Minggu, 29 Januari 2023 | By: namakuameliya

Hadist Hasan Dan Shahih

 

 

Hadist Hasan Dan Shahih

Hadits berasal dari bahasa Arab الحديث, kemudian ditransliterasikan dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan tulisan. Hadis adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Nabi Muhammad SAW. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur’an.[1]

Hadits merupakan istilah yang biasa digunakan para pakar hadits dalam menyebut sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad saw, baik itu berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan. Hadits berfungsi menjelaskan, memperkuat dan menyebutkan hukum yang terdapat dalam Alqur'an. Oleh karena itu hadits menempati peringkat kedua dalam hirarki sumber hukum Islam.[2]

Hadits terdiri dari tiga unsur pokok yaitu;

a)  sanad atau sandaran hadits, yakni para rawi yang me-riwayat-kan dimana penyebutan namanya, dimulai dari mudawwin, gurunya, gurunya guru dan begitu selanjutnya sampai rawi yang pertama kali menerima hadits tersebut.

b)   rawi yaitu orang yang meriwayatkan hadits, yakni orang yang menerima, memelihara dan menyampaikan hadits mulai dari shahabat sampai mudawwin.

c)   matan adalah lafadz atau redaksi hadits.[3]

Hadis Shahih ialah hadis yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabith dari rawi yang lain yang juga adil dan dhabith juga sampai akhir sanad, hadis tidak janggal dan mengandung cacat (illat).[4]

Ibnu shalah mengemukakan definisi hadis shahih, sebagai berikut : “Hadis shahih ialah hadis yang sanadnya bersambungan melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit pula, sampai ujungnya, tidak syaz dan tidak muallal (terkena illat)

 Ajjaj al-Khatib memberikan definisi hadis shahih, sebagai berikut : “Hadis yang bersambungan sanadnya melalui periwayatan perawi tsiqah dari perawi lain yang tsiqah pula sejak awal sampai ujungnya (rasulullah saw) tanpa syuzuz tanpa illat Dengan demikian Ajjaj al-Khatib mengemukakan syarat-syarat terhadap sebuah hadis untuk dapat disebut sebagai hadis shahih, yaitu :

a. Muttashil sanadnya,

b. Perawi-perawinya adil

c. Perawi-perawinya dhabit

d. Yang diriwayatkan tidak syaz,

e. Yang diriwayatkan terhindar dari illat qadihah (illat yang mencacatkannya).

Shubhi Shalih juga memberikan rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam melihat keshahihan sebuah hadis, yaitu :

a. Hadis tersebut shahih musnad, yakni sanadnya bersambung sampai yang teratas.

b. Hadis shahih bukanlah hadis yang syaz yaitu rawi yang meriwayatkan memang terpercaya, akan tetapi ia menyalahi rawi-rawi yang lain yang lebih tinggi.[5]

Ulama hadits dalam menetapkan dapat diterimanya suatu hadits tidak hanya Menitik beratkan melalui  hal-hal yang berkaitan dengan rawi hadits saja. Akan tetapi lebih jauh kedalam  teksnya.  Pada umumnya para pakar hadits mengklasifikasikan hadits kedalam tiga bentuk, yaitu: shahih, hasan dan dha'if. Adapun hadits maudhu' tidak termasuk dalam pembagian tersebut, karena pada dasarnya itu bukan hadits. Penyebutannya sebagai hadits hanya dikatakan oleh orang yang suka membuatnya. Dalam menetapkan kriteria kesahihan hadits, terjadi perbedaaan pendapat di kalangan Muhaditsin. Meskipun demikian, kriteria kesahihan hadits yang banyak diikuti oleh para pakar hadits adalah yang dikemukakan oleh Ibn Shalah yang menyebutkan lima kriteria keotentikan hadits, yaitu:

1.   Sanad-nya bersambung

Setiap rangkaian dari para periwayatnya telah mengambil periwayatan itu secara langsung dari periwayat diatasnya (sebelumnya) dari permulaan sanad hingga akhirnya.[6]Kata ittishal berarti bersambung atau berhubungan. Sanad-nya bersambung artinya setiap rawi hadits yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang sebelumnya dan begitu selanjutnya sampai pada rawi yang pertama. Dengan demikian menurut al-Suyuti, hadits munqati, mu'dhal, mu'allaq, mudallas dan mursal tidak termasuk kategori hadits shahih karena sanad-nya tidak bersambung.

