Minggu, 29 Januari 2023 | By: namakuameliya

ibnu rusyd

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Riwayat Singkat Ibnu Rusyd

Nama lengkapnya adalah Abu Al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd, lahir di Cordova pada tahun 520 H/1126 M. Keluarganya terkenal alim dalam ilmu fikih. Ayah dan kakeknya pernah menjadi kepala pengadilan di Andalusia. Ia hidup dalam keluarga akademis, ayahnya dan kakeknya seorang ahli fikih[1]. Ia berasal dari kalangan keluarga besar yang terkenal di Andalusia (Spanyol). Ia lebih populer dengan sebutan Ibnu Rusyd. Orang barat menyebutnya dengan nama Averrois.

Sejak kecil, ia telah mempelajari Al-Qur’an, lalu mempelajari ilmu-ilmu keislaman seperti tafsir, hadis, fikih, dan sastra Arab. Dia merevisi buku Malikiyyah, Al-Muwatta’, yang dipelajarinya bersama ayahnya, Abu Al-Qasim, dan dihafalnya. Kemudian, ia mendalami matematika, fisika, astronomi, logika, filsafat, dan kedokteran. Itu yang membuat Rusyd kecil haus ilmu dan menunjukan talenta serta kejeniusan yang luar biasa sejak masa kanak-kanaknya. Ibnu Rusyd adalah orang yang hidup sederhana dan bersahaja, tidak memedulikan pakaian dan harta benda. Selain itu, sifatnya sangat pemurah sekalipun kepada orang-orang yang pernah memusuhi atau menghina dirinya. Beliau juga terkenal sebagai seorang yang sangat rendah hati, terutama kepada orang-orang miskin.[2]

Selain kepada ayahnya sendiri, ia juga belajar kepada Abu MuhammadIbn Rizq dalam disiplin ilmu perbandingan hukum Islam (fikih ikhtilaf) dan kepada IbnBasykual di bidang hadis. Dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat, ia belajar kepada Abu Ja’far Harun At-Tarjalli (berasal dari Trujillo). Selain itu, gurunya yang berjasa dalam bidang kedokteran adalah Ibn Zuhr. Pada tahun 548 H/1153 M, Ibnu Rusyd pergi ke Marakes (Marakusy), Maroko atas permintaan Ibnu Tufail(w. 581 H/1185 M), yang kemudian memperkenalkannya dengan Khalifah Abu Ya’qub Yusuf.[3]

Dalam pertemuan pertama antara Ibnu Rusyd dengan khalifah, terjadi tanya jawab diantara keduanya tentang asal usul dan latar belakang Ibnu Rusyd, selain itu mereka juga membahas berbagai persoalan filsafat. Ibnu Rusyd menyangka bahwa pertanyaan ini merupakan jebakan khalifah karena persoalan ini sangat krusial dan sensitif ketika itu. Ternyata dugaan itu meleset, pertemuan pertama ini ternyata membawa berkah bagi Ibnu Rusyd. Ia diperintahkan oleh khalifah untuk menerjemahkan karya-karya Aristoteles.

Ibnu Rusyd adalah seorang ulama besar dan pengulas yang dalam terhadap filsafat Aristoteles. Kegemarannya terhadap ilmu sukar dicari bandingannya, karena menurut riwayat, sejak kecil sampai tuanya, ia tidak pernah terputus membaca dan menelaah kitab.[4] Ibnu Rusyd terkenal sebagai “Pengulas Aristoteles” (Commentator), suatu gelar yang diberikan oleh Dante (1265 - 1321) dalam bukunya Divina Commedia (Komedi Ketuhanan). Gelar ini memang tepat untuknya, karena pikiran-pikirannya mencerminkan usahanya yang keras untuk mengembangkan pikiran-pikiran Aristoteles pada kemurniannya yang semula, setelah bercampur dengan unsur-unsur Platonisme.[5]

Setelah dua tahun mengabdi, ia pun diangkat menjadi hakim agung di Cordova. Selain itu, pada tahun 1182, ia kembali ke istana Muwahidun di Marakhes menjadi dokter pribadi khalifah pengganti Ibnu Tufail. Pada tahun 1184, Khalifah Abu Yakub Yusufmeninggal dunia dan digantikan oleh putranya Abu Yusuf Ibnu Ya’kub Al-Mansur. Pada mulanya, Ibnu Rusyd mendapat kedudukan yang terbaik dari Khalifah Abu Yusuf Al-Mansur (masa kekuasaannya: 1184 -1198 M) sehingga pada waktu itu Ibnu Rusyd menjadi raja semua pikiran. Tidak ada kata-kata kecuali kata-katanya.

