II.
Sumber-sumber
Hukum Islam
A.
Al-Qur’an
1.
Pengertian
Al-Qur’an
Menurut sebagian
besar ulama, kata Al-Qur’an berdasarkan segi bahasa merupakan bentuk mashdar
dari kata qara’a, yang bisa dimasukkan pada wajan fu’lan, yang artinya bacaan
atau apa yang tertulis padanya, maqru’[1],
seperti terdapat dalam surat Al-Qiyamah : 17-18 :
إنّ علينا جمعه و قرأنه. فإذا قرأناه فا تبع قرأنه (القيامة :17-18)
Artinya
:
“Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di
dadamu)dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai
membacakannya, maka ikutilah bcaannya itu”.
Adapun definisi Al-Qur’an secara terminologi, menurut sebagian
besar ulama ushul fiqh adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Dalam bahasa Arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya
secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, tertulis dalam mushaf, dimulai
dari surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas”.[2]
Dari definisi tersebut , para ulama
ushul fiqh menyimpulkan beberapa ciri khas Al-Qur’an, diantaranya:
- Al-Quran ialah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.
- Bahasa Al-Qur’an ialah bahasa
Arab, seperti yang disebutkan dalam Q.S.Yusuf : 2
تَعْقِلُونَ لَعَلَّكُمْ عَرَبِيًّا قُرْآنًا أَنْزَلْنَاهُ إِنَّا
Artinya :
“Sesungguhnya Kami menurunkannya
berupa Al-Qur’an dengan berbahasa arab supaya kamu memahaminya”. (Q.S Yusuf : 2)
Oleh
karena itu bentuk penafsiran dan terjemahan Al-Qur’an tidak bisa dikatakan
sebagai Al-Qur’an dan tidak ada nilai ibadah dalam membacanya.
- Al-Quran itu dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawatir
- Al-Quran adalah kitab yang bernilai ibadah apabila membacanya
- Al-Qur’an dimulai dari surat Al-fatihah dan ditutup oleh surat An-nas.
2.
Keistimewaan Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan perkataan Allah
yang diturunkan oleh Ruhul Amin kedalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah,
dengan lafadz bahasa arab berikut artinya. Sebagai hujjah bagi Rasulullah bahwa
ia merupakan utusan Allah SWT. Menjadi undang-undang dasar bagi orang-orang
yang mendapat petunjuk Allah[3].
Al-Quran mrupakan kitab suci yang
terjaganya keaslian isi maupun susunannya. Al-Qur’an ditulis, dibukukan,
dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas. Mengenai
keaslian dan terjaganya isi Al-Qur’an ini telah dijamin oleh Allah dalam surat
Al-Hijr : 9;
لَحَافِظُونَ لَهُ وَإِنَّا الذِّكْرَ نَزَّلْنَا نحن
إِنَّا
Artinya
:
“Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” (Al-Hijr:9)
Diantara
keistimewaan Al-Qur’an ialah lafdz dan maknanya dari Allah yang diturunkanke
dalam hati Nabi Muhammad SAW. Keistimewaan lainnya ialah perpindahan Al-Qur’an
perpindahannya jelas dan terang tersampaikan secara mutawatir. Al-Qur’an di
turunkan kepada nabi Muhammad secara berangsur-angsur sesuai dengan kondisi
yang terjadi saat itu juga dengan maksud menetapkan hati Nabi Muhammad SAW.
تَنْزِيلا الْقُرْآنَ عَلَيْكَ نَزَّلْنَا نَحْنُ
إِنَّا
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan
berangsur-angsur.” (Al-Insaan:23)
Diantara keistimewaan Al-Qur’an lainnya ialah kemu’jizatan
Al’Qur’an. Al-Qur’an memiliki mu’jizat-mu’jizat yang membuktikan bahwa ia
benar-benar datang dari Allah SWT. Menurut Mana’ Qattan di dalam buku Mabahits
Fi Ulumil Qur’an menyebutkan bahwa Al-Qur’an memilki mujizat pada 4 bidang[4]
yaitu:
1.
Pada
lafadz dan susunan kata; Pada zaman Rasulullah Syair sangat trend pada saat itu
maka Al-Qur’an turun dengan kata-kata dan susunan kalimat yang maha puitis,
sehingga Al-Qur’an memastikan bahwa tak ada seorangpun yang dapat membuat satu
surah sekalipun semisal Al-Qur’an. Seperti yang termaktub dalam surah Al Isra
ayat 88, Hud ayat 13-14, Yunus ayat 38 dan Al Baqarah ayat 23.
2.
Pada
keterangannya; selain pada kata-katanya Al-Qur’an juga memiliki mu’jizat pada
artinya yang membuka segala hijab tentang hakikat manusiawi.
3.
Pada
ilmu pengetahuan; Di dalamnya terdapat sangat banyak pengetahuan baik hal yang
zahir maupun yang gaib, baik masa sekarang maupun yang akan datang.
4.
Pada
penetapan hukum; Peraturan yang ada di dalam Al-Qur’an bebas dari kesalahan
karena ia berasal dari Tuhan Yang Maha Tahu atas segala ciptaanNya.
