BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Singkat Ibnu Rusyd
Nama
lengkapnya adalah Abu Al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd, lahir
di Cordova pada tahun 520 H/1126 M. Keluarganya terkenal alim dalam ilmu fikih.
Ayah dan kakeknya pernah menjadi kepala pengadilan di Andalusia. Ia hidup dalam
keluarga akademis, ayahnya dan kakeknya seorang ahli fikih[1].
Ia berasal dari kalangan keluarga besar yang terkenal di Andalusia (Spanyol).
Ia lebih populer dengan sebutan Ibnu Rusyd. Orang barat menyebutnya dengan nama
Averrois.
Sejak
kecil, ia telah mempelajari Al-Qur’an, lalu mempelajari ilmu-ilmu keislaman
seperti tafsir, hadis, fikih, dan sastra Arab. Dia merevisi buku Malikiyyah,
Al-Muwatta’, yang dipelajarinya bersama ayahnya, Abu Al-Qasim, dan
dihafalnya. Kemudian, ia mendalami matematika, fisika, astronomi, logika,
filsafat, dan kedokteran. Itu yang membuat Rusyd kecil haus ilmu dan menunjukan
talenta serta kejeniusan yang luar biasa sejak masa kanak-kanaknya. Ibnu Rusyd
adalah orang yang hidup sederhana dan bersahaja, tidak memedulikan pakaian dan
harta benda. Selain itu, sifatnya sangat pemurah sekalipun kepada orang-orang
yang pernah memusuhi atau menghina dirinya. Beliau juga terkenal sebagai
seorang yang sangat rendah hati, terutama kepada orang-orang miskin.[2]
Selain
kepada ayahnya sendiri, ia juga belajar kepada Abu MuhammadIbn Rizq dalam
disiplin ilmu perbandingan hukum Islam (fikih ikhtilaf) dan kepada IbnBasykual
di bidang hadis. Dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat, ia belajar kepada Abu
Ja’far Harun At-Tarjalli (berasal dari Trujillo). Selain itu, gurunya yang
berjasa dalam bidang kedokteran adalah Ibn Zuhr. Pada tahun 548 H/1153 M, Ibnu
Rusyd pergi ke Marakes (Marakusy), Maroko atas permintaan Ibnu Tufail(w.
581 H/1185 M), yang kemudian memperkenalkannya dengan Khalifah Abu Ya’qub
Yusuf.[3]
Dalam
pertemuan pertama antara Ibnu Rusyd dengan khalifah, terjadi tanya jawab
diantara keduanya tentang asal usul dan latar belakang Ibnu Rusyd, selain itu
mereka juga membahas berbagai persoalan filsafat. Ibnu Rusyd menyangka bahwa
pertanyaan ini merupakan jebakan khalifah karena persoalan ini sangat krusial
dan sensitif ketika itu. Ternyata dugaan itu meleset, pertemuan pertama ini
ternyata membawa berkah bagi Ibnu Rusyd. Ia diperintahkan oleh khalifah untuk
menerjemahkan karya-karya Aristoteles.
Ibnu
Rusyd adalah seorang ulama besar dan pengulas yang dalam terhadap filsafat
Aristoteles. Kegemarannya terhadap ilmu sukar dicari bandingannya, karena
menurut riwayat, sejak kecil sampai tuanya, ia tidak pernah terputus membaca
dan menelaah kitab.[4]
Ibnu Rusyd terkenal sebagai “Pengulas Aristoteles” (Commentator), suatu
gelar yang diberikan oleh Dante (1265 - 1321) dalam bukunya Divina Commedia
(Komedi Ketuhanan). Gelar ini memang tepat untuknya, karena pikiran-pikirannya
mencerminkan usahanya yang keras untuk mengembangkan pikiran-pikiran
Aristoteles pada kemurniannya yang semula, setelah bercampur dengan unsur-unsur
Platonisme.[5]
Setelah
dua tahun mengabdi, ia pun diangkat menjadi hakim agung di Cordova. Selain itu,
pada tahun 1182, ia kembali ke istana Muwahidun di Marakhes menjadi dokter
pribadi khalifah pengganti Ibnu Tufail. Pada tahun 1184, Khalifah Abu
Yakub Yusufmeninggal dunia dan digantikan oleh putranya Abu Yusuf Ibnu
Ya’kub Al-Mansur. Pada mulanya, Ibnu Rusyd mendapat kedudukan yang terbaik
dari Khalifah Abu Yusuf Al-Mansur (masa kekuasaannya: 1184 -1198 M)
sehingga pada waktu itu Ibnu Rusyd menjadi raja semua pikiran. Tidak ada
kata-kata kecuali kata-katanya.