Namun pada 1195 mulai terjadi kasak-kusuk di kalangan tokoh agama, mereka mulai menyerang filsafat dan filsuf. Inilah awal kehidupan pahit bagi Ibnu Rusyd. Ia harus berhadapan dengan pemuka agama yang memiliki pandangan sempit dan punya kepentingan serta ambisi-ambisi tertentu. Dengan segala cara, mereka pun memfitnah Ibnu Rusyd.

Akhirnya, Ibnu Rusyd diusir dari istana dan dipecat dari semua jabatannya. Pada tahun 1195, ia diasingkan ke Lausanne, sebuah perkampungan Yahudi yang terletak sekitar 50 km di sebelah selatan Cordova. Buku-bukunya dibakar di depan umum, kecuali yang berkaitan dengan bidang kedokteran, matematika, serta astronomi. Selain Ibnu Rusyd, terdapat juga beberapa tokoh fukaha dan sastrawan lainnya yang mengalami nasib yang sama, yakni Abu ‘Abd Allah ibn Ibrahim (hakim di Afrika), Abu Ja’far Az-Zahabi, Abu Rabi’ Al-Khalif dan Nafis Abu Al-Abbas.[6]

Menurut Nurcholish, penindasan dan hukuman terhadap Ibnu Rusyd ini bermula karena Khalifah Al-Mansur ingin mengambil hati para tokoh agama yang niasanya memiliki hubungan emosional dengan masyarakat awam. Khalifah melakukan hal ini karena didesak oleh keperluan untuk memobilisasi rakyatnya menghadapi pemberontakan orang-orang Kristen Spanyol. Disamping itu, sikap antikaum muslim Spanyol terhadap filsafat dan para filsuf lebih keras daripada kaum muslim Maghribi atau Arab. Ini digunakan oleh pimpinan-pimpinan agama untuk memanas-manasi sikap anti terhadap filsafat dan cemburu pada filsuf. Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan dan situasi kembali normal, khalifah menunjukkan sikap dan kecenderungannya yang asli. Ia kembali memihak pada pemikiran kreatif Ibnu Rusyd, suatu sikap yang sebenarnya ia warisi dari ayahnya. Khalifah Al-Mansur merehabilitasi Ibnu Rusyd dan memanggilnya kembali ke istana. Ibnu Rusyd kembali mendapat perlakuan terhormat.

Ibnu Rusyd wafat pada tahun 1198 M, tepatnya pada hari Kamis tanggal 9 Safar 595 H atau 11 Desember 1198 M di Kota Marakisy, ibu kota Maroko, wilayah paling barat dari Afrika Utara.[7]

 

B.    Karya-karya Ibnu Rusyd

Sejarah mencatat bahwa Ibnu Rusyd adalah seorang penulis yang andal. Kegiatan mengarang dimulainya sejak usianya mencapai 34 tahun, atau sewaktu ia berada di kota kelahirannya, Cordova. Sejak itu, dia tidak pernah berhenti mengarang meskipun berada di tempat pembuangan, sampai pada saat meninggalnya dalam usia 75 tahun (menurut tahun hijriah) atau 72 tahun (menurut tahun masehi). Berdasarkan perhitungan ini, waktu hidupnya yang dipergunakan untuk mengarang hampir 40 tahun lamanya. Dan selama masa itu, menurut catatan sejarah, karangan-karangan yang dikerjakannya berjumlah 10.000 lembar, yang terdiri atas berbagai buku, besar dan kecil. Diantara buku-buku itu ada yang terdiri atas beberapa jilid, seperti buku “kulliyat” yang terdiri atas 7 jilid dan buku-buku kecil yang merupakan “risalah” (pamflet).[8]

Karangannya meliputi berbagai macam ilmu, seperti fikih, usul, bahasa, kedokteran, astronomi, politik, akhlak, dan filsafat. Buku-bukunya adakalanya merupakan karangan sendiri, ulasan, atau ringkasan. Karena sangat tinggi penghargaannya terhadap Aristoteles, tidak mengherankan jika ia memberi perhatian yang besar untuk mengulas dan meringkas filsafat Aristoteles. Buku-buku lain yang diulasnya adalah buku karangan Plato, Iskandar Aphrodisias, Plotinus, Galinus, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, dan Ibnu Bajjah.