Pendapat para ulama mengenai  sanad hadist shahih

Menurut Ibnu al-Shalah, hadits muttasil meliputi hadits marfu dan hadits mauquf. Sedangkan hadits musnad adalah hadits yang khusus disandarkan kepada rasulullaah Saw. Dengan demikian, ulama hadits umumnya berpendapat bahwa hadits musnad pasti marfu' dan bersambung sanad-nya, sedangkan hadits muttashil tidak mesti bersambung sanad-nya.

al-Bukhari berpendapat bahwa suatu hadits bisa disebut sanad-nya bersambung apabila murid dan guru atau rawi pertama dengan rawi kedua benar-benar pernah bertemu mesti hanya sekali. Sementara menurut Muslim, sanad hadits dapat disebut bersambung apabila ada kemungkinan bertemu bagi kedua rawi diatas. Hal ini bisa terjadi apabila keduanya hidup dalam satu kurun waktu dan tempat tinggalnya tidak terlalu jauh menurut ukuran saat itu, meskipun keduanya belum pernah bertemu sama sekali syarat yang dikemukakan al-Bukhari lebih ketat daripada yang ditetapkan oleh Muslim. Hal ini menjadikan karya shahih al-Bukhari menempati peringkat pertama dalam hirearki kitab hadits yang paling shahihUntuk mengetahui bersambung tidaknya sanad suatu hadits, ada dua hal dapat yang dijadikan obyek penelitian, yaitu sejarah rawi dan lafadz-lafadz periwayatan.[7]

2.   Rawinya 'adil

Secara bahasa kata 'adl berasal dari 'adala ya'dilu, 'adalat, yang berarti condong, lurus lawan dari dzalim dan pertengahan. Kata 'adl ini kemudian digunakan oleh muhadditsin sebagai sifat yang mesti ada pada diri seorang rawi agar riwayatnya bisa diterima. para periwayatnya memiliki kriteria seorang Muslim, baligh, berakal, tidak fasiq dan juga tidak cacat maru’ah (harga diri)nya.[8]

Menurut Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, 'adalat merupakan sifat yang melekat didalam jiwa yang mampu mengarahkan pemiliknya untuk senantiasa bertaqwa, menjaga muru'ah, menjauhi perbuatan dosa, tidak melakukan dosa-dosa kecil, dan menjauhi perbuatan yang menjatuhkan muru'ah seperti kencing dijalan, makan dijalan dan lain sebagainya.

Sementara al-Nawawi  mendefinisikan 'adalat lebih kongkrit yaitu: muslim, berakal sehat, tidak terdapat sebab-sebab kefasikan, dan  terhindar dari hal-hal yang menjatuhkan muru'ah.

 sedangkan menurut Abdullah bin Mubarak, ada lima kriteria yang digunakan untuk menetapkan 'adalat-nya seorang rawi, yaitu selalu melaksanakan shalat berjama'ah, tidak meminum khamr, tidak sembrono dalam menjalankan agama, tidak berdusta dan berakal sehat. Muslim menambahkan bahwa seorang rawi bisa disebut adil adalah apabila ia seorang hafidz, maka ia tidak boleh lupa ketika ia menyampaikannya. Kalau ia mempunyai catatan, maka ia hanya boleh meriwayatkan dari kitab asalnya.

Dalam menentukan 'adil tidaknya rawi, paling tidak ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama; pernyataan dari orang-orang adil dan kedua; mashurnya keadilan rawi tersebut.

3.     Rawinya bersifat dhabit.

Dhabit artinya cermat dan kuat hapalannya. Sedangkan yang dimaksud dengan rawi dhabit adalah rawi yang kuat hafalannya, tidak pelupa, tidak banyak ragu, tidak banyak salah, sehingga ia dapat menerima dan menyampaikannya sesuai dengan apa yang ia terima. Dari sudat kuatnya hafalan rawi, ke-dhabit-an ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:pertama, dhabit shadri atau dhabth al-fu'ad, dan kedua dhabth al-kitab. Dhabt al-Shadr artinya kemampuan untuk memelihara Hadits dalam hafalan sehingga apa yang ia sampaikan sama dengan apa yang ia terima dari guruya. Sedangkan dhabth al-kitab adalah terpeliharanya pe-riwayat-an itu melalui tulisan-tulisan yang dimilikinya.[9]

4.     Tidak terdapat kejanggalan atau syadz.

Mengenai hadits yang syadz, al-Syafi'i dan ulama Hijaz berpendapat bahwa suatu hadits dipandang syadz jika ia diriwayatkan oleh seorang yang tsiqat namun bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang tsiqat yang banyak, sementara itu tidak ada rawi lain yang meriwayatkannya.

