggunakan metode yang berbeda dengan para ulama hadits lainnya,
metode-metode tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Men-takhrij hadits yang menjadi amalan (ma'msl) oleh para fuqahs`.
2. Memberikan penjelasan
terhadap kualitas dan keadaan hadits yang ditulis. [21]
Hadits yang terhimpun di dalam kitab Sunan al-Tirmidzi
mempunyai lima tingkatan (thabaqot) yaitu:
a)
Para perawi yang mempunyai predikat al-tsiqat
al-huffz,dalam kitab al-Tirmidzi perawi dengan predikat yang demikian ini jumlahnya
sangat banyak, dan kebanyakan perawi-perawi tersebut juga merupakan perawi
hadits yang ada di dalam kitab Sahih Bukhari dan
Muslim.
b)
Para perawi yang tingkatannya di bawah tingkatan perawi
yang pertama, berkaitan dengan hadits ini al-Tirmidzi kadangkala menganggap
hadits yang mereka riwayatkan sahih dan terkadang
hasan.
c)
Para perawi yang mastr (tidak diketahui tingkat validitasnya) dan jujur, akan
tetapi tidak termasuk ke dalam perawi yang mempunyai hafalan yang kuat dan
terkenal sangat dapat dipercaya. Terhadap perawi yang demikian ini al-Tirmidzi
terlebih dahulu meriwayatkan hadits-hadits yang senada dengan hadits-hadits
yang diriwayatkan oleh para perawi pada tingkatan ini, dan jika hadits-hadits
yang senada tersebut dapat memperkuatnya maka hadits yang diriwayatkan perawi
pada tingkatan ini kemudian dinilai oleh al-Tirmidzi sebagai hadits hasan.
d)
Para perawi yang dha`if dan meriwayatkan
hadits secara tafarrud (menyendiri) meskipun tidak sangat lemah, perawi yang
demikian ini di dalam kitab al-Tirmidzi jumlahnya sangat sedikit.
e)
Para perawi yang tingkatannya wadhi (rendah) dan matruk(yang ditinggalkan) terhadap perawi yang demikian ini
Mengenai Kitab Sunan Al-Tirmidzi (Hasan
Su’aidi) Tirmidzi dalam kitab 'ilal nya
menjelaskan bahwa dia tidak erlalu memperhatikan hadits yang diriwayatkan oleh perawi
pada tingkatan ini, kecuali hanya sesekali menyebutkannya dengan disertai tanbih (peringatan)[22]
Contoh hadist hasan
Dari Abdullah bin Amru
radhiyallahu'anhuma, ia berkata : " Rasulullah bersabda: "
sembahlah Ar- Rahman (Yang Maha
Pengasih), berilah makan, dan sebarkanlah salam, maka kamu akan masuk surga
dengan selamat ". (Jami' At- Tirmidzi hadits no. 1855. Imam At- Tirmidzi berkata tentang hadits ini : hadits
ini hasan shahih. dan Al-'Allamah
Muhammad Nashiruddin Al-Albany juga
berkata tentang hadits ini: hadits ini shahih).
Perawi Hadits :
Abdullah bin Amru bin
Al'Ash Al-Qurasyi As- Sahmi. Seorang sahabat yang terkenal. Masuk Islam sebelum
bapaknya Amru bin Al-'Ash. Ia memiliki 700 hadits dalam kitab-kitab hadits. Ia
juga sempat berperang bersama Rasulullah SAW , sebagaimana ia dikenal sebagai ahli kebijakan politik dan manajemen kerja. Mu'awiyah
pernah mengangkatnya sebagai wali kota Kufah beberapa lama. Ia juga
menyampaikan hadits Rasulullah dan menyampaikan fatwa di Jami' Al-Fasthath ( Masjid Amru
bin Al'Ash) di Mesir. Dan banyak orang yang mengambil ilmu darinya , baik yang
berasal dari Mesir, Syam maupun Hijaz. Abdullah bin Amru bin Al'Ash meninggal di Mesir pada tahun 65 H, dan di makamkan di rumahnya. Ada
pula riwayat yang mengatakan ia meninggal di Syam, ada pula yang mengatakan
meninggal di Mekkah.
Beberapa faedah hadits ini adalah :
1. Jalan ke surga yaitu beribadah kepada
Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya,
dan berbuat baik kepada manusia.
2. Hadits ini menyuruh agar menjadikan Allah
semata sebagai tujuan ibadah, juga memberikan
anjuran agar memberi orang yang
membutuhkan.