Buku-bukunya yang lebih penting dan yang sampai kepada kita ada empat yaitu:

1.     Bidayatul-Mujtahid, ilmu fiqh. Buku ini bernilai tinggi, karena berisi perbandingan mazhab (aliran-aliran) dalam fiqh dengan menyebutkan alasannya masing-masing.

2.     Faslul-Maqalfi ma baina Al-Hikmati was-Syari’at min Al-Ittisal (ilmu kalam). Buku ini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya persesuaian antara filsafat dan syariat, dan sudah pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman pada tahun 1895 M oleh Muler, orientalis asal Jerman.

3.     Manahij Al-Adillah fi Aqaidi Ahl Al-Millah (ilmu kalam). Buku ini menguraikan tentang pendirian aliran-aliran ilmu kalam dan kelemahan-kelemahannya, dan sudah pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, juga oleh Muler, pada tahun 1895.

4.     Tahafut At-Tahafut, suatu buku yang terkenal dalam lapangan filsafat dan ilmu kalam, dan dimasukkan untuk membela filsafat dari serangan Al-Ghazali dalam bukunya Tahafut Al-Falsafah. Buku Tahafut At-Tahafut berkali-kali diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, dan diterjemahkan pula ke dalam bahasa Inggris oleh Van den Berg, terbit pada tahun 1952 M. (A. Hanafi, 1991: 117).[9]

Selain itu, karya-karya asli Ibnu Rusyd yang penting diantaranya:

1.     Tahafut At-Tahafut (The incoherence of incoherence, atau kacau balau yang kacau),

2.     Risalah fi Ta’alluqi ‘Ilmillahi ‘an ‘Adami Ta’alluqihi bil-Juz’iyyat,

3.     Tafsiru ma ba’da At-Tabiat,

4.     Faslul-Maqal fi ma bainal-Hikmah wasy-Sayri’ah minal-Ittisal, berisikan korelasi antara agama dan filsafat,

5.     Al-Kasyfu ‘an Manahijil ‘Adilah fi ‘Aqaidi Ahlil Millah, berisikan kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi,

6.     Naqdu Kadariyat Ibni Sina ‘anil-Mumkin Lizatihi wal-Mumkin Lidairihi,

7.     Risalah fi-Wujudil-Azali wal-Wujudil-Mu’aqqat,

8.     Risalah fil-Aqli wal-Ma’quli,

9.     Bidayat Al-Mujtahid wa Nihayat Al-Muqtasid, berisikan uraian-uraian di bidang fikih.[10]

Ernest Renan dari Prancis adalah orang yang besar jasanya dalam menemukan daftar nama-nama buku karangan Ibnu Sina (Avicena), Al-Farabi, dan Ibnu Rusyd dalam bahasa Arab di perpustakaan Escurial, Madrid, Spanyol. Diperolehnya bahwa daftar itu memuat nama karangan-karangan Ibnu Rusyd sebanyak 78 buah buku yang terperinci sebagai berikut: 28 buah dalam ilmu falsafah, 20 buah dalam ilmu kedokteran, 8 buah dalam ilmu hukum (fikih), 5 buah dalam ilmu teologi (kalam), 4 buah dalam ilmu perbintangan (astronomi), 2 buah dalam ilmu sastra Arab, dan 11 buah dalam berbagai ilmu.[11]