Sementara al-Khalili, hadits syadz adalah hadits yang sanadnya hanya satu macam, baik rawinya memiliki sipat tsiqat ataupun tidak. Apabila rawinya tidak tsiqat, maka haditsnya ditolak sebagai hujjah. Sedangkan bila rawinya tsiqat, maka hadits tersebut dibiarkan (mauquf), tidak ditolak dan tidak diterima sebagai hujjah. Sedangkan menurut al-Hakim, hadits syadz ialah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang tsiqat, tetapi tidak ada rawi-rawi tsiqat selainnya yang meriwayatkan hadits tersebut.

Syadz dalam hadits tidak hanya terjadi dalam matan saja tetapi ditemukan juga pada sanad. Dalam menentukan syadz tidaknya suatu hadits, para ulama menggunakan cara mengumpulkan semua matan dan sanad hadits yang mempunyai masalah yang sama. Secara sepintas hadits syadz itu shahih karena rawinya orang-orang yang tsiqat, tetapi setelah dikaji lebih mendalam ternyata ada sesuatu yang menggugurkan keshahihan hadits tersebut sehingga dalam mengetahui adanya ke-syudzud-an pada suatu hadits sangat sulit. Oleh karena itu, tidak setiap ulama mampu melakukannya. Hanya orang-orang yang mumpuni dan biasa melakukan upaya penelitian hadits saja yang dianggap mampu melakukan hal tersebut.[10]

5.     Tidak terdapat cacat ('illat)

Menurut Ibn Shalah, 'illat adalah sebab yang tersembunyi yang merusak kualitas hadits. Keberadaannya menyebabkan hadits yang pada lahirnya tampak shahih menjadi tidak shahih. hadits yang mengandung unsure 'illat tersebut disebut dengan hadits mu'allal dan ma'lul. Dalam menentukan 'illat tidaknya suatu hadits, para ulama menentukan beberapa langkah yaitu,

pertama, mengumpulkan semua riwayat hadits, kemudian membuat perbandingan antara sanad dan matan-nya, sehingga bisa ditemukan perbedaan dan persamaan, yang selanjutnya akan diketahui dimana letak 'illat dalam hadits tersebut.

Kedua, membandingkan susunan rawi dalam setiap sanad untuk mengetahui posisi mereka masing-masing dalam keumuman sanad.

Ketiga, pernyataan seorang ahli yang dikenal keahliannya, bahwa hadits tersebut mempunyai 'illat dan ia menyebutkan letak 'illat pada hadits tersebut.. Sebagaimana dalam syudzud, 'illat ini juga, bukan hanya terdapat pada sanad hadits, tetapi ada juga terdapat pada matn hadits.

Ketiga kriteria pertama, yaitu: 'adhalat, dhabit dan ittishal, berkaitan erat dengan rawi. Sedangkan 'illat dan syadzdz berhubungan dengan matn, meski ada juga sebagian ulama yang menyebutkan 'illat dan syadz ada pada sanad.[11]

Beberapa Kriteria Hadis Shahih

a. Sanad

1) Semua rawi dalam sanad haruslah bersifat adil

2) Semua rawi dalam sanad haruslah bersifat dhabit

3) Sanadnya bersambung

4) Tidak rancu (Syadz)

5) Tidak ada cacat

b. Matan

1) Pegertian yang terkandung dalam matan tidak boleh bertentangan dengan al- Qur’an atau hadis mutawatir walaupun keadaan rawi sudah memenuhi syarat.

2) Pengertian matan tidak boleh bertentangan dengan pendapat yang disepakati (ijma‘) Ulama’ atau bertentangan dengan keterangan ilmiah yang kebenarannya sudah dapat dipastikan secara sepakat oleh para ilmuan.

3) Tidak ada kejanggalan lainnya, jika dibandingkan dengan matan hadis yang lebih tinggi tingkatan dan kedudukannya.

Macam- Macam Hadis Shahih

a. Hadis Shahih li dzatihi

Ialah hadis Shahih yang memenuhi secara lengkap syarat syarat hadis yaitu bersambung terus sanadnya, yang diriwayatkan  oleh orang yang adil, yang sukup kuat ingatannya dari orang yang seumpama juga yang berturut- turut sampai penghujung sanad dan  terhindar dari hal yang mengganjal dan cacat. Maksud sanad yang bersambung ialah selamat sanadnya dari terputus- putus dan gugur seorang perawi ditengah- tengahnya. Dalam hal ini keluarlah hadis mua’allaq, muadl, mursal, munqhathi’, disebabakan tidak bersambungnya sanadnya.