3.
Kehujjahan Al-Qur’an
Bukti bahwa Al-Qur’an itu adalah
hujjah terhadap orang, dan hukum-hukum Al-Qur’an itu merupakan undang-undang
yang wajib bagi orang mengikutinya: Datangnya dari Allah; Berpindah kepada
orang dari Allah dengan jalan Qath’i, tidak diragukan tentang sahnya. Bukti
bahwa Al-Qur’an itu merupakan Kalamullah ialah tidak akan ada siapapun yang
sanggup membuat sesuatu yang serupa dengan Al-Qur’an[5].
Hal tersebut juga bermakna A’jaz Al-Qur’an terhadap manusia, artinya lemahnya
kedudukan manusia terhadap Al-Qur’an. Manusia
tidak akan sanggup mendatangkan yag seperti itu. Allah berfirman :
قل فأتوابكتاب مّن عند اللّه هواهدى
منهمااتّبعه إن كنتم صدقين. فإن لم يستخيبوا لك فاعلم انّما يتّبعون اهواءهم.
Artinya :
“Katakanlah, datangkanlah olehmu
sebuah kitab dari sisi Allah, yang kitab itu lebih memberi petunjuk daripada
keduanya, (Taurat dan Al-Qur’an) niscaya aku mengikutinya. Jika kamu
sungguh-sungguh orang yang benar. Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu)
ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanya mengikuti hawa nafsu mereka belaka”.
( Q.S Al-Qasas : 49-50)
Selain itu terdapat juga dalam Q.S
Al-Isra : 88, Hud : 13, Al-Baqarah :
23-24, dan Q.S At-Tur : 34.
Diantara bukti bahwa Al-Qur’an itu
datangnya dari Allah[6]
:
1)
Di dalam Al-Qur’an tidak ada yang bertentangan antara arti
dari ayat-ayat itu juga hukum yang terdapat didalamnya,
2)
Ayat-ayat yang tadinya tertutup sekarang disingkapkan oleh
ilmu menurut penyelidikan ilmiah,
3)
Memberitahukan tentang kejadian-kejadian yang tidak
diketahui manusia
4)
Fasih lafadznya, balaghah alineanya, dan kuat pengarunya.
Kehujjahan Al-Qur’an
Menurut Pandangan Ulama Imam Mazhab
1.
Pandangan
Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah sependapat dengan jumhur ulama bahwa Al-Qur’an
merupakan sumber hukum Islam. Namun, menurut sebagian besar ulama, Imam Abu
Hanifah berbeda pendapat dengan jumhur ulama, mengenai Al-Qur’an itu mencakup
lafazh dan maknanya atau maknanya saja. Diantara dalil yang menunjukkan
pendapat Imam Abu Hanifah bahwa Al-Qur’an hanya maknanya saja adalah ia
membolehkan shalat dengan menggunakanbahasa selain Arab, misalnya dengan bahasa
Parsi walaupun tidak dalam keadaan madarat. Padahal menurut Imam Syafi’i
sekalipun seseorang itu bodoh tidak diperbolehkan membaca Al-Qur’an dengan
menggunakan bahasa selain Arab.
2.
Pandangan
Imam Malik
Menurut Imam malik hakikat al-quran adalah kalam allah yang lafadz
dan maknanya dari Allah SWT.ia bukan makhluk karena kalam allah termasuk sifat
Allah. Imam malik berpendapat bahwa dia akan memberikan predikat kafir zindiq
terhadap orang yang menyatakan bahwa al-quran itu makhluk, beliau juga sangat
keberatan untuk menafsirkan al-quran secara murni tanpa memakai atshar .
Dalam hal ini Imam malik mengikuti ulama salaf (sahabat dan
tabi’in) yang membatasi pembahasan al-quran sesempit mungkin karena mereka
khawatir melakukan kebohongan terhadap Allah SWT .
3.
Pandangan
Imam asy-syafi’i
Imam asy-syafi’i sebagaimana para ulama lainnya, menetapkan bahwa
al-quran merupakan sumber hukum islam yang paling pokok, bahkan beliau
berpendapat, “tidak ada yang di turunkan kepada penganut agama manapun kecuali
petunjuknya terdapad dalam al-quran” (asy-syafi’i,1309 : 20) oleh karena itu
imam asy-syafi’i senantiasa mencantumkan nash-nash al-quran setiap kali
mengeluarkan pendapatnya.
Namun asy-syafi’i menganggap bahwa al-quran tidak bisa dilepaskan
dari as-sunnah, karena kaitan antara keduanya sangat erat sekali.bahkan
asy-syafi;i berpendapat bahwa sumber hukum islam pertama itu ialah al-quran dan
as-sunnah.
Asy-syafi’i menganggap al-quan itu seluruhnya berbahasa arab, dan
ia menentang mereka yang beranggapan bahwa dalam al-quran terdapat bahasa ‘azam
(luar arab) tak heran bila imam asy-syafi’i dalam berbagai pendapatnya sangat
mementingkan penggunaan bahasa arab misalkan dalam solat, nikah, dan
ibadah-ibadah lainnya.hal yang mendasari pendapatnya adalah firman Allah SWT.