3. Menyebarkan Islam adalah salah satu faktor
untuk mempererat hubungan kasih sayang sosial antar anggota masyarakat Islam.[23]
Daftar pustaka
Naofal Erlan, “Pdf Kriteria
Kesahihan Hadits “ Hakim
PA. Sidikalang di unduh pada tanggal
26 november 2015 jam 19.00
DR. Muhammad Murtaza bin
Aish “ 70 hadist pilihan” penterjemah Daday Hidayat, Lc
Su’aidi Hasan, “pdf Mengenal Kitab Sunan Al-Tirmidzi (Kitab
Hadits Hasan) “ di unduh pada
tanggal 26 november 2015 jam 19.00
DR. Muhammad Murtaza bin
Aish “ 70 hadist pilihan” penterjemah Daday Hidayat, Lc Halaman 9-12
Pdf Kajian Shalat Menurut Al-qur’an dan As-Sunnah T Sipil UMY unduh
pada tanggal 26 november 2015 jam 19.00
Amru Abdul Mun’im Salim
“ Ilmu Hadist Untuk Pemula “ Maktabah
Ibnu Taymiyah, Kairo, Mesir 1997
[1] Asrukin Mochammad "Hadits : Sebuah
Tinjauan Pustaka” pdf di unduh pada
tanggal 26 november 2015 jam 19.00 Hal 2
[2] Naofal Erlan, “Pdf Kriteria Kesahihan
Hadits “ Hakim
PA. Sidikalang di unduh pada tanggal 26 november 2015 jam 19.00 Hal 3
[3] Naofal Erlan, “Pdf Kriteria Kesahihan
Hadits “ Hakim
PA. Sidikalang di unduh pada tanggal 26 november 2015 jam 19.00 Hal 6
[4] Pdf Seputar
Hadis Shahih; Antara Kategori Dan Keabsahannya Di Unduh Pada Tanggal 26 November
2015 Jam 19.00 Halaman 7
[6]“Pdf Kajian Shalat Menurut Al-qur’an dan As-Sunnah “T Sipil UMY unduh pada tanggal 26 november 2015 jam 19.00 halaman 17
[7] Naofal Erlan, “Pdf Kriteria Kesahihan
Hadits “ Hakim
PA. Sidikalang di unduh pada tanggal 26 november 2015 jam 19.00 Hal 7
[8] “Pdf Kajian
Shalat Menurut Al-qur’an dan As-Sunnah “T Sipil UMY unduh pada tanggal 26 november 2015 jam 19.00 halaman 18
[9] Naofal Erlan, “Pdf Kriteria Kesahihan
Hadits “ Hakim
PA. Sidikalang di unduh pada tanggal 26 november 2015 jam 19.00 Hal 7
[10] Naofal Erlan, “Pdf Kriteria Kesahihan
Hadits “ Hakim
PA. Sidikalang di unduh pada tanggal 26 november 2015 jam 19.00 Hal 8
[11] Naofal Erlan, “Pdf Kriteria Kesahihan
Hadits “ Hakim
PA. Sidikalang di unduh pada tanggal 26 november 2015 jam 19.00 Hal 9-10
[12] Muh, Zuhri. Hadis Nabi: Telaah Histories Dan Mitodologis,
(Yogyakarta: PT Tiara Wacana
1997);
halaman 117
[13] Hal 27
[14] Hal
24-25
[15] “Pdf Kajian Shalat Menurut Al-qur’an dan As-Sunnah “T Sipil UMY unduh pada tanggal 26 november 2015 jam 19.00 halaman 1-4
[16] DR. Muhammad Murtaza bin
Aish “ 70 hadist pilihan” penterjemah Daday Hidayat, Lc Halaman
9-12
[17] Amru Abdul Mun’im Salim “ Ilmu Hadist Untuk Pemula
“ Maktabah Ibnu Taymiyah, Kairo, Mesir 1997 halaman 30
[18] “Pdf Kajian Shalat Menurut Al-qur’an dan As-Sunnah “T Sipil UMY unduh pada tanggal 26 november 2015 jam 19.00 halaman 20-23
[19] Su’aidi Hasan, “pdf Mengenal Kitab Sunan Al-Tirmidzi (Kitab
Hadits Hasan) “ di unduh pada
tanggal 26 november 2015 jam 19.00 halaman 124
[20] Su’aidi Hasan, “pdf Mengenal Kitab Sunan Al-Tirmidzi (Kitab
Hadits Hasan) “ di unduh pada
tanggal 26 november 2015 jam 19.00 halaman l 128
[21] Su’aidi Hasan, “pdf Mengenal Kitab Sunan Al-Tirmidzi (Kitab
Hadits Hasan) “ di unduh pada
tanggal 26 november 2015 jam 19.00 halaman 127
[22] Naofal
Erlan, “Pdf Kriteria
Kesahihan Hadits “ Hakim
PA. Sidikalang di unduh pada tanggal
26 november 2015 jam 19.00 130-131
[23] DR. Muhammad Murtaza bin Aish “ 70
hadist pilihan” penterjemah Daday Hidayat, Lc halaman 7-9
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
0 komentar:
Posting Komentar