b. Hadis Shahih li ghairih

Hadis Shahih li ghairih artinya, yang Shahih karena yang lainnya, yaitu yang jadi sah karena dikuatkan dengan jalan sanad atau keterangan yang lain. Hadis Shahih li ghairih ialah hadis yang tingkatannya berada dibawah tingkatan hadis Shahih li dzatihi, hadis ini menjadi Shahih karena diperkuat dengan hadis- hadis lain. Sekiranya kalau hadis yang memperkuat itu tidak ada maka hadis tersebut hanyalah menjadi hadis hasan.[12]

c. Hukum Mengamalkan Hadis Shahih

Untuk mengetahui suatu hadis itu apakah Shahih atau tidak, kita bisa melihat dari beberapa syarat yang telah tercantum dalam sub yang menerangkan hadis Shahih. Apabila dalam syarat-syarat yang ada pada hadis Shahih tidak terpenuhi, maka secara otomatis tingkat hadis itu akan turun dengan sendirinya. Semisal kita meneliti sebuah hadis, kemudian kita temukan salah satu dari perawi hadis tersebut dalam kualitas intelektualnya tidak sempurna. Dalam artian tingkat dhabit nya berada pada tingkat kedua, maka dengan sendirinya hadis itu masuk dalam kategori hadis Shahih lighairihi. Dan apabila ada sebuah hadis yang setelah teliti tidak ditemukan satu kelemahanpun dan tingkatan para perawi hadis juga menempati posisi yang pertama, maka hadis itu dikatakan sebagai hadis Shahih li dzatihi Untuk hadis Shahih li ghairihi kita bisa merujuk pada ketentuan-ketentuan yang termuat dalam pengertian dan kriteria kriteria hadis hasan dzatihi. Apabila hadis itu terdapat beberapa jalur maka hadis itu akan naik derajatnya menjadi hadis Shahih lighairihi.

Dengan kata lain kita dapat menyimpulkan apabila ada hadis hasan akan tetapi hadis itu diriwayatkan oleh beberapa rawi dan melalui beberapa jalur, maka dapat kita katakan hadis tersebut adalah hadis Shahih li ghairihi. Wajib mengamalkannya menurut kesepakatan ( ijma’) ulama hadis dan para ulama Ushul Fiqih serta fuqaha yang memiliki kapabilitas untuk itu. Dengan demikian, ia dapat dijadikan hujjah syari’at yang tidak boleh diberikan kesempatan bagi seorang Muslim untuk tidak mengamalkannya.

d. Tingkatan Keshahihan

1) Tingkatan paling tingginya adalah bila diriwayatkan dengan sanad yang paling Shahih, seperti Malik dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar.

2) Yang dibawah itu tingkatannya, yaitu bila diriwayatkan dari jalur Rijal (rentetan para periwayat) yang kapasitasnya di bawah kapasitas Rijal  pada sanad pertama diatas seperti riwayat Hammad bin Salamah dari Tsab it dari Anas.

3) Yang dibawah itu lagi tingkatannya, yaitu bilamana diriwayatkan oleh periwayat-periwayat yang terbukti dinyatakan sebagai periwayat-periwayat yang paling rendah julukan Tsiqah kepada mereka (tingkatan Tsiqah paling rendah), seperti riwayat Suhail bin Abi Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah. Ada juga rincian diata sdikaitkan dengan pembagian hadis Shahih kepada tujuh tingkatan:

1) Hadis yang diriwayatkan secara sepakat oleh al-Bukhari dan Muslim (ini tingkatan paling tinggi)

2) Hadis yang diriwayatkan secara tersendiri oleh al-Bukhari

3) Hadis yang dirwayatkan secara tersendiri oleh Muslim

4) Hadis yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya

5) Hadis yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari sementara dia tidak mengeluarkannya

6) Hadis yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan Muslim sementara dia tidak mengeluarkannya

7) Hadis yang dinilai Shahih oleh ulama selain keduanya seperti Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban yang bukan berdasarkan persyaratan kedua imam hadis tersebut (al-Bukhari dan Muslim).

Kehujjahan Hadis Shahih.

Mengenai kehujjahan hadis shahih, dikalangan ulama tidak ada perbedaan tentang

kekuatan hukumnya, terutama dalam menentukan halal dan haram (status hukum) sesuatu. Hal

ini didasarkan pada firman Allah, (Q.S al-Hasyr : 59) :

 

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”.

4. Kitab-kitab yang memuat Hadis Shahih. Manna Khalil al-Qatthan dalam Mabahits Fi ‘Ulum al-Hadis, mengemukakan bahwa diantara kitab-kitab yang memuat hadis shahih adalah:

a. Shahih Bukhari

b. Shahih Muslim

c. Mustadrak al-Hakim

d. Shahih Ibn Hibban

e. Shahih Ibn Khuzaimah

Sedangkan menurut Ajjaj al-Khatib bahwa kitab-kitab yang memuat hadis-hadis shahih

adalah :

a. Shahih Bukhari                                   

b. Shahih Muslim                                  

f. Sunan Ibn Majah

Penyusunnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah, ar-Rabi’iy al-Qazwainiy.