Namun
pada 1195 mulai terjadi kasak-kusuk di kalangan tokoh agama, mereka mulai
menyerang filsafat dan filsuf. Inilah awal kehidupan pahit bagi Ibnu Rusyd. Ia
harus berhadapan dengan pemuka agama yang memiliki pandangan sempit dan punya
kepentingan serta ambisi-ambisi tertentu. Dengan segala cara, mereka pun
memfitnah Ibnu Rusyd.
Akhirnya,
Ibnu Rusyd diusir dari istana dan dipecat dari semua jabatannya. Pada tahun
1195, ia diasingkan ke Lausanne, sebuah perkampungan Yahudi yang terletak
sekitar 50 km di sebelah selatan Cordova. Buku-bukunya dibakar di depan umum,
kecuali yang berkaitan dengan bidang kedokteran, matematika, serta astronomi.
Selain Ibnu Rusyd, terdapat juga beberapa tokoh fukaha dan sastrawan lainnya
yang mengalami nasib yang sama, yakni Abu ‘Abd Allah ibn Ibrahim (hakim di
Afrika), Abu Ja’far Az-Zahabi, Abu Rabi’ Al-Khalif dan Nafis Abu Al-Abbas.[6]
Menurut
Nurcholish, penindasan dan hukuman terhadap Ibnu Rusyd ini bermula karena
Khalifah Al-Mansur ingin mengambil hati para tokoh agama yang niasanya memiliki
hubungan emosional dengan masyarakat awam. Khalifah melakukan hal ini karena
didesak oleh keperluan untuk memobilisasi rakyatnya menghadapi pemberontakan
orang-orang Kristen Spanyol. Disamping itu, sikap antikaum muslim Spanyol
terhadap filsafat dan para filsuf lebih keras daripada kaum muslim Maghribi
atau Arab. Ini digunakan oleh pimpinan-pimpinan agama untuk memanas-manasi
sikap anti terhadap filsafat dan cemburu pada filsuf. Setelah pemberontakan
berhasil dipadamkan dan situasi kembali normal, khalifah menunjukkan sikap dan
kecenderungannya yang asli. Ia kembali memihak pada pemikiran kreatif Ibnu
Rusyd, suatu sikap yang sebenarnya ia warisi dari ayahnya. Khalifah Al-Mansur
merehabilitasi Ibnu Rusyd dan memanggilnya kembali ke istana. Ibnu Rusyd
kembali mendapat perlakuan terhormat.
Ibnu
Rusyd wafat pada tahun 1198 M, tepatnya pada hari Kamis tanggal 9 Safar 595 H
atau 11 Desember 1198 M di Kota Marakisy, ibu kota Maroko, wilayah paling barat
dari Afrika Utara.[7]
B. Karya-karya Ibnu Rusyd
Sejarah mencatat bahwa Ibnu Rusyd adalah seorang penulis yang andal.
Kegiatan mengarang dimulainya sejak usianya mencapai 34 tahun, atau sewaktu ia
berada di kota kelahirannya, Cordova. Sejak itu, dia tidak pernah berhenti
mengarang meskipun berada di tempat pembuangan, sampai pada saat meninggalnya
dalam usia 75 tahun (menurut tahun hijriah) atau 72 tahun (menurut tahun
masehi). Berdasarkan perhitungan ini, waktu hidupnya yang dipergunakan untuk
mengarang hampir 40 tahun lamanya. Dan selama masa itu, menurut catatan
sejarah, karangan-karangan yang dikerjakannya berjumlah 10.000 lembar, yang
terdiri atas berbagai buku, besar dan kecil. Diantara buku-buku itu ada yang
terdiri atas beberapa jilid, seperti buku “kulliyat” yang terdiri atas 7
jilid dan buku-buku kecil yang merupakan “risalah” (pamflet).[8]
Karangannya meliputi berbagai macam ilmu, seperti fikih, usul, bahasa,
kedokteran, astronomi, politik, akhlak, dan filsafat. Buku-bukunya adakalanya
merupakan karangan sendiri, ulasan, atau ringkasan. Karena sangat tinggi
penghargaannya terhadap Aristoteles, tidak mengherankan jika ia memberi
perhatian yang besar untuk mengulas dan meringkas filsafat Aristoteles.