وكذالك آنزلنا قرآنا عربيّا
Artinya :
“Dan begitulah Kami turunkan
AL-Quran berbahasa arab”
4. Pandangan Imam Ahmad Ibnu Hambal
Ahmad Ibnu Hambal juga sepakat bahwa
Al-Quran itu sebagai sumber pokok islam, kemudian di susul oleh As-Sunnah.
Namun, seperti halnya Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad memandang bahwa as-sunnah
mempunya kedudukan yang kuat di samping Al-Quran, sehingga tidak jarang beliau
menyebutkan bahwa sumber hukum itu adalah Nash, tanpa menyebutkan dahulu atau
As-Sunnah dahulu, tetapi yang di magsud Nash tersebut adalah Al-Quran dan
As-Sunnah.
Menurut Ibnu taimiyyah Al-Quran itu
tidak di tafsirkan, kecuali dengan atshar, namun dalam beberapa pendapatya, ia
menjelaskan kembali bahwa jika tidak di temukan dalam hadits Nabi dan Qaul
Sahabat, di ambil dari penafsiran para tabi’in.
( Abu zahrah : 242-247).
Baca juga Alquran dan hadist sebagai sumber hukum
4.
Petunjuk (dilalah) Al-Qur’an
Seluruh ayat Al-Qur’an itu qath’i
(Pasti), namun ditinjau dari segi dilalahnya atau kandungannya menyangkut
hukum, maka nash-nash Al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian :
1) nash yang qath’i dilalahnya
Yaitu nash yang tegas dan jelas maknanya, tidak bisa di takwil,
tidak mempunya makna yang lain, dan tidak tergantung pada hal-hal lain di luar
nash itu sendiri. Contoh yang dapat di kemukakam di sini, adalah ayat yang
menetapkan kadar pembagian waris, pengharaman riba, hukum had zina sebanyak
seratus kali, dera, dan sebagainya. Ayat-ayat yang menyangkut hal-hal tersebut,
maknanya jelas dan tegas dan menunjukan arti dan maksud tertentu, dan dalam
memahaminya tidak memerlukan ijtihad.
2) nash yang zhani dilalah-nya
Yaitu nash yang menunjukan suatu makan yang dapat di takwil
atau nash yang mempunyai makna lebih dari satu, baik karena lafadznya mustarak
(homonim) ataupun karena susunan kata-katanya dapat dipahami dalam berbagai
cara seperti dilalah isyaratnya, iqtidha-nya, dan sebagainya.
Para ulama,
selain berbeda pendapat tentang nash al-quran mengenai penetapan yang qath’i
dan zhani dilalah, juga berbeda pendapat mengenai jumlah ayat yang termasuk
qath’i atau zhani dilalah.
5.
Al-Qur’an sebagai sumber dan dalil hukum Islam
Sebagaimana telah disinggung sebelum ini tentang sumber dalil dalam
hukum Islam, maka Al-Qur’an merupakan sumber utama dalam pembinaan hukum Islam.
Perintah menjadikan Al-Qur’an sebagai
dasar hukum dan pedoman hidup juga banyak di nyatakan Allah melalui
ayat-ayatnya, diantaranya :
·
Q.S
Al-An’am : 155
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ
مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya :
Dan
Al Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia
dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat (QS 6: 155)
· Q.S Al-An’am : 38
ما فرطنا فى الكتاب من شئ...(الأنعام : 38)
Artinya :
“Tidak ada sesuatu pun yang kami luputkan di dalam kitab...” (al-an’am: 38)
· Q.S Az-Zukhruf : 43
فاستمسك بالذي اوحي إليك إنك على صراط مستقيم (الزخروف : 43)
Artinya :
“Maka berpegang teguhlah engkau kepada (agama) yang telah di
wahyukan kepadamu.sungguh, engkau berada di jalan yang lurus.” (az-zuhkruf 43).
· Dan masih banyak ayat yang lainnya, diantaranya Q.S An-Nahl : 89
Rasulullah
SAW., juga memerintahkan untuk mengikuti Al-Qur’an, hal ini disampaikan Rasul
melalui sabdanya yang terjemahnya : “Sungguh telah saya tinggalkan untukmu
dua perkara, tidak sekali-kali kamu sesat selama kamu berpegang kepadanya,
yakni : Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya”. (H.R. Malik)
Kaum muslimin sepakat bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum
syara’.
[1] Rahmat Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung : Pustaka Setia, 1999),
hal.49.
[2] Ibid, hal 50
[3] Abdul Wahab Khallaf, op Cit, hal 17.
[4] Lihat : Qattan, Manna’. 1973 . Mabahits Fi Ulumil Qur’an.
Riyadh : Mansyuratul ‘Asril Hadits.
[5] Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta : Rineka Cipta,
2005), hal 19.
[6] Ibid, hal 24
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
0 komentar:
Posting Komentar