Kitab beliau ini cukup bermanfaat, hanya saja kedudukannya di bawah lima kitab hadis terdahulu. Di dalam kitab ini terdapat banyak hadis-hadis dla’if, dan sejumlah hadis.

Apabila ahli hadis mengatakan, “Hadis yang diriwayatkan atau dikeluarkan oleh as-Sittah” maka maksud dari ungkapan tersebut adalah hadis yang dicantumkan di dalam kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Jami’ at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah.

Dan apabila dikatakan, “Diriwayatkan atau dikeluarkan oleh al-Arba ’ah”, maka yang dimaksudkan adalah Sunan Abu Dawud, Jami’ at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah.[13]

c. Sunan Abu Daud

Penyusunnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq al-Azdi as-Sijistani. Beliau mengkhususkan kitabnya dengan hadis-hadis hukum, di dalamnya tidak terdapat kitab zuhud dan fadha-ilul a’mal. Di dalam surat beliau kepada penduduk Makkah, dalam mengomentari kitabnya sendiri (h.34), beliau berkata, “Dan tidaklah aku menyusun di dalam kitab as-Sunan ini melainkan hadis-hadis hukum, tidak aku masukkan kitab zuhud, fadha-ilul a’mal dll”

Kitab beliau yang bernama as-Sunan adalah salah satu kitab yang sangat dibutuhkan, hanya saja beliau tidak mempersyaratkan derajat sahih untuk hadis yang tercantum di dalamnya. Sehingga di dalamnya berisi hadis sahih, hasan, shalih, dla’if, dan munkar.

Beliau juga tidak mempersyaratkan disebutkannya semua hadis tentang suatu bab, tetapi hanya dipilihkan yang bermanfaat saja, dan kadang-kadang beliau menyebutkan satu hadis dari jalan yang berbeda-beda karena ada ziyadah, baik dalam matan maupun sanad. Dan kadang-kadang pula dibicarakan pada sebagian hadis tentang i’lalnya, menyebutkan ikhtilaf (perbedaan) perawinya. Beliau telah membicarakan kitab Sunannya secara terperinci di dalam surat yang beliau tulis untuk penduduk Makkah. Ini adalah surat yang sangat bermanfaat, semoga Allah swt. Memberikan rahmat kepada beliau dengan rahmat yang luas.[14]

g. Musnad Ahmad ibn Hanbal

d. Sunan at-Tirmidzi

e. Sunan an-Nasai

Nuruddin Itr didalam kitabnya Manhaj an-Naqd Fi ‘Ulum al-Hadis mengemukakan bahwa kitab-kitab yang memuat hadis-hadis shahih antara lain [10]:

a. Al-Muwattha                               d. Shahih Ibn Khuzaimah

b. Shahih Bukhari                           e. Shahih Ibn Hibban

c. Shahih Muslim                             f. Al-Mukhtarah[15]

contoh hadist shahih

Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW bahwasanya beliau mengucapkan –ketika hendak beranjak ke kasurnya, beliau mengucapkan : "Ya Allah, Tuhan langit dan Tuhan bumi, Tuhan segala sesuatu, yang membelah biji dan atom, yang menurunkan Taurat, Injil dan Al Qur'an, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan segala makhluk melata yang memiliki kejahatan yang mana Engkau mengendalikannya, Engkaulah yang Maha Awal, tidak ada sesuatu sebelum-Mu, dan Engkaulah Maha Akhir, tidak ada sesuatu setelah- Mu, Engkaulah Maha Zhahir, tidak ada sesuatu yang melebihi-Mu, dan Engkaulah yang Maha Bathin, tidak ada sesuatu di bawah-Mu, tunaikanlah utangku, danjauhkanlah aku dari kefakiran)".

( Sunan ibn Majah hadits no. 3873, dan Shahih Muslim hadits no. 61- 2713, dan ini lafadz Ibnu Majah. Al-'Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albany berkata tentang hadits ini : Hadits ini shahih ).

Perawi Hadits :

Abu Hurairah; Abdurrahman bin Shakhr Al Dausi Al Yamani perawi (hadits) di dalam Islam. Diberi kunyah (panggilan) Abu Hurairah, karena ia suka bermain-main

 dengan seekor kucing betina. Ia mengembalakan kambing untuk keluarganya. Masuk Islam tahun ke 7 H sewaktu terjadi peristiwa penaklukan perkampungan Yahudi Khaibar. Menyertai Nabi SAW selama empat tahun. Ia menemani beliau kemanapun pergi dan di manapun beliau singgah. Ia bersungguh-sungguh dan intens dalam meriwayatkan hadits. Memelihara ilmu dari Nabi SAW ilmu yang banyak. Ia adalah sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits dari beliau.

Ia meriwayatkan dari Nabi SAW sebanyak 5374 hadits dan termasuk ahli fiqihnya penduduk Madinah. Wafat di Madinah tahun 57 H dan dimakamkan di perkuburan Baqi'.

Beberapa faedah hadits ini adalah :

1. Wajib mengimani bahwa Allah adalah ; Al-Awwal , Al-Akhir , Az-Zhahir, dan Al-Bathin .

a. Makna Al-Awwal dalam hadits ini adalah yang azali yang tidak ada permulaan baginya, maka tidak ada sesuatupun yang mendahului Allah subhanahu wata'ala; maka hanya Allah semata tidak ada yang lain selain Dia.

b. Dan Makna Al-Akhir adalah yang kekal, yang memusnahkan segala sesuatu sedangkan Allah tetap ada, maka tidak ada sesuatu pun setelah- Nya.

c. Dan makna Az-Zhahir adalah yang Maha mengalahkan yang Maha Tinggi atas segala sesuatu, maka tidak ada yang lebih tinggi dari- Nya.

d. Dan makna Al-Bathin adalah tidak ada yang bisa mengatur selain Allah, dan tidak ada seorangpun yang berdiri sendiri selain Allah, dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi dari Allah; maka Allah Maha Tahu segala sesuatu.

2. Wajib menetapkan sifat Allah sebagaimana yang tertera dalam nash-nash syar'i. Namun tidak mengapa menjelaskan pengertiannya dengan bahasa selain bahasa arab dengan tujuan memahamkan dan menjelaskan.

3. Dianjurkan menghafal do'a ini dan rajin membacanya sebelum tidur.

4. Hadits ini adalah dalil bahwa Allah azza wajalla Tuhan semesta alam; maka Tuhan seluruh makhluk adalah Allah subhanahu wata'ala.[16]

 

Hadis Hasan

Hadis yang memenuhi syarat sebagai hadis sahih , hanya saja kualitas dhabth (keakuratan) salah seorang atau beberapa orang rawinya berada di bawah kualitas rawi hadis sahih, tetapi hal itu tidak sampai mengeluarkan hadis tersebut dari wilayah kebolehan berhujjah dengannya. Hadis seperti ini disebut hasan lidzatihi[17]

Hadis hasan adalah hadis yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang- orang yang adil tetapi ada satu rawi yang kurang dzabit, serta tidak ada syudud dan 'illah. Adapula yang mendefenisikan hadis hasan adalah: hadis yang sanadnya baik, yaitu setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanad yang didalamnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan hadisnya tidak janggal, diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat. Adapun macam- macam hadis hasan ialah ada dua yaitu:

a. Hadis hasan li dzatih

Hadis hasan li dzatih ialah hadis yang terwujud karena dirinya sendiri, yakni karena matan dan para perawinya memenuhi syaratsyarat hadis Shahih kecuali keadaan rawi (rawinya kurang dzabit).

b. Hadis hasan li ghairih

Hadis hasan li gharih ialah hadis yang menjadi hasan karena dibantu dari jalan lain. Hadis ini berada dibawah hadis hasan li dzatih,karena ada hadis lain yang menguatkan, atau hadis hasan li ghairih ialah hadis dho’if yang dikuatkan oleh hadis ya ng lain menjadi hasan.[18]

Contoh kitab hadist yang berisi hadist sunan adalah  Kitab yang ditulis oleh al-Tirmidzi berkaitan dengan pembahasan hadits biasa disebut oleh sebagian ulama hadits dengan nama al-Jami' al-Sahih atau al-Sahih seperti yang dikemukakan oleh al-Khatib al-Bagdadi Hal yang sama seperti dikemukakan oleh al-Hakim atau terkadang juga disebut dengan sunan al-Tirmidzi. Untuk  metode yang digunakan oleh al-Tirmidzi, maka dapatlah dipahami bahwa usaha menjelaskan keadaan suatu hadits dimaksudkan oleh al-Tirmidzi untuk mengetahui kelemahan hadits yang bersangkutan.[19] Menurut al-Hafiz Abu Fadil ibn Tahir al-Maqdisi  ada empat syarat yang ditetapkan oleh al-Tirmidzi sebagai standarisasi periwayatan hadits yaitu:

1. Hadits-hadits yang sudah disepakati ke-shaihannya oleh Bukhari dan Muslim.

2. Hadits-hadits yang sahih menurut standar kesahihan Abu Dawud dan al-Nasai, yaitu hadits-hadits yang para ulama tidak sepakat untuk meninggalkannya, dengan ketentuan hadits itu bersambung sanad nya dan tidak mursal.

3. Hadits-hadits yang tidak dipastikan kesahihannya dengan menjelaskan sebab-sebab kelemahannya. Mengenal Kitab Sunan Al-Tirmidzi (Hasan Su’aidi)

4. Hadits-hadits yang dijadikan sebagai hujjah oleh fuqaha baik hadits tersebut shahih atau tidak. Tentu saja ketidak shahih annya tidak sampai pada tingkat daif matruk[20]

dalam meriwayatkan hadits, al-Tirmidzi menggunakan metode yang berbeda dengan para ulama hadits lainnya, metode-metode tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Men-takhrij hadits yang menjadi amalan (ma'msl) oleh para fuqahs`.

2. Memberikan penjelasan terhadap kualitas dan keadaan hadits yang ditulis. [21]

Hadits yang  terhimpun di dalam kitab Sunan al-Tirmidzi mempunyai lima tingkatan (thabaqot) yaitu:

a)     Para perawi yang mempunyai predikat al-tsiqat al-huffz,dalam kitab al-Tirmidzi perawi dengan predikat yang demikian ini jumlahnya sangat banyak, dan kebanyakan perawi-perawi tersebut juga merupakan perawi hadits yang ada di dalam kitab Sahih Bukhari dan Muslim.

b)    Para perawi yang tingkatannya di bawah tingkatan perawi yang pertama, berkaitan dengan hadits ini al-Tirmidzi kadangkala menganggap hadits yang mereka riwayatkan sahih dan terkadang hasan.

c)     Para perawi yang mast􀇌r (tidak diketahui tingkat validitasnya) dan jujur, akan tetapi tidak termasuk ke dalam perawi yang mempunyai hafalan yang kuat dan terkenal sangat dapat dipercaya. Terhadap perawi yang demikian ini al-Tirmidzi terlebih dahulu meriwayatkan hadits-hadits yang senada dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para perawi pada tingkatan ini, dan jika hadits-hadits yang senada tersebut dapat memperkuatnya maka hadits yang diriwayatkan perawi pada tingkatan ini kemudian dinilai oleh al-Tirmidzi sebagai hadits hasan.

d)     Para perawi yang dha`if dan meriwayatkan hadits secara tafarrud (menyendiri) meskipun tidak sangat lemah, perawi yang demikian ini di dalam kitab al-Tirmidzi jumlahnya sangat sedikit.

e)     Para perawi yang tingkatannya wadhi (rendah) dan matruk(yang ditinggalkan) terhadap perawi yang demikian ini Mengenai  Kitab Sunan Al-Tirmidzi (Hasan Su’aidi)  Tirmidzi dalam kitab 'ilal nya menjelaskan bahwa dia tidak erlalu memperhatikan hadits yang diriwayatkan oleh perawi pada tingkatan ini, kecuali hanya sesekali menyebutkannya dengan disertai tanbih (peringatan)[22]

Contoh hadist hasan

Dari Abdullah bin Amru radhiyallahu'anhuma, ia berkata : " Rasulullah  bersabda: " sembahlah Ar- Rahman (Yang Maha Pengasih), berilah makan, dan sebarkanlah salam, maka kamu akan masuk surga dengan selamat ". (Jami' At- Tirmidzi hadits no. 1855. Imam At- Tirmidzi berkata tentang hadits ini : hadits ini hasan shahih. dan Al-'Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albany juga berkata tentang hadits ini: hadits ini shahih).

Perawi Hadits :

Abdullah bin Amru bin Al'Ash Al-Qurasyi As- Sahmi. Seorang sahabat yang terkenal. Masuk Islam sebelum bapaknya Amru bin Al-'Ash. Ia memiliki 700 hadits dalam kitab-kitab hadits. Ia juga sempat berperang bersama Rasulullah SAW , sebagaimana ia dikenal sebagai ahli kebijakan politik dan manajemen kerja. Mu'awiyah pernah mengangkatnya sebagai wali kota Kufah beberapa lama. Ia juga menyampaikan hadits Rasulullah  dan menyampaikan fatwa di Jami' Al-Fasthath ( Masjid Amru bin Al'Ash) di Mesir. Dan banyak orang yang mengambil ilmu darinya , baik yang berasal dari Mesir, Syam maupun Hijaz. Abdullah bin Amru bin Al'Ash  meninggal di Mesir pada tahun 65 H, dan di makamkan di rumahnya. Ada pula riwayat yang mengatakan ia meninggal di Syam, ada pula yang mengatakan meninggal di Mekkah.