Buku-buku lain yang diulasnya adalah buku karangan Plato, Iskandar Aphrodisias,
Plotinus, Galinus, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, dan Ibnu Bajjah.
Buku-bukunya yang lebih penting dan yang sampai kepada kita ada empat
yaitu:
1.
Bidayatul-Mujtahid, ilmu fiqh. Buku ini
bernilai tinggi, karena berisi perbandingan mazhab (aliran-aliran) dalam fiqh
dengan menyebutkan alasannya masing-masing.
2.
Faslul-Maqalfi ma baina Al-Hikmati was-Syari’at min Al-Ittisal (ilmu kalam). Buku ini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya persesuaian
antara filsafat dan syariat, dan sudah pernah diterjemahkan ke dalam bahasa
Jerman pada tahun 1895 M oleh Muler, orientalis asal Jerman.
3.
Manahij Al-Adillah fi Aqaidi Ahl Al-Millah (ilmu kalam). Buku ini menguraikan tentang pendirian aliran-aliran ilmu
kalam dan kelemahan-kelemahannya, dan sudah pernah diterjemahkan ke dalam
bahasa Jerman, juga oleh Muler, pada tahun 1895.
4.
Tahafut At-Tahafut, suatu buku yang
terkenal dalam lapangan filsafat dan ilmu kalam, dan dimasukkan untuk membela
filsafat dari serangan Al-Ghazali dalam bukunya Tahafut Al-Falsafah.
Buku Tahafut At-Tahafut berkali-kali diterjemahkan ke dalam bahasa
Jerman, dan diterjemahkan pula ke dalam bahasa Inggris oleh Van den Berg,
terbit pada tahun 1952 M. (A. Hanafi, 1991: 117).[9]
Selain itu, karya-karya asli Ibnu Rusyd yang penting diantaranya:
1.
Tahafut At-Tahafut (The incoherence of incoherence, atau kacau balau yang kacau),
2.
Risalah fi Ta’alluqi ‘Ilmillahi ‘an ‘Adami Ta’alluqihi bil-Juz’iyyat,
3.
Tafsiru ma ba’da At-Tabiat,
4.
Faslul-Maqal fi ma bainal-Hikmah wasy-Sayri’ah minal-Ittisal, berisikan korelasi antara agama dan filsafat,
5.
Al-Kasyfu ‘an Manahijil ‘Adilah fi ‘Aqaidi Ahlil Millah, berisikan kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi,
6.
Naqdu Kadariyat Ibni Sina ‘anil-Mumkin Lizatihi wal-Mumkin Lidairihi,
7.
Risalah fi-Wujudil-Azali wal-Wujudil-Mu’aqqat,
8.
Risalah fil-Aqli wal-Ma’quli,
9.
Bidayat Al-Mujtahid wa Nihayat Al-Muqtasid, berisikan uraian-uraian di bidang fikih.[10]
Ernest
Renan dari Prancis adalah orang yang besar jasanya dalam menemukan daftar
nama-nama buku karangan Ibnu Sina (Avicena), Al-Farabi, dan Ibnu Rusyd dalam
bahasa Arab di perpustakaan Escurial, Madrid, Spanyol. Diperolehnya bahwa
daftar itu memuat nama karangan-karangan Ibnu Rusyd sebanyak 78 buah buku yang
terperinci sebagai berikut: 28 buah dalam ilmu falsafah, 20 buah dalam ilmu
kedokteran, 8 buah dalam ilmu hukum (fikih), 5 buah dalam ilmu teologi (kalam),
4 buah dalam ilmu perbintangan (astronomi), 2 buah dalam ilmu sastra Arab, dan
11 buah dalam berbagai ilmu.[11]
Sayangnya,
karangan Ibnu Rusyd yang banyak itu tidak lagi dijumpai di masa kita sekarang,
hanya beberapa bauah yang masih tersimpan di beberapa perpustakaan besar di
kota-kota besar Eropa. Kebanyakan dari buku Ibnu Rusyd itu tidak lagi dijumpai
dalam bahasa aslinya, bahasa Arab, tetapi sudah diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa Eropa, terutama dalam bahasa Latin dan Hebrew (Ibrani).[12]
Keistimewaan dari sejumlah karya Ibnu Rusyd yakni menampilkan tiga cara yang
sangat berbeda di dalam dunia karya tulis, yaitu memberikan komentar, kritik,
dan pendapat. Seorang komentator yang ahli belum tentu bisa menjadi kritikus
yang ulung, dan keduanya itu belum tentu pula dapat melahirkan pendapatnya
sendiri secara orisinal. Komentar Ibnu rusyd memiliki daya ledak sekaliber
internasional, begitu pula dengan kritikannya. Atas komentarnya terhadap karya
para filsuf, terutama buku Aristoteles, telah mengantarkan Ibnu Rusyd pada
puncak kemasyhurannya dalam sejarah peradaban manusia di bidang filsafat.