Sayangnya, karangan Ibnu Rusyd yang banyak itu tidak lagi dijumpai di masa kita sekarang, hanya beberapa bauah yang masih tersimpan di beberapa perpustakaan besar di kota-kota besar Eropa. Kebanyakan dari buku Ibnu Rusyd itu tidak lagi dijumpai dalam bahasa aslinya, bahasa Arab, tetapi sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa Eropa, terutama dalam bahasa Latin dan Hebrew (Ibrani).[12] Keistimewaan dari sejumlah karya Ibnu Rusyd yakni menampilkan tiga cara yang sangat berbeda di dalam dunia karya tulis, yaitu memberikan komentar, kritik, dan pendapat. Seorang komentator yang ahli belum tentu bisa menjadi kritikus yang ulung, dan keduanya itu belum tentu pula dapat melahirkan pendapatnya sendiri secara orisinal. Komentar Ibnu rusyd memiliki daya ledak sekaliber internasional, begitu pula dengan kritikannya. Atas komentarnya terhadap karya para filsuf, terutama buku Aristoteles, telah mengantarkan Ibnu Rusyd pada puncak kemasyhurannya dalam sejarah peradaban manusia di bidang filsafat.

Dalam dunia Islam, Ibnu Rusyd terkenal sebagai seorang filsuf yang menentang Al-Gazali, Tahafutut-tahfut, merupakan reaksi terhadap buku Al-Gazali, Tahafutut Falasifah. Dalam bukunya itu, Ibnu Rusyd membela kembali pendapat-pendapat ahli filsafat Yunani dan Islam yang telah diserang habis-habisan oleh Al-Gazali. Sebagai pembela Aristoteles, tentu saja Rusyd menolak prinsip ijra’ul-‘adat dari Al-Gazali. Dan seperti Al-Farabi, dia juga mengemukakan prinsip kausal dari Aristoteles. Di dunia Islam, filsafat Ibnu Rusyd tidak berpengaruh besar. Oleh sebab itu, namanya tidak seharum Al-Gazali. Malahan, karena isi filsafatnya yang bertentangan dengan ajaran agama Islam yang umum, Ibnu Rusyd dianggap orang zindik. Karena pendapatnya itu juga ia pernah dibuang atau diasingkan oleh Khalifah Abu Yusuf (pengganti Abu Ya’kub) ke Lucena (Alisana).[13]

Selain komentar dan kritikan di atas, Ibnu Rusyd masih mempunyai karangan-karangan yang melahirkan pendapatnya sendiri. Di lapangan ini, dunia pengetahuan mengagumi pendapat-pendapat yang dikeluarkannya itu. Misalnya, kitab Bidayatul Mujtahid di bidang ilmu hukum (fikih), buku ini sangat terkenal di kalangan umat Islam walaupun uraiannya ringkas dan padat, tetapi cukup untuk dijadikan pegangan/rujukan dalam mempelajari hukum Islam dalam berbagai mazhab yang dianut oleh umat Islam.[14]

c. pemikiran ibnu rusyd

 

 



[1]Yaya Sunarya, Pengantar Filsafat Islam (Bandung: Arfino Raya, 2012), hal. 133

[2]H. Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibnu Rusyd, Averroes ( Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 27

[3]Yaya Sunarya, Pengantar Filsafat Islam (Bandung: Arfino Raya, 2012), hal. 133

[4]Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum Dari Mitologi Sampai Teofilosofi(Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 504

[5]Abdul Hakim dan Ahmad Saebani, Filsafat Umum, hal. 505

[6]Yaya Sunarya, Pengantar Filsafat Islam (Bandung: Arfino Raya, 2012), hal. 134

[7]Yaya Sunarya, Pengantar Filsafat Islam (Bandung: Arfino Raya, 2012), hal. 135

[8]H. Zainal Abidin Ahmad, riwayat Singkat Ibnu Rusyd, Averroes (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 26

[9]Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum Dari Mitologi Sampai Teofilosofi(Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 505

[10]Yaya Sunarya, Pengantar Filsafat Islam (Bandung: Arfino Raya, 2012), hal. 135

[11]Sunarya, Pengantar Filsafat Islam, hal. 136

[12]H. Zainal Abidin Ahmad, riwayat Singkat Ibnu Rusyd, Averroes (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 117

[13]Yaya Sunarya, Pengantar Filsafat Islam (Bandung: Arfino Raya, 2012), hal. 136

[14]H. Zainal Abidin Ahmad, riwayat Singkat Ibnu Rusyd, Averroes (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 126


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar

Introduction