Beberapa faedah hadits ini adalah :

1. Jalan ke surga yaitu beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya, dan berbuat baik kepada manusia.

2. Hadits ini menyuruh agar menjadikan Allah semata sebagai tujuan ibadah, juga memberikan anjuran agar memberi orang yang membutuhkan.

3. Menyebarkan Islam adalah salah satu faktor untuk mempererat hubungan kasih sayang sosial antar anggota masyarakat Islam.[23]

 

 

 

 

 

Daftar pustaka

Naofal  Erlan,  Pdf  Kriteria Kesahihan HaditsHakim PA. Sidikalang di unduh pada tanggal 26 november 2015 jam 19.00

DR. Muhammad Murtaza bin Aish  “ 70 hadist pilihan”  penterjemah Daday Hidayat, Lc

Su’aidi  Hasan, “pdf  Mengenal Kitab Sunan Al-Tirmidzi (Kitab Hadits Hasan) “  di unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00

DR. Muhammad Murtaza bin Aish  “ 70 hadist pilihan”  penterjemah Daday Hidayat, Lc Halaman 9-12

 Pdf Kajian Shalat Menurut Al-qur’an dan As-Sunnah   T  Sipil UMY  unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00  

Amru Abdul Mun’im Salim “ Ilmu Hadist Untuk PemulaMaktabah Ibnu Taymiyah, Kairo, Mesir 1997



[1] Asrukin  Mochammad   "Hadits : Sebuah Tinjauan Pustaka pdf  di unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00 Hal 2

[2] Naofal  Erlan,  Pdf  Kriteria Kesahihan HaditsHakim PA. Sidikalang di unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00 Hal 3

[3] Naofal  Erlan,  Pdf  Kriteria Kesahihan HaditsHakim PA. Sidikalang di unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00 Hal 6

[4] Pdf Seputar Hadis Shahih; Antara Kategori Dan Keabsahannya Di Unduh Pada Tanggal  26 November 2015 Jam 19.00 Halaman 7

[5]

[6]“Pdf Kajian Shalat Menurut Al-qur’an dan As-Sunnah  T Sipil UMY  unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00  halaman 17

[7]  Naofal  Erlan,  Pdf  Kriteria Kesahihan HaditsHakim PA. Sidikalang di unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00 Hal 7

[8]  “Pdf Kajian Shalat Menurut Al-qur’an dan As-Sunnah  T Sipil UMY  unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00  halaman 18

[9] Naofal  Erlan,  Pdf  Kriteria Kesahihan HaditsHakim PA. Sidikalang di unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00 Hal 7

[10] Naofal  Erlan,  Pdf  Kriteria Kesahihan HaditsHakim PA. Sidikalang di unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00 Hal 8

[11]  Naofal  Erlan,  Pdf  Kriteria Kesahihan HaditsHakim PA. Sidikalang di unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00 Hal 9-10

[12] Muh, Zuhri. Hadis Nabi: Telaah Histories Dan Mitodologis, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana 1997); halaman  117

[13]  Hal  27

[14]  Hal 24-25

[15] “Pdf Kajian Shalat Menurut Al-qur’an dan As-Sunnah  T Sipil UMY  unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00  halaman 1-4

[16]  DR. Muhammad Murtaza bin Aish  “ 70 hadist pilihan”  penterjemah Daday Hidayat, Lc Halaman 9-12

[17] Amru Abdul Mun’im Salim “ Ilmu Hadist Untuk PemulaMaktabah Ibnu Taymiyah, Kairo, Mesir 1997 halaman 30

[18] “Pdf Kajian Shalat Menurut Al-qur’an dan As-Sunnah  T Sipil UMY  unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00  halaman 20-23

[19]  Su’aidi  Hasan, “pdf  Mengenal Kitab Sunan Al-Tirmidzi (Kitab Hadits Hasan) “  di unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00 halaman  124

[20] Su’aidi  Hasan, “pdf  Mengenal Kitab Sunan Al-Tirmidzi (Kitab Hadits Hasan) “  di unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00 halaman  l 128

[21] Su’aidi  Hasan, “pdf  Mengenal Kitab Sunan Al-Tirmidzi (Kitab Hadits Hasan) “  di unduh pada tanggal  26 november 2015 jam 19.00 halaman  127

[22]  Naofal  Erlan,  Pdf  Kriteria Kesahihan HaditsHakim PA. Sidikalang di unduh pada tanggal 26 november 2015 jam 19.00 130-131

[23] DR. Muhammad Murtaza bin Aish  “ 70 hadist pilihan”  penterjemah Daday Hidayat, Lc halaman 7-9


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar

Introduction