Dalam
dunia Islam, Ibnu Rusyd terkenal sebagai seorang filsuf yang menentang
Al-Gazali, Tahafutut-tahfut, merupakan reaksi terhadap buku Al-Gazali, Tahafutut
Falasifah. Dalam bukunya itu, Ibnu Rusyd membela kembali pendapat-pendapat
ahli filsafat Yunani dan Islam yang telah diserang habis-habisan oleh
Al-Gazali. Sebagai pembela Aristoteles, tentu saja Rusyd menolak prinsip ijra’ul-‘adat
dari Al-Gazali. Dan seperti Al-Farabi, dia juga mengemukakan prinsip kausal
dari Aristoteles. Di dunia Islam, filsafat Ibnu Rusyd tidak berpengaruh besar.
Oleh sebab itu, namanya tidak seharum Al-Gazali. Malahan, karena isi filsafatnya
yang bertentangan dengan ajaran agama Islam yang umum, Ibnu Rusyd dianggap
orang zindik. Karena pendapatnya itu juga ia pernah dibuang atau diasingkan
oleh Khalifah Abu Yusuf (pengganti Abu Ya’kub) ke Lucena (Alisana).[13]
Selain
komentar dan kritikan di atas, Ibnu Rusyd masih mempunyai karangan-karangan
yang melahirkan pendapatnya sendiri. Di lapangan ini, dunia pengetahuan
mengagumi pendapat-pendapat yang dikeluarkannya itu. Misalnya, kitab Bidayatul
Mujtahid di bidang ilmu hukum (fikih), buku ini sangat terkenal di kalangan
umat Islam walaupun uraiannya ringkas dan padat, tetapi cukup untuk dijadikan
pegangan/rujukan dalam mempelajari hukum Islam dalam berbagai mazhab yang
dianut oleh umat Islam.[14]
c. pemikiran ibnu rusyd
[1]Yaya Sunarya, Pengantar
Filsafat Islam (Bandung: Arfino Raya, 2012), hal. 133
[2]H. Zainal
Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibnu Rusyd, Averroes ( Jakarta: Bulan
Bintang, 1975), hal. 27
[3]Yaya
Sunarya, Pengantar Filsafat Islam (Bandung: Arfino Raya, 2012), hal. 133
[4]Atang Abdul
Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum Dari Mitologi Sampai Teofilosofi(Bandung:
Pustaka Setia, 2008), hal. 504
[5]Abdul Hakim
dan Ahmad Saebani, Filsafat Umum, hal. 505
[6]Yaya
Sunarya, Pengantar Filsafat Islam (Bandung: Arfino Raya, 2012), hal. 134
[7]Yaya
Sunarya, Pengantar Filsafat Islam (Bandung: Arfino Raya, 2012), hal. 135
[8]H. Zainal
Abidin Ahmad, riwayat Singkat Ibnu Rusyd, Averroes (Jakarta: Bulan
Bintang, 1975), hal. 26
[9]Atang
Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum Dari Mitologi Sampai
Teofilosofi(Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 505
[10]Yaya
Sunarya, Pengantar Filsafat Islam (Bandung: Arfino Raya, 2012), hal. 135
[11]Sunarya,
Pengantar Filsafat Islam, hal. 136
[12]H.
Zainal Abidin Ahmad, riwayat Singkat Ibnu Rusyd, Averroes (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975), hal. 117
[13]Yaya
Sunarya, Pengantar Filsafat Islam (Bandung: Arfino Raya, 2012), hal. 136
[14]H.
Zainal Abidin Ahmad, riwayat Singkat Ibnu Rusyd, Averroes (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975), hal. 126
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
0 komentar:
Posting